Selasa (4/3/2025) sore, suasana di kamar 310 Rumah Sakit Mitra Keluarga Darmo tak seperti ruang perawatan lainnya. Alih-alih penuh kecemasan dan kekhawatiran, kamar itu justru diwarnai gelak tawa dan candaan hangat. Sejumlah anggota Majelis Tabligh (MT) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim berkumpul untuk menjenguk seorang sahabat, Dr. Syamsul Ma’arif, karib disapa Chofa.
Chofa dilarikan ke rumah sakit akibat serangan lambung. Tubuhnya lemas dan tak bertenaga, membuatnya harus mengikhlaskan tidak berpuasa di bulan suci Ramadan ini. Menurut pengakuannya, salah satu pemicu penyakitnya adalah paparan asap rokok dari lingkungan sekitarnya. Meski bukan perokok, ia kerap menjadi korban perokok pasif di tempat kerja, terutama di ruang rapat ber-AC yang sejak tahun 1996 menjadi ajang “ritual” merokok bagi koleganya.
Namun, dalam keakraban para anggota MT, sakit lambung yang diderita Chofa ini dikaitkan dengan kebiasaannya memikirkan banyak hal, dari yang sepele hingga yang berat. Bahkan, guyonan pun terlontar bahwa serangan lambung yang dialaminya adalah akibat dari “umpan lambung” yang berujung pada partisipasinya dalam berbagai agenda, mulai dari urusan makan bersama hingga pengadaan seragam dan jas.
Kunjungan ini dipimpin oleh Kiai Sholihin Fanani, Wakil Ketua PWM Jatim. Selain penulis, hadir pula beberapa personalia dari MT PWM Jatim, yakni Kiai Musyafa’, Afifun Nidlom, Munahar, M. Fauzan, dan Aziz Maulana Akhsan.
Sejak awal, suasana pertemuan ini dipenuhi dengan kehangatan dan canda khas para anggota MT. Di sela obrolan, muncul istilah unik yang sudah tidak asing di kalangan mereka, yaitu “Rapat Sahara.” Istilah ini merujuk pada rapat-rapat yang digelar tanpa ada hidangan makanan atau jajanan. Meski sudah disediakan nasi kotak, tetap saja terasa kurang meriah tanpa adanya camilan.
Kebiasaan itu kemudian terbawa ke luar forum resmi, di mana Chofa kerap merespons keluhan para sahabatnya dengan cara unik: melihat percakapan di grup WhatsApp lalu langsung mentransfer uang agar semua bisa menikmati hidangan bersama. Salah satu menu favorit mereka adalah Maqlubah, hidangan nasi kambing khas Timur Tengah yang biasa disantap di RM Ayla yang berlokasi di kawasan Ampel, Surabaya.
Kehadiran rekan-rekan MT di rumah sakit membuat suasana menjadi lebih ceria. Canda tawa menggantikan kekhawatiran, dan kebersamaan mereka membawa energi positif bagi Chofa. Bahkan, sebelum meninggalkan rumah sakit, mereka menyempatkan diri untuk melaksanakan salat asar berjamaah di kamar perawatan. Chofa pun turut serta dalam shalat tersebut, menambah kesan mendalam bagi semua yang hadir.
Setelah salat, Kiai Solihin memimpin doa bersama, memohon kesembuhan bagi Chofa serta keberkahan bagi perjuangan dakwah mereka. Momen ini semakin mengukuhkan bahwa MT PWM Jatim bukan sekadar forum dakwah, tetapi juga wadah kebersamaan dan kepedulian. Persaudaraan yang terjalin bukan hanya dalam konteks formal, tetapi juga sebagai keluarga yang selalu ada di saat suka maupun duka.
Di tengah kesibukan mengajar dan mengurus berbagai tanggung jawab, para anggota MT tetap meluangkan waktu untuk menjenguk sahabat mereka. Bahkan, Musyafa’ yang baru saja pulih dari sakit pun tetap menyempatkan diri datang. Keikhlasan mereka menjadi bukti bahwa kebersamaan dalam dakwah tidak hanya terikat pada aktivitas resmi, tetapi juga pada solidaritas yang mendalam.
Sebelum berpisah, kami berfoto bersama sebagai kenang-kenangan, lalu berpamitan dengan harapan Chofa segera pulih. Dengan penuh harapan, Chofa pun membalas dengan doa terbaik untuk para sahabatnya, sekaligus mengingatkan bahwa janji yang telah diikrarkan untuk kepentingan dakwah tetap harus ditunaikan.
Dalam kebersamaan ini, sakit yang diderita Chofa seolah menjadi lebih ringan, dan semangat dakwah semakin kuat. Sebuah pelajaran berharga bahwa di balik setiap ujian, ada ikatan persaudaraan yang semakin erat dan penuh makna. (slamet muliono redjosari)