Zuhud Seimbang: Menjadi Muslim yang Bertanggung Jawab terhadap Dunia dan Akhirat
foto: freepik
UM Surabaya

Zuhud tidak selalu berarti meninggalkan tanggung jawab terhadap dunia. Dalam kultum yang disampaikan oleh Nanang Joko Purwanto di Masjid KH Ahmad Dahlan pada Senin (16/12/2024), ia menitikberatkan pada pemahaman zuhud yang seimbang dalam kehidupan sehari-hari.

Ketua Lembaga Pembinaan Haji dan Umroh (LPHU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) D.I. Yogyakarta ini membuka tausiyahnya dengan menyampaikan hadis riwayat Ibnu Majah tentang seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi Muhammad saw.

“Ya Rasulullah, amal apa yang jika aku kerjakan Allah mencintaiku dan manusia pun mencintaiku?”

Nabi SAW bersabda, “Izhad fid dunya yuhibbukallah, wazhad fima ‘inda annas yuhibbukannas” yang artinya, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia mencintaimu.”

Dalam penjelasannya, Nanang menekankan bahwa zuhud bukanlah mengharamkan hal-hal yang halal atau membuang harta. Ia mengutip pandangan Imam Ahmad yang mengatakan:

“Zuhud terhadap dunia bukanlah dengan mengharamkan yang halal atau membuang harta, melainkan lebih meyakini keberadaan apa yang di sisi Allah dibanding apa yang ada di tangan manusia.”

Zuhud, dalam hal ini, adalah sikap menempatkan dunia pada porsinya: tidak berlebihan dalam mengejar materi, namun tetap bertanggung jawab untuk memanfaatkannya secara baik.

Lebih lanjut, Nanang menegaskan bahwa sikap zuhud tidak berarti meninggalkan usaha dan ikhtiar.

“Jangan sampai dengan alasan zuhud kita justru malas berusaha atau meningkatkan kualitas kehidupan. Jika demikian, itu malah melemahkan kebangkitan umat Islam,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan kisah Umar bin Khattab yang pernah menarik seorang pemuda dari masjid karena hanya berdiam diri berzikir, namun mengabaikan tanggung jawab terhadap keluarganya.

Nanang menekankan bahwa Rasulullah SAW merupakan teladan terbaik dalam menjalankan zuhud.

“Apakah Rasulullah tidak menikah, tidak berpakaian baik, atau selalu berjalan kaki? Tidak. Beliau tetap menjalankan kehidupan dunia dengan seimbang, tanpa terpedaya oleh kenikmatannya,” paparnya.

Kultum ini ditutup dengan ajakan kepada jamaah untuk mempraktikkan zuhud secara proporsional: bersyukur atas nikmat Allah, tidak berlebihan dalam urusan dunia, dan tetap berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

“Jangan sampai zuhud menjadi kedok bagi kemalasan. Mari kita berzikir, beribadah, namun juga berikhtiar untuk kehidupan yang lebih baik,” tandasnya.

Kegiatan yang berlangsung khidmat ini diharapkan dapat menjadi pengingat bagi jamaah akan pentingnya keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat.

Zuhud yang benar bukanlah menjauhi dunia, melainkan memanfaatkannya dengan penuh tanggung jawab sesuai tuntunan agama. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini