Ramadan bukan sekadar bulan puasa, tetapi juga momentum untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah dan pemahaman Al-Qur’an. Hal ini ditekankan oleh Ustaz Afifun Nidlom, S.Ag., M.Pd, MH dalam tausiyah Ramadan yang disampaikannya di Masjid Al Badar, Jalan Kertomenanggal, Surabaya, pada Ahad (9/3/2025) malam.
Dalam tausiyahnya, Ustaz Afifun Nildom menekankan bahwa Ramadan adalah bulan istimewa bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dia juga mengisahkan momen penuh haru saat Rasulullah Muhammad saw menjelang wafat, di mana beliau terus menyebut “umatku, umatku, umatku” dengan penuh kasih sayang dan kepedulian.
“Kisah ini menggambarkan betapa besar perhatian Rasulullah kepada umatnya, bahkan di saat-saat terakhir hidupnya. Malaikat Jibril pun turun dan menanyakan apakah Rasulullah ingin tetap bersama umatnya atau kembali kepada Allah SWT. Rasulullah memilih kembali kepada Allah setelah memastikan umatnya berada dalam lindungan-Nya,” ujar wakil sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim itu.
Selain itu, Ustaz Afifun Nidlom juga menyoroti pentingnya memahami Al-Qur’an. Ia mengutip riwayat yang menyebutkan tiga golongan manusia dalam menyikapi Al-Qur’an.

“Pertama, orang yang tidak membaca Al-Qur’an karena malas. Kedua, mereka yang membaca tetapi tidak memahami maknanya. Ketiga, mereka yang membaca dan memahami Al-Qur’an, tetapi tidak mengamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Golongan terakhir ini disebut ‘Mahjurun,’ yaitu mereka yang telah meninggalkan Al-Qur’an meskipun membacanya,” jelasnya.
Nabi Muhammad saw mengabarkan bahwa sikap umatnya terhadap Al-Qur’an itu ada empat kategori.
Pertama, seperti buah utrujah, harum baunya dan rasanya enak. Orang mukmin yang gemar membaca Alquran dan dia gemar mengamalkan seperti buah utrujah (Baunya wangi dan rasanya enak)
Kedua, seperti buah kurma, tidak beraroma tetapi rasanya enak ketika dimakan. Orang beriman tidak mahir membaca Al-Qur’an, namun mengamalkan tuntunan Al-Qur’an.
Ketiga, seperti buah rayhan, beraroma wangi namun pahit saat dimakan. Orang yang mahir membaca Al-Quran tetapi tidak mengamalkan ajaran Al-Qur’an.
Keempat, seperti buah handolah, beraroma busuk dan rasanya pahit. Penggambaran umat Nabi Muhammad saw yang malas membaca Al-Qur’an tidak merdu saat melantunkannya, pribadinya juga tidak menyenangkan dalam pergaulan
Di bulan Ramadan, lanjutnya, umat Islam dianjurkan untuk lebih mendekatkan diri kepada Al-Qur’an dengan membaca, memahami, dan mengamalkannya.
“Rasulullah sendiri meningkatkan intensitas membaca Al-Qur’an di bulan Ramadan, bahkan Malaikat Jibril turun untuk menyimak bacaan beliau,” tambahnya.
Ustaz Afifun Nidlom mengajak jamaah menjadikan Ramadan sebagai momentum untuk semakin mencintai dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
“Pentingnya membaca dan mengamalkan Al-Qur’an tidak hanya berlaku di bulan Ramadan, tetapi juga sepanjang kehidupan seorang Muslim. Mari kita jadikan bulan suci ini sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dengan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup kita,” kata dia.
Pada ujungnya, Ustaz Afifun Nidlom menegaskan bahawa orang yang mengabaikan Al-Qur’an pada haikatnya adalah orang yang terabaikan (Mahjurun). (wh)