*)Oleh: Nurul Adam Arifin, M.Pd
Sekretaris PCM Bumijawa | Anggota Korp Mubaligh PDM Tegal
Dalam kehidupan seorang Muslim, dua konsep fundamental yang sering menjadi pusat perbincangan adalah hidayah (petunjuk dari Allah) dan istikamah (keteguhan dalam menjalankan kebenaran). Hidayah adalah anugerah ilahi yang membuka hati manusia kepada kebenaran, sementara istikamah adalah komitmen individu dalam mempertahankan jalan yang telah ditunjukkan oleh hidayah tersebut. Kedua hal ini saling berkaitan, di mana hidayah menjadi titik awal perjalanan spiritual seseorang, dan istikamah menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam menjaga konsistensi di jalan yang lurus.
Hidayah: Cahaya dalam Kegelapan
Hidayah berasal dari kata hada-yahdi, yang berarti memberi petunjuk. Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:
“Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 178)
Ayat ini menunjukkan bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah. Tidak ada manusia yang bisa memberi hidayah kepada orang lain jika Allah tidak menghendakinya. Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri tidak dapat memberikan hidayah kepada pamannya, Abu Thalib, meskipun beliau sangat menginginkannya.
Namun, ini tidak berarti manusia pasif dalam menerima hidayah. Hidayah memiliki beberapa tingkatan, salah satunya adalah hidayah taufik, yaitu hidayah yang diberikan kepada seseorang yang berusaha mencarinya. Allah ﷻ berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami, niscaya Kami akan memberi mereka petunjuk kepada jalan-jalan Kami.” (QS. Al-Ankabut: 69)
Ayat ini menegaskan bahwa hidayah juga memerlukan upaya. Hati yang bersih, usaha dalam mencari ilmu, serta kesungguhan dalam beribadah dapat menjadi faktor yang mendekatkan seseorang pada hidayah.
Keistikamahan: Ujian yang Sesungguhnya
Istikamah berasal dari kata qaama yang berarti tegak atau lurus. Dalam konteks spiritual, istikamah berarti konsistensi dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, tanpa terpengaruh oleh keadaan atau tantangan yang dihadapi.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh seorang sahabat:
“Wahai Rasulullah, katakan kepadaku satu nasihat dalam Islam yang tidak perlu aku tanyakan lagi kepada siapa pun setelah engkau.” Beliau menjawab, ‘Katakanlah: Aku beriman kepada Allah, kemudian beristikamahlah!'” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa istikamah adalah ujian yang sebenarnya setelah seseorang mendapatkan hidayah. Banyak orang yang mendapatkan hidayah, namun tidak semua mampu menjaganya dalam jangka panjang. Godaan dunia, ujian hidup, serta bisikan setan sering kali membuat seseorang goyah dan kembali ke kebiasaan lamanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, istikamah bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti:
- Istikamah dalam Ibadah
Konsistensi dalam melaksanakan shalat lima waktu, membaca Al-Qur’an, berzikir, dan melakukan amal ibadah lainnya adalah bentuk istikamah yang paling mendasar. Banyak orang yang semangat di awal, tetapi seiring berjalannya waktu, semangat itu menurun.
- Istikamah dalam Akhlak
Menjadi pribadi yang jujur, amanah, sabar, dan tidak mudah tergoda oleh hawa nafsu adalah tantangan besar. Di era modern yang penuh dengan fitnah dan godaan, menjaga akhlak mulia adalah bagian dari istikamah yang membutuhkan kesabaran.
- Istikamah dalam Dakwah dan Kebaikan
Bagi seseorang yang sudah mendapat hidayah dan ingin berbagi kebaikan dengan orang lain, istikamah dalam berdakwah juga sangat penting. Tidak jarang orang yang awalnya aktif berdakwah menjadi lelah atau merasa tidak dihargai, sehingga mundur dari perjuangan.
Faktor Pendukung Keistikamahan
Agar istikamah tetap terjaga, ada beberapa hal yang bisa dilakukan:
- Memperkuat Keimanan
Keimanan yang kuat menjadi fondasi utama dalam menjaga istikamah. Ini bisa diperkuat dengan memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, serta selalu mengingat kematian dan akhirat.
- Berkumpul dengan Orang Saleh
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap seseorang. Berkumpul dengan orang-orang saleh akan membantu seseorang tetap berada di jalur yang benar, sementara lingkungan yang buruk dapat menggoyahkan keistikamahan.
- Berdoa Memohon Keteguhan Hati
Rasulullah ﷺ sendiri sering berdoa:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَىٰ دِينِكَ
“Ya Muqallibal qulub, tsabbit qalbi ‘ala dinik.”
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” (HR. Tirmidzi)
Jika Rasulullah ﷺ saja berdoa seperti ini, apalagi kita yang imannya jauh lebih lemah. Oleh karena itu, doa menjadi salah satu cara penting dalam menjaga istikamah.
Baca juga: Menjaga Hidayah Allah
- Menyadari bahwa Istikamah Adalah Perjuangan Seumur Hidup
Istikamah bukan sesuatu yang bisa dicapai dalam sehari atau dua hari, melainkan proses panjang yang penuh dengan tantangan. Kesadaran akan hal ini akan membuat seseorang lebih siap dalam menghadapi ujian.
Hidayah adalah anugerah, sementara istikamah adalah perjuangan. Mendapatkan hidayah adalah langkah awal, tetapi menjaga dan merawatnya melalui istikamah adalah ujian sesungguhnya. Banyak orang yang tersentuh oleh hidayah, tetapi tidak sedikit yang gagal menjaga keteguhan hati dalam menjalaninya.
Dengan terus memperkuat iman, menjaga lingkungan yang baik, serta selalu berdoa kepada Allah, kita bisa tetap berada di jalan yang lurus hingga akhir hayat. Semoga Allah senantiasa memberikan kita hidayah dan menguatkan kita dalam istikamah, agar kelak kita bisa kembali kepada-Nya dalam keadaan ridha dan diridhai.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istikamah, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Ahqaf: 13). (*)