*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Persatuan umat hanya bisa terwujud ketika petunjuk dijadikan sebagai rujukan dan preferensi. Tanpa menjadi petunjuk sebagai rujukan, hanya aka nada persatuan semu. Bani Israil telah dibimbing Nabi Musa dengan mengikuti petunjuk. Mereka bukan hanya terbebaskan dari penindasan Fir’aun, tetapi telah mewarisi Peradaban Mesir yang ditorehkan manusia paling angkuh di muka bumi ini.
Menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk juga telah melahirkan dan mengubah kaum Nabi Yunus yang terselamatkan dari musibah besar. Dengan menyadari kekeliruhannya dan kemudia mengikuti petunjuk Nabi Yunus, maka mereka diselamatkan Allah. Allah pun menyatukan mereka dengan mengembalikan nabinya untuk membimbing dengan petunjuk-petunjuk-Nya.
Petunjuk Allah
Kekuasaan yang dzalim, dengan loyalitas pengikut yang kokoh, tentara yang kuat, dan peradaban yang tinggi, serta dipimpin seorang penguasa yang angkuh, bisa runtuh dengan dentutan tauhid yang dibawakan seorang manusia mandiri yang membawa bekal petunjuk dari Tuhannya.
Petunjuk Allah benar-benar mengubah dunia tradisi kedzaliman berubah menjadi masyarakat yang egalitarian. Dikatakan kedzaliman karena penguasanya memimpin disertasi dengan penindasan sehingga melahirkan perbudakan. Nabi Musa Bersama Harun sanagat percaya diri bisa meruntuhkan penguasa yang pongah dengan satu kalimat, “Agungkan Allah dan takutlah kepada-Nya.”
Kalimat agung yang didakwahkan Nabi Musa kepada manusia paling di dunia ini telah meruntuhkan nyali Fir’aun hingga membuat kerajaannya harus rela menyerahkan berbagai fasilitas gemerlap dunia yang menggiurkan dan menyenangkan. Al-Qur’an berhasil menarasikan bagaimana dahsyatnya petunjuk telah berhasil merekam runtuhnya peradaban yang dibangun di atas penindasan dan perbudakan. Hal itu sebagaimana firman-Nya :
فَأۡتِيَاهُ فَقُولَآ إِنَّا رَسُولَا رَبِّكَ فَأَرۡسِلۡ مَعَنَا بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَلَا تُعَذِّبۡهُمۡ ۖ قَدۡ جِئۡنَٰكَ بِـَٔايَةٖ مِّن رَّبِّكَ ۖ وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىٰ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلۡهُدَىٰٓ
Artinya:
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Firaun ) dan katakanlah, “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhan-mu, maka lepaskanlah Bani Isra’il bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhan-mu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. (QS. Ţāhā : 47)
Tegaknya tauhid juga dilakukan oleh Nabi Harun ketika ditinggal Nabi Musa satu satu keperluan penting menghadap Allah. Sepeninggal Nabi Musa, Nabi Harun pun menegaakkaan kalimat tauhid di tengah kaumnya yang menyembah patung sapi. Kaumnya bahkan mengancam akan membunuh Nabi Harun karena upaya penjagaannya dalam menegakkan petunjuk tauhid.
Ketika Nabi Musa datang dan mendapati kaumnya menyembah patung sapi, maka dia pun marah karena Nabi Harun dianggap membiarkan praktek penduaan kepada Allah. Nabi Harun pun membela diri dan menyampaikan bahwa dirinya terus memegang amanat. Amanat itu dengan menegakkan petunjuk dengan mengingatkan pentingnya tauhid. Namun dirinya justru mengalami upaya pembunuhan dari kaumnya. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
قَالَ يَبۡنَؤُمَّ لَا تَأۡخُذۡ بِلِحۡيَتِي وَلَا بِرَأۡسِيٓ ۖ إِنِّي خَشِيتُ أَن تَقُولَ فَرَّقۡتَ بَيۡنَ بَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ وَلَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِي
Artinya:
Harūn menjawab, “Hai putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), “Kamu telah memecah antara Bani Isra’il dan kamu tidak memelihara amanatku”. (QS. Ţāhā :94)
Beriman : Menyelamatkan Dari Musibah
Mengikuti petunjuk dan beriman hanya kepada Allah bukan hanya memberi jaminan kehidupan, tetapi menyelamatkan dari berbagai musibah dan binasa. Allah memberi peumpamaan kaum Nabi Yunus yang hampir terkena musibah besar, tetapi menyadari kekeliruhannya dengan kembali Allah, sehingga mengubahnya menjadi masyarakat yang terselamatkan.
Hal ini berbeda dengan kaum-kaum yang terus bergelimang dalam melawan petunjuk sebagaimana terjadi pada kaum Nabi Hud, Shalih, Luth, Syu’aib. Mereka menolak petunjuk dan secara frontal melawan pesan tauhid dari nabinya. Allah pun mengabadikan hal itu dengan menunjukkaan fakta bahwa beriman akan menjamin keselamatan dan menghindarkan musibah. Hal ini direkam dengan baik sebagaimana firman-Nya :
مَآ ءَامَنَتۡ قَبۡلَهُم مِّن قَرۡيَةٍ أَهۡلَكۡنَٰهَآ ۖ أَفَهُمۡ يُؤۡمِنُونَ
Artinya:
Tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman yang Kami telah membinasakannya sebeIum mereka, maka apakah mereka akan beriman? (QS. Al-‘Anbiyā :6)
Bahkan Allah pun mengancam masyarakat yang mengabaikan petunjuk, mengalami hidup yang sempit. Ketika petunjukdatang, mereka membutakan diri, pura-pura tak melihatnya, menyumbatkan telinganya, menutup hatinya. Mereka membuang petunjuk dengan berpura-pura buta, tuls, dan masa bodoh. Al-Qur’an juga mengabarkan bahwa mereka akan dikumpulkan dalam keadaan buta ketika di hari kiamat. Hal ini ditulis sebagaimana firman-Nya :
وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ
Artinya:
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Ţāhā : 124)
Bahkan Allah pun mengancam akan menempatkan para penentang petunjuk dengan menyiapkan tempat khusus yang menghinakannya. Layak apabila para penentang petunjuk dihinakan karena Allah sang pemilik kekuasaan, pencipta langit-bumi serta pemberi jaminan kehidupan, tetapi manusia justru. Fir’aun merupakan contoh manusia yang pernah melakukan kebodohan besar dengan mengaku sebagai Tuhan. Allah pun mengancam dan menyiapkan tempat dan siksaan khusus. Hal ini sebagai abalasan atas kejahatan besarnya. Pelaku kejahatan besar ini akan mengalaminya sebagaimana diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :
وَمَن يَقُلۡ مِنۡهُمۡ إِنِّيٓ إِلَٰهٞ مِّن دُونِهِۦ فَذَٰلِكَ نَجۡزِيهِ جَهَنَّمَ ۚ كَذَٰلِكَ نَجۡزِي ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya:
Dan barang siapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya Aku adalah tuhan, selain dari Allah”, maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam; demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zalim. (QS. Al-‘Anbiyā : 29)
Mengaku diri sebagai Tuhan, padahal dirinya lemah dan tak berarti apa-apa, sehingga pantas Allah menempatkannya sebagai penghuni neraka Jahannam. Ini merupakan bentuk balasan setelah melakukan kedzaliman yang amat besar. Mengikuti petunjuk dengan mentauhidkan Allah, bukan hanya akan menyatukan umat, tetapi menghindarkan musibah dan mendatangkan keselamatan di dunia dan akhirat. (*)
Surabaya, 2 April 2025