Teologi Lingkungan: Tanggung Jawab Umat Islam dalam Mengatasi Krisis Iklim

Teologi Lingkungan: Tanggung Jawab Umat Islam dalam Mengatasi Krisis Iklim

Dalam menghadapi krisis lingkungan global, umat Islam memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian bumi. Santri Cendekia Forum menyoroti hal ini dalam kajian bertajuk “Peran Umat Islam Terkait Isu Lingkungan di Kancah Internasional” yang diselenggarakan di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan, pada Sabtu  (1/2/2025) malam.

Acara ini menghadirkan Parid Ridwanuddin, Program Manager GreenFaith Indonesia serta dosen Universitas Paramadina, sebagai pemateri utama.

Dalam paparannya, Parid menegaskan bahwa krisis lingkungan yang terjadi saat ini merupakan ancaman nyata yang harus segera diatasi oleh seluruh umat manusia.

Parid mengawali pemaparannya dengan mengutip Surah Ar-Rum ayat 41 yang menyebutkan bahwa kerusakan di darat dan laut terjadi akibat ulah manusia.

“Fasad atau kerusakan yang kita lihat saat ini, seperti banjir, longsor, dan pencemaran, bukan terjadi secara kebetulan. Ini adalah dampak dari eksploitasi alam yang berlebihan,” ujarnya.

Ia menyoroti peningkatan suhu global yang kini memasuki fase global boiling akibat emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali.

“Emisi global terus meningkat, dengan Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Cina sebagai penyumbang terbesar. Industri militer dan perusahaan energi fosil menjadi kontributor utama,” tambahnya.

Di Indonesia, dampak krisis iklim semakin terasa dengan meningkatnya bencana alam seperti banjir dan kebakaran hutan.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dalam lima tahun terakhir lebih dari 40 juta orang terpaksa mengungsi akibat bencana ekologis.

“Ini bukan sekadar statistik, tetapi realitas yang harus kita hadapi,” tegas Parid.

Parid menekankan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga alam sebagai amanah dari Allah.

“Dalam Islam, alam adalah ayat kauniyah, tanda-tanda kebesaran Allah yang harus kita lestarikan. Sayangnya, kesadaran ini sering kali terabaikan dalam kehidupan modern,” ujarnya.

Ia juga mengajak umat Islam untuk mengembangkan teologi lingkungan berbasis prinsip keadilan iklim (al-adalah al-munakhiyyah).

“Kita perlu memastikan bahwa bumi ini tetap layak huni bagi generasi mendatang dengan menerapkan konsep keadilan dalam pengelolaan lingkungan,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, Parid memberikan beberapa rekomendasi bagi umat Islam:

  1. Pendidikan berbasis keadilan iklim – Memasukkan isu lingkungan ke dalam kurikulum pendidikan agar kesadaran tumbuh sejak dini.
  2. Gerakan lokal – Aktif dalam upaya penghijauan, pengurangan sampah plastik, dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijak.
  3. Advokasi kebijakan – Terlibat dalam perumusan kebijakan yang berpihak pada kelestarian lingkungan.
  4. Kolaborasi lintas agama – Bersama pemeluk agama lain dalam mengampanyekan pentingnya pelestarian lingkungan.
  5. Dakwah melalui tulisan – Menggunakan media sebagai sarana menyebarkan kesadaran lingkungan kepada masyarakat luas.

Kajian ini diakhiri dengan sesi tanya jawab interaktif yang mendorong peserta untuk lebih aktif dalam aksi nyata menjaga lingkungan.

Parid menegaskan bahwa menjaga bumi bukan hanya tugas aktivis atau pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia.

“Kita bisa mulai dari hal-hal sederhana, seperti mengurangi plastik, menanam pohon, dan mengonsumsi makanan lokal. Semua ini adalah bagian dari upaya menjaga bumi sebagai amanah dari Allah,” tandasnya.

Acara ini dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk santri, mahasiswa, dan aktivis lingkungan. Sebanyak 91 peserta hadir secara langsung, sementara lebih dari 43 orang mengikuti melalui live streaming di YouTube GreenFaith Indonesia.

Diharapkan, kajian ini menjadi langkah awal bagi umat Islam untuk lebih aktif dalam upaya pelestarian lingkungan di tengah krisis iklim global. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *