*) Oleh: Muhammad Nashihudin, MSi
Ketua Majelis Tabligh PDM Jakarta Timur
Setiap bulan Rabiul Awwal Kita selalu ingat dengan sejarah hari kelahiran Baginda Rasulullah Saw, sebagai rasul dan nabi rahmatan Lil alamin sekaligus penutup semua utusan.
Akhlak mulianya, tutur katanya lembut ditakuti oleh lawan dan dihormati oleh para sahabatnya dan kaum muslimin.
Figur dan tokoh yang sempurna bisa dijadikan suri tauladan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari dan persiapan menuju ke akhirat.
Kita semua rindu padamu ya Rasulullah Saw.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَا تَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَا للّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَا لرَّسُوْلَ ۚ فَاِ نْ تَوَلَّوْا فَاِ نَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.””
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 31- 32)
Dalam rangka mencintai dan menghormati Rasulullah Saw sebagai rasul dan nabi ummat Islam harus selalu patuh dan taat kepada beliau baik ucapan, perbuatan dan tingkah laku.
Kalau kita tidak mampu untuk membuka pintu surga, semoga dengan syafaatnya, beliau yang akan membuka pintu surga untuk ummatnya
Adapun bukti cinta padanya dapat diaplikasikan melalui membaca dan mengamalkan ayat ayat berikut ini.
1. Menaati Allah SWT dan Rasul
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَا عَ اللّٰهَ ۚ وَمَنْ تَوَلّٰى فَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ عَلَيْهِمْ حَفِيْظًا
“Barang siapa menaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 80)
2. Rasulullah Saw sebagai teladan sempurna, maka wajib dijadikan tokoh dan figur dalam kehidupan
لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)
3. Bersholawat untuk Rasulullah
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰٓئِكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ ۗ يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 56)
4 Rasulullah Saw tidak memiliki anak lelaki
مَا كَا نَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَا لِكُمْ وَلٰـكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَا تَمَ النَّبِيّٖنَ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 40)
Kajian Tafsir Ibnu Katsir
Tentang sifat sifat pemimpin yang amanah, jujur dan adil seperti Rasulullah Saw.
At-Taubah, ayat 128-129
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ (128) فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (129) }
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka Berpaling (dari keimanan) maka katakanlah “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung.”
Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menyebutkan limpahan nikmat yang telah diberikan-Nya kepada orang-orang mukmin melalui seorang rasul yang diutus olehNya dari kalangan mereka sendiri, yakni dari bangsa mereka dan sebahasa dengan mereka. Hal ini telah didoakan oleh Nabi Ibrahim a.s., seperti yang disitir oleh firman-Nya:
{رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ}
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. (Al-Baqarah: 129)
Dan firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
{لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ}
Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri. (Ali Imran: 164)
Adapun firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
{لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ}
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128)
Yakni dari kalangan kalian sendiri dan sebahasa dengan kalian. Ja’far ibnu Abu Talib r.a. berkata kepada Raja Najasyi, dan Al-Mugirah ibnu Syu’bah berkata kepada Kaisar Romawi, “Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kami seorang rasul dari kalangan kami sendiri. Kami mengenal nasab (keturunan)nya, sifatnya, tempat keluar dan tempat masuknya, serta kebenaran (kejujuran) dan amanatnya, hingga akhir hadis.”
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Ja’far ibnu Muhammad, dari ayahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri. (At-Taubah: 128) Bahwa tiada sesuatu pun dari perkawinan Jahiliah yang menyentuhnya.
Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda:
“خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ، وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفاح”.
Aku dilahirkan dari hasil pernikahan, dan bukan dilahirkan dari sifah (perkawinan ala Jahiliah).
Melalui jalur lain secara mausul disebutkan oleh Al-Hafiz Abu Muhammad Al-Hasan ibnu Abdur Rahman Ar-Ramharmuzi di dalam kitabnya yang berjudul Al-Fasil Bainar Rawi wal Wa’i. Disebutkan bahwa:
حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ يُوسُفُ بْنُ هَارُونَ بْنِ زِيَادٍ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: أَشْهَدُ عَلَى أَبِي لَحَدَّثَنِي، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “خَرَجْتُ مِنْ نِكَاحٍ وَلَمْ أَخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ، مِنْ لَدُنْ آدَمَ إِلَى أَنْ وَلَدَنِي أَبِي وَأُمِّي لَمْ يَمَسَّنِي مِنْ سِفَاحِ الْجَاهِلِيَّةِ شَيْءٌ”.
telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Yusuf ibnu Harun ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia bersumpah bahwa ayahnya pernah menceritakan hadis berikut dari kakeknya, dari Ali yang mengatakan, “Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda: ‘Aku dilahirkan dari hasil pernikahan dan bukan dilahirkan dari sifah, sejak Adam hingga ayah dan ibuku melahirkan diriku. Dan tiada sesuatupun dari sifat Jahiliah yang menyentuhku’.”
Firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
{عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ}
berat terasa olehnya penderitaan kalian. (At-Taubah: 128)
Yakni terasa berat olehnya sesuatu yang membuat umatnya menderita karenanya. Karena itu, di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur disebutkan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda:
“بُعِثْتُ بِالْحَنِيفِيَّةِ السَّمْحَةِ”
Aku diutus dengan membawa agama Islam yang hanif lagi penuh dengan toleransi.