*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
“Iya nanti sajalah,” begitu sering terucap ketika kita memilih menunda pekerjaan atau amalan yang sebenarnya bisa dilakukan saat itu juga.
Sikap seperti ini sering muncul karena rasa malas, seperti menunda belajar, menunda mengulang hafalan Al-Qur’an (muroja’ah), atau menunda melakukan hal-hal bermanfaat lainnya. Padahal, kesempatan untuk melakukannya masih terbuka lebar.
Menunda: Senjata Iblis untuk Menggoda
Saudaraku, tahukah Anda? Perkataan “sawfa… sawfa” (nanti sajalah) yang digunakan untuk menunda-nunda kebaikan disebut sebagai “tentara iblis” oleh sebagian ulama salaf.
Menunda kebaikan dan sekadar berangan-angan tanpa tindakan nyata disebut oleh para ulama sebagai harta utama orang-orang yang bangkrut.
“إن المنى رأس أموال المفاليس”
“Sekadar berangan-angan (tanpa realisasi) itu adalah dasar dari harta orang-orang yang bangkrut.” (Madarijus Salikin, 1/456, Darul Kutub Al-‘Arobi)
Sebuah syair Arab mengingatkan kita:
وَ لاَ تَرْجِ عَمَلَ اليَوْمِ إِلَى الغَدِ
لَعَلَّ غَدًا يَأْتِي وَ أَنْتَ فَقِيْدُ
“Janganlah engkau menunda pekerjaan hari ini hingga besok.
Siapa tahu besok tiba, namun engkau telah tiada.”
Nasihat Ulama tentang Waktu
Dari Abu Ishaq, seorang tokoh dari Bani Abdul Qais pernah memberikan nasihat singkat tetapi penuh makna:
“Hati-hatilah dengan sikap menunda-nunda.”
Al-Hasan Al-Bashri juga memberikan peringatan yang mendalam:
“Berhati-hatilah dengan sikap menunda-nunda. Engkau sekarang berada di hari ini, bukan di hari esok. Jika esok tiba, engkau berada di hari tersebut. Namun jika esok tidak menghampirimu, janganlah menyesal atas apa yang luput darimu hari ini.”
(Dinukil dari Ma’alim fii Thoriq Tholabil ‘Ilmi oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad As-Sadhaan, hlm. 30)
Bagi para penuntut ilmu, kebiasaan menunda sering kali terjadi:
“Besok sajalah hafalkan matan kitab ini.”
“Nanti saja mengulang hafalan Al-Qur’an.”
“Lusa saja menulis kajian fiqih.”
“Masih ada waktu untuk shalat sunnah, nanti saja.”
Sikap ini berbahaya jika dibiarkan. Menunda ketika memiliki waktu senggang adalah kerugian besar. Ulama menyebut bahwa menunda adalah “harta orang-orang bangkrut.” Jika tidak hati-hati, kerugian ini akan terus bertambah.
Contoh Ulama yang Memanfaatkan Waktu
Para ulama salaf memberikan teladan luar biasa dalam memanfaatkan waktu. Abdullah bin Abdil Malik pernah bercerita:
“Saat kami berjalan bersama ayah kami di atas tandunya, dia berkata, ‘Bertasbihlah sampai ke pohon itu.’ Kami pun bertasbih. Lalu dia menunjuk pohon lain dan berkata, ‘Bertakbirlah sampai ke pohon itu.’ Kami pun bertakbir.” (Az-Zuhud li Ahmad bin Hambal, 3/321)
Betapa mereka menjaga lisan mereka dengan dzikir, bahkan dalam perjalanan singkat.
Waktu Adalah Pedang
Imam Asy-Syafi’i pernah mendapat nasihat dari seorang saleh:
“Aku pernah bersama orang-orang saleh. Aku tidak mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Salah satunya, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya, maka ia akan memotongmu.” (Al-Jawabul Kafi, hlm. 109)
Hasan Al-Bashri juga mengingatkan:
“Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Ketika satu hari berlalu, maka hilang pula sebagian dirimu.” (Hilyatul Awliya’, 2/148)
Semoga Allah memudahkan kita untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai waktu kita habis untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Mari jauhi sikap menunda-nunda, karena waktu yang terlewat tidak akan pernah kembali. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News