Mengenal Teori Hierarki Norma yang Digunakan Majelis Tarjih dalam Menyusun Buku Fikih
Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muhammad Abdul Fattah Santoso
UM Surabaya

Norma adalah ukuran atau standar yang berperan penting dalam merumuskan pola perilaku yang seharusnya dijalankan oleh individu dan masyarakat. Norma juga memiliki fungsi penting dalam menilai sejauh mana perilaku seseorang atau entitas telah memenuhi standar yang ditentukan oleh hukum.

Teori hierarki norma hukum, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, memberikan pandangan tentang bagaimana keabsahan suatu norma hukum ditentukan dalam sistem hukum. Menurut teori ini, keabsahan suatu norma hukum tergantung pada norma hukum lain yang lebih tinggi dalam hierarki. Norma hukum lebih tinggi ini, pada gilirannya, juga ditentukan oleh norma lain yang lebih tinggi lagi. Ini menciptakan suatu struktur hukum yang teratur dan hierarkis di mana norma hukum berada pada berbagai tingkatan.

Teori hierarki norma hukum memahami bahwa sistem hukum adalah suatu konstruksi yang terstruktur dengan baik, di mana norma-norma berada dalam hubungan hierarkis yang jelas. Ini memungkinkan pengembangan, interpretasi, dan penerapan hukum yang konsisten dan adil. Dengan menempatkan norma hukum dalam konteks hierarki ini, kita dapat memahami bagaimana setiap hukum dan peraturan diberlakukan, dievaluasi, dan diberi keabsahan berdasarkan posisinya dalam struktur norma hukum yang lebih besar.

Dalam Pengajian Tarjih pada Rabu (08/11), Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Muhammad Abdul Fattah Santoso mengatakan bahwa dalam penyusunan fikih, Muhammadiyah mengadopsi teori hierarki norma hukum dalam pemahaman dan penerapan hukum Islam. Berdasarkan teori ini, Muhammadiyah memahami bahwa hukum Islam memiliki tiga tingkatan norma yang saling terkait:

  1. Nilai-nilai Dasar (Al-Qiyam Al-Asāsiyyah)

Muhammadiyah mengakui nilai-nilai dasar yang bersumber dari prinsip-prinsip universal Islam sebagai fondasi bagi hukum Islam. Nilai-nilai ini mencakup konsep-konsep seperti keadilan, kesetaraan, kebebasan, kemaslahatan, martabat manusia, dan persaudaraan manusia. Nilai-nilai ini menjadi landasan moral dan etis yang mendukung seluruh sistem hukum Islam.

  1. Prinsip-prinsip Umum (Al-Ushūl Al-Kulliyah)

Prinsip-prinsip umum adalah hasil deduksi dari nilai-nilai dasar dan juga merupakan abstraksi dari norma konkret. Prinsip-prinsip ini memayungi norma konkret dalam hukum Islam. Mereka mencakup dua aspek utama (a) prinsip-prinsip yang dirumuskan secara khusus dalam suatu rumusan yuristik, seperti kaidah-kaidah hukum, dan (b) prinsip-prinsip yang tidak dirumuskan secara khusus dalam suatu rumusan yuristik, yaitu asas-asas hukum.

Sebagai contoh, Muhammadiyah merujuk pada kaidah hukum “al-masyaqqah tajlibut taisir” yang berarti “kesukaran membawa kemudahan.” Prinsip ini merupakan turunan dari nilai dasar kemaslahatan dan dijadikan lebih konkret dalam hukum konkret/detail/furuk. Contoh penerapan prinsip ini termasuk hukum kebolehan berbuka puasa bagi musafir selama bulan Ramadan atau dalam hukum perdata, penjadwalan kembali pembayaran hutang bagi orang yang kesulitan dana.

Contoh lain adalah asas hukum “mabda’ hurriyah at-ta’aqud” yang mengacu pada prinsip kebebasan berkontrak. Prinsip ini juga merupakan turunan dari nilai dasar kebebasan dan diterapkan lebih konkret dalam hukum konkret/detail/furuk, seperti hukum kebolehan membuat akad baru apa saja, termasuk akad asuransi.

  1. Norma-Norma Konkret/Detail/Furuk (Al-Ahkam Al-Furu’iyyah)

Norma-norma ini adalah ketentuan-ketentuan syar’i yang bersifat far’i (cabang) dalam hukum Islam. Mereka merupakan turunan atau konkretisasi dari prinsip-prinsip umum, baik dalam bentuk kaidah hukum atau asas hukum. Contoh-contohnya telah dijelaskan dalam penjelasan contoh prinsip umum, seperti hukum kebolehan berbuka puasa bagi musafir di bulan Ramadan dan penjadwalan kembali pembayaran hutang bagi orang yang kesulitan dana sebagai turunan (konkretisasi) dari prinsip umum dalam bentuk kaidah hukum “kesukaran memberi kemudahan”.

Menurut Fattah, penggunaan hierarki norma ini tidak hanya memandang masalah hukum sebagai klasifikasi sederhana antara halal dan haram, wajib dan makruh, mubah dan mandub. Bagi Fattah, teori hierarki norma di atas memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam melalui prinsip-prinsip umum dan nilai-nilai dasar hukum Islam.

Teori hierarki norma hukum membuka pintu bagi pendekatan yang lebih holistik dan berpikir jauh ke depan dalam merumuskan, menginterpretasikan, dan mengubah hukum. Pendekatan ini memungkinkan hukum Islam untuk tetap relevan dan memenuhi tuntutan masyarakat yang berkembang, sambil tetap memegang teguh prinsip-prinsip moral dan etis yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini