*) Oleh: Suko Wahyudi
Mencintai Rasulullah Saw merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Karena, mencintai Rasulullah Saw bagian dari keimanan dan aqidah seorang muslim. Seorang muslim belum dikatakan beriman dengan iman yang sempurna sebelum ia mencintai Rasul Saw melebihi cintanya kepada orang tuanya, istri, suaminya, anaknya, bahkan dirinya sendiri dan hartanya.
Katakanlah: “Jikalau ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, kekayaanmu yang kamu semua peroleh, perniagaan yang kamu semua takutkan kerugiannya dan rumah-rumah yang kamu sukai itu lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjuang di jalan Allah, maka tunggulah sampai Allah datang dengan peruntah-Nya (perintah membinasakan). Dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik. (At-Taubah [9]: 24)
Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri…(Al-Ahzab [33]: 6)
“Tidaklah salah seorang dari kalian beriman (dengan iman yang sempurna) sehingga aku lebih dicintai dari kedua orang tuanya, anaknya dan manusia semua.” (HR. Bukhari)
Rasul Saw pernah menegur Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika ia menggambarkan kecintaannya kepada Rasul Saw, dan menempatkan posisi cintanya kepada beliau di bawah kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin Hisyam radhiyallahu anhu, ia berkata: “Kami mengiringi Nabi Saw, dan beliau menggandeng tangan ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu. Kemudian ‘Umar berkata kepada Nabi Saw: “Wahai Rasulullah, sungguh engkau sangat aku cintai melebihi apa pun selain diriku.” Maka Nabi Saw menjawab: “Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku sangat engkau cintai melebihi dirimu”. Lalu ‘Umar berkata kepada beliau: “Sungguh sekaranglah saatnya, demi Allah, engkau sangat aku cintai melebihi diriku.” Maka Nabi Saw bersabda: “Sekarang (engkau benar), wahai ‘Umar.” (HR. Bukhari)
Begitulah Nabi Saw mengisyaratkan pembuktian cinta yang hakiki dari setiap muslim yang sesungguhnya. Imannya seorang mukmin harus ia tunjukkan dengan mencintai Rasul SaW lebih dari siapapun di dunia.
Bagian dari Cinta Kepada Allah
Mencintai Rasulullah saw merupakan bagian dari cinta kepada Allah Swt. Cinta kepada Allah menuntut konsekwensi mencintai semua yang Allah cintai. Dan Allah mencintai nabi dan kekasih-Nya, Muhammad Saw. Sehingga, cinta kepada Rasulullah merupakan cabang dan termasuk kecintaan kepada Allah. Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (Ali Imran [3]: 31).
Dalam kitab “Syarh Riyadhus Shaalihiin”, Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Ayat ini disebut oleh sebagian ulama dengan ayat ujian, karena Allah menguji suatu kaum yang mengaku bahwa mereka mencintai Allah seraya berkata, “Kami mencintai Allah.” Ini adalah pengakuan yang mudah tetapi pengakuan ini mengandung konsekuensi.
Allah SWT berfirman: “Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikuti Aku.” Atau, barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan tidak mengikuti Rasulullah SaW, maka pengakuannya itu tidak benar, tetapi dia pembohong karena di antara tanda kecintaan kepada Allah adalah mengikuti Rasul-Nya.”
Dengan demikian, cinta kepada Nabi Muhammad Saw diwujudkan dalam ittiba’ (mencontoh) beliau Shallallahu SAW dalam keyakinan, ucapan dan perbuatan. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Yang semestinya dipahami ialah bahwa Allah Swt berfirman dalam kitab-Nya,”
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Segolongan ulama salaf berkata, Suatu kaum pada masa Rasulullah Saw mengklaim bahwa mereka mencintai Allah, lalu Allah menurunkan ayat ini, Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu.”