Dalam sebuah kajian yang berlangsung di Grha Sabha Pramana UGM pada Rabu (19/2/2025), Ustaz Adi Hidayat (UAH) menyoroti pentingnya keseimbangan dalam kehidupan manusia.
Menurutnya, kehidupan yang harmonis hanya bisa dicapai apabila seseorang mampu menjaga keseimbangan antara tiga aspek utama dalam dirinya, yakni fisik, akal, dan ruh.
Ketiga unsur ini saling berkaitan dan berperan dalam membentuk kehidupan yang lebih bermakna. Jika salah satunya tidak diperhatikan, maka keseimbangan hidup akan terganggu dan berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan, baik secara fisik maupun mental.
UAH menegaskan bahwa kesehatan fisik adalah bagian dari amanah yang diberikan Allah kepada manusia. Oleh sebab itu, seseorang harus menjaga tubuhnya dengan baik agar dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan optimal.
Dalam hal ini, ia merujuk pada Surah Al-Baqarah ayat 168, yang mengajarkan umat Islam untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik (thayyib). Ia menekankan bahwa menghindari makanan yang tidak sehat bukan sekadar masalah kesehatan, tetapi juga bagian dari ketaatan kepada Allah.
Lebih lanjut, UAH mengingatkan bahwa manusia telah diciptakan dalam bentuk yang sempurna sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, mengubah bentuk fisik tanpa alasan yang jelas bertentangan dengan kemaslahatan yang telah ditetapkan oleh Allah.
“Allah menciptakan desain atau bentuk fisik tubuh kita, ini sudah sesuai dengan maslahat kehidupan kita. Jika kita ubah, maka ini tidak selaras dengan kemaslahatan dan keperluan hidup kita,” ujarnya.
Selain menjaga fisik, UAH juga membahas pentingnya peran akal dalam kehidupan manusia. Akal berfungsi sebagai alat berpikir yang memungkinkan seseorang memahami dunia di sekitarnya.
Namun, ia mengingatkan bahwa akal bukanlah pusat kendali utama dalam kehidupan. Sebaliknya, akal harus diberi asupan ilmu agar dapat bekerja dengan optimal dalam menyusun pemikiran yang selaras dengan kebenaran.
Menurutnya, salah satu permasalahan yang sering terjadi di masyarakat modern adalah kecenderungan untuk menjadikan akal sebagai satu-satunya tolok ukur dalam menilai sesuatu.
“Banyak orang terjebak dalam konsep “akal sehat” yang digunakan hanya untuk membangun pemikiran berdasarkan logika, tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang lebih tinggi seperti keimanan dan kebenaran hakiki. Padahal, akal yang tidak dilandasi oleh ilmu dan petunjuk Ilahi justru dapat menyesatkan,” jelas dia.
Dalam penjelasannya, UAH menekankan bahwa ruh dan hati adalah aspek terpenting dalam kehidupan manusia, karena keduanya merupakan pusat kendali utama dari segala keputusan dan tindakan. Hati memiliki dua kecenderungan utama, yakni takwa (kebaikan) dan nafsu (keinginan duniawi).
“Jika seseorang lebih condong pada takwa, maka kehidupannya akan lebih tenteram, damai, dan selaras dengan nilai-nilai Islam. Namun, jika ia lebih dikuasai oleh nafsu, maka akan muncul berbagai masalah seperti kecemasan, stres, dan ketidakseimbangan dalam hidup,” papar UAH.
Untuk menjaga ruh tetap dalam kondisi yang sehat, seseorang perlu memberikan asupan spiritual yang cukup. Ruh tidak bisa dipelihara dengan materi, melainkan melalui ibadah dan hubungan yang erat dengan Allah SWT.
UAH menegaskan bahwa semua bentuk ibadah dalam Islam, mulai dari salat, puasa, hingga sedekah, memiliki tujuan utama untuk meningkatkan ketakwaan dan menenangkan jiwa. Dengan menjalankan ibadah secara konsisten, seseorang akan lebih mudah menjaga keseimbangan antara kebutuhan fisik, akal, dan ruhnya.
UAH menyimpulkan bahwa keseimbangan hidup hanya bisa dicapai apabila seseorang memahami dan merawat ketiga aspek ini secara seimbang.
“Menjaga kesehatan fisik adalah bentuk tanggung jawab terhadap diri sendiri, mengasah akal dengan ilmu adalah kewajiban untuk meningkatkan pemahaman, dan merawat ruh dengan ibadah adalah jalan menuju ketenangan batin,” ujar dia.
Dengan memahami konsep ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, seseorang akan mampu menjalani hidup dengan lebih tenang, damai, dan bermakna.
Keseimbangan antara fisik, akal, dan ruh tidak hanya memberikan manfaat bagi diri sendiri, tetapi juga menciptakan harmoni dalam interaksi dengan sesama dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. (ain/tim)