*)Oleh: Siti Aliffah
Peserta Sekolah Tabligh, Wonosobo
Perjalanan manusia menggunakan kendaraan untuk mengadakan wisata adalah hal yang menjadi keinginan kebanyakan manusia saat ini. Namun berbeda dengan perjalanan Nabi Muhammad dalam menerima perintah salat yang dinamakan dengan Isra Mikraj.
Isra Mikraj adalah dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu malam. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Sebab, pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam. Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah.
Peristiwa Isra Mikraj termaktub dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,
- Surat Al Isra ayat 1.
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
- Surah An-Najm Ayat 13-18
Surat An-Najm ayat 13 sampai 18 mengisahkan pertemuan Nabi dengan malaikat jibril di Sidratul Muntaha. Surat An-Najm ayat 13-18 menceritakan kisah tentang bagaimana Rasulullah SAW naik ke langit hingga ke sidratul muntaha dan melihat wujud malaikat Jibril dalam keadaan aslinya.
Umumnya para ulama tafsir menyebutkan bahwa ayat inilah yang menyebutkan dengan tegas peristiwa miraj Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman:
وَلَقَدْ رَآهُ نزلَةً أُخْرَى 13 عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى 14 عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى 15 إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى 16 مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى17 لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى 18
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratilmuntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. ( QS An-Najm : 13-18)
Kisah Isra Mikraj Nabi Muhammad juga tertera di dalam Hadis yang menjelaskan tentang Isra Mkraj diantaranya hadis dari Anas bin Malik RA,
عَنْ أَنَسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِالْبُرَاقِ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ مُسْرَجًا مُلْجَمًا لِيَرْكَبَهُ، فَاسْتَصْعَبَ عَلَيْهِ، فَقَالَ لَهُ جِبْرِيلُ: مَا يَحْمِلُكَ عَلَى هَذَا؟ فَوَاللَّهِ مَا رَكِبَكَ قَطُّ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ مِنْهُ. قَالَ: فارفضَّ عَرَقًا.
Artinya: Dari Anas RA, bahwa didatangkan kepada Nabi Muhammad SAW hewan Buraq di malam melakukan Isra. Buraq itu telah diberi pelana dan tali kendali untuk dinaiki Nabi Muhammad, tetapi Buraq sulit untuk dinaiki. Maka Jibril berkata kepadanya, “Apakah yang mendorongmu bersikap demikian? Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu lebih dimuliakan oleh Allah SWT daripada orang ini.” Setelah itu Buraq mengucurkan keringatnya.
Dengan peristiwa isra Mikraj yang kisahnya diabadikan dalam Al Qur’an dan dikisahkan dalam hadis, bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga. Karena ketika inilah salat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini.
Dari Al Qur’an dan Sunnahnya tersebut di atas, terdapat nilai nilai karakter dalam kepemimpinan, diantaranya :
- Sebagaimana tercermin dari ayat yang mengemukakan peristiwa Isra Mikraj, yang dimulai dengan ”tasbih”, juga peristiwa pembersihan dada Nabi dengan air zamzam ditambah dengan wudlu, maka dalam sebuah kepemimpinan diperlukan menjaga akhlakqul karimah.
- Belajar dari sejarah. Hal ini berkenaan dengan nilai nilai para pemimpin masa lampau yang telah berhasil dari kepemimipinanya, maka perlu dipertahakankan dan mengambil nilai nilai yang baru yang lebih baik. Dalam ungkapan kaidah fiqh, ”Memelihara nilai lama yang baik dan mengambil nilai baru yang lebih baik” (Al-muhafazah ‘ala al-qadim al-shalih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah.
- Kepemimpinan berjalan dengan baik ketika ada keteladanan dari pemimpin.
- Hendaknya kebijakan seorang pemimpin membumi kepada hati dan kebutuhan yang dipimpinya. Pemimpin mementingkan kepentingan yang dipimpin serta memberikan kebijakan yang bisa dilaksanakan yang tidak melewati batas kemampuan yang dipimpin. Dalam peristiwa Isra Mikraj, hal itu telah diteladankan Nabi saw, ketika beliau sudi kembali (turun) ke bumi setelah bertemu Allah. Padahal pertemuan dengan Allah-lah cita-cita dan tujuan umat manusia, terlebih kaum sufi (para ”pencari Tuhan”). Kembalinya Rasulullah ini dimaksudkan untuk menyelamatkan nasib umat manusia (rahmatan lil’alamin). Maka dalam konteks ini, kebijakan yang membumi, mutlak diperlukan. Sebagaimana kaidah fiqh yang mengatakan, ”Kebijakan pemimpin itu akan senantiasa berlandaskan pada kemaslahatan untuk rakyat” (Tasharrufu al-imam ‘ala ar-raiyyah manutun bi al-mashlahah).
- Amanat Rasulullah saw untuk menegakkan salat, pada dasarnya merupakan suatu simbolisme yang mengajarkan prinsip kepemimpinan, yakni pola hubungan antara hamba (manusia) kepada Tuhannya dan antara manusia dengan sesamanya. Dalam ajaran salat, seseorang yang hendak melaksanakannya, diwajibkan terlebih dahulu berwudlu atau dalam keadaan suci. Pelaksanaan salat itu sendiri, dimulai dengan mengagungkan Asma Allah (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan doa keselamatan bagi segenap umat manusia (salam).
Mudah mudahan bermanfaat.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News