Oleh: Syahrul Ramadhan, S H, M.Kn, C.LQ.
Sekretaris LBH AP PD MUHAMMADIYAH LUMAJANG
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah! Karena itu lebih dekat kepada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
Ayat ini menjadi pijakan utama dalam membangun kesadaran bahwa keadilan merupakan nilai suci yang harus dijunjung tinggi oleh setiap muslim. Keadilan bukanlah sekadar formalitas hukum, apalagi sekadar alat mempertahankan harga diri manusia, melainkan sebuah perintah Allah yang berhubungan langsung dengan ketakwaan.
Manusia sering kali terjebak dalam ego dan perasaan. Ketika dihadapkan pada persoalan yang menyentuh harga diri, dorongan untuk membela diri atau kelompok menjadi sangat kuat. Sayangnya, tidak jarang prinsip keadilan menjadi korban. Seseorang bisa saja mengorbankan kebenaran demi menjaga gengsi, kehormatan, atau nama baik. Padahal, QS Al-Maidah ayat 8 menegaskan bahwa keadilan harus ditegakkan tanpa dipengaruhi rasa cinta atau benci terhadap siapa pun.
Keadilan dalam Perspektif Prinsip Hukum Universal
Ajaran Islam mengenai keadilan ternyata selaras dengan prinsip-prinsip keadilan yang dikenal dalam sejarah hukum dunia. Beberapa adagium hukum klasik berikut menjadi penegasan bahwa keadilan bersifat universal dan melampaui batas-batas kepentingan pribadi:
- Fiat Justitia Ruat Caelum
(Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit runtuh).
Prinsip ini mengajarkan bahwa keadilan harus ditegakkan dalam kondisi apa pun, meskipun akibatnya bisa mengguncang dunia atau mengancam kepentingan pribadi, keluarga, bahkan kelompok. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menuntut agar kebenaran ditegakkan meskipun merugikan diri sendiri.
- Justitia Nemini Neganda Est
(Keadilan tidak boleh ditolak bagi siapa pun).
Setiap orang, tanpa memandang status sosial, agama, suku, atau golongan, berhak mendapatkan keadilan. Rasulullah SAW mencontohkan hal ini dalam sabdanya, “Seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini membuktikan bahwa hukum berlaku sama untuk semua, tanpa pandang bulu.
- Fiat Justitia Pereat Mundus
(Biarpun dunia binasa, keadilan harus tetap ditegakkan).
Adagium ini menegaskan bahwa keadilan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan kepentingan duniawi. Islam pun mengajarkan bahwa dunia ini fana, sementara keadilan adalah kunci keberkahan hidup di dunia dan akhirat.
- Iustitia Est Constans et Perpetua Voluntas Ius Suum Cuique Tribuendi
(Keadilan adalah kehendak yang tetap dan abadi untuk memberikan hak kepada setiap orang).
Prinsip ini sejalan dengan makna adil dalam Islam, yaitu menempatkan sesuatu sesuai haknya. Rasulullah SAW mengajarkan, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah). Keadilan berarti memastikan setiap orang mendapatkan haknya tepat waktu dan sesuai dengan apa yang menjadi bagiannya.
Keadilan sebagai Manifestasi Takwa, Bukan Soal Harga Diri
Banyak orang menganggap bahwa bersikap adil kepada lawan atau orang yang membenci kita adalah tanda kelemahan atau kekalahan. Ada kekhawatiran harga diri akan jatuh di mata orang lain. Namun, QS Al-Maidah ayat 8 justru mengajarkan sebaliknya: keadilan adalah bukti ketakwaan.
Menjadi adil, meskipun terhadap orang yang kita benci, justru menunjukkan kekuatan iman dan kematangan spiritual. Rasulullah SAW sendiri sering kali berlaku adil terhadap orang-orang yang memusuhinya. Ketika Fathu Makkah (penaklukan Kota Makkah), beliau memberikan pengampunan kepada orang-orang Quraisy yang dahulu menzaliminya. Tidak ada dendam atau balas sakit hati, melainkan keadilan yang berpadu dengan kasih sayang.
Implementasi Keadilan dalam Kehidupan Sehari-hari
- Adil dalam Menilai
Sering kali kita lebih mudah menghakimi orang lain karena perasaan benci, atau justru membela orang yang kita sukai meskipun salah. Padahal, Allah memerintahkan agar kita menilai sesuatu berdasarkan kebenaran, bukan emosi.
- Adil dalam Rumah Tangga
Orang tua yang adil dalam memperlakukan anak-anaknya akan melahirkan keluarga yang harmonis. Rasulullah SAW mengajarkan agar kasih sayang dan pemberian kepada anak dilakukan secara seimbang dan tidak berat sebelah.
- Adil dalam Kepemimpinan
Pemimpin yang adil akan membawa kemakmuran, sedangkan pemimpin yang zalim hanya akan menciptakan kekacauan. Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai sosok yang berani menegakkan keadilan, meskipun harus mengoreksi keputusan yang salah, termasuk keputusannya sendiri.
Menjadi Penegak Keadilan karena Allah
Adil itu bukan demi gengsi, bukan demi harga diri, melainkan demi Allah. Keberanian menegakkan keadilan adalah tanda kekuatan iman. Orang yang mampu bersikap adil, meskipun harus berhadapan dengan risiko besar, berarti ia telah memahami makna takwa yang sesungguhnya.
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang kita kerjakan. Keadilan yang kita tegakkan di dunia ini akan menjadi saksi di hadapan-Nya kelak. Oleh karena itu, tegakkanlah keadilan tanpa takut kehilangan harga diri, karena harga diri sejati adalah ketika kita berani berpihak kepada kebenaran, meskipun dunia menentang kita.
Adil Itu Tanda Beriman
Adil itu bukan soal menang atau kalah. Bukan pula soal menjaga gengsi atau mempertahankan nama baik. Adil adalah wujud ketundukan kita kepada Allah, sebuah jalan menuju takwa.
Prinsip-prinsip hukum klasik seperti Fiat Justitia Ruat Caelum hanyalah gema dari ajaran Allah dalam QS Al-Maidah ayat 8. Maka, siapa pun kita – rakyat biasa, pejabat, ulama, atau pemimpin – mari kita junjung tinggi keadilan. Sebab, keadilan adalah ruh kehidupan, dan keadilan adalah bagian dari ketakwaan.
Wallahu A’lam.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News