Puasa, Ibadah Alam Semesta yang Membawa Ketakwaan

Puasa, Ibadah Alam Semesta yang Membawa Ketakwaan

Oleh: Chalid Utomo
Anggota KMM Sidoarjo

Ramadan 1446 Hijriyah tinggal beberapa jam lagi meninggalkan kita. Ada jejak-jejak yang tersisa yang bisa menjadi bahan renungan, salah satunya adalah tentang “makan”.

Semua makhluk hidup, terutama manusia, binatang, dan tumbuhan, pasti mengalami siklus alamiah: makan dan minum, buang urine dan feses, istirahat, dan berkembang biak. Itulah kodrat makhluk. Makan adalah salah satu mata rantai vital dalam siklus tersebut. Dengan adanya syariat puasa Ramadan bagi umat Muslim, salah satu mata rantai tersebut dihentikan sementara selama 12 atau 13 jam sehari selama sebulan penuh oleh Sang Maha Pencipta.

Bila kita renungkan, pasti itu ada tujuannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 183, yaitu supaya umat Islam menjadi lebih “bertakwa”.

Uniknya, ternyata kita tidak sendiri, secara kodrati makhluk-makhluk lain juga berpuasa, sesuai kondisi dan syariat mereka masing-masing.

Sebagai contoh, yang penulis tahu, adalah dunia binatang dan tumbuhan. Kalajengking berpuasa selama 30 hari, unta berpuasa selama 40 hari, burung elang berpuasa selama 150 hari, ayam betina berpuasa selama 22 hari, ulat bulu berpuasa selama 15 hari, beruang kutub berpuasa selama 90 hari, hiu berpuasa selama 42 hari, pinguin kaisar berpuasa selama 120 hari, katak berpuasa hingga 16 bulan, ular berpuasa sekitar 21 hari, dan banyak lagi.

Sedangkan tumbuh-tumbuhan berpuasa dalam bentuk dormansi biji, dormansi tunas, dan absisi daun, seperti pada pohon jati, tanaman anggur, pohon kurma, pohon bambu Cina, tanaman selada, pohon mangga, pohon salam, dan sebagainya.

“Masya Allah, Rabbana maa khalaqta haadza baatila, subhaanaka faqina adzaa bannaar.”
Masih banyak makhluk lain yang mungkin juga berpuasa, dan kita secara sains belum mengetahuinya.

Jika demikian kenyataannya, berarti puasa adalah syariat yang tidak hanya dijalani oleh bangsa manusia, namun juga oleh makhluk-makhluk lain di alam ini. Dengan kata lain: “Puasa adalah ibadah alam semesta”.

Pada binatang dan tumbuhan, efek ketakwaan dari puasa wujudnya bisa berupa ganti kulit, ganti bulu, metamorfosis, berkembang biak, atau menjadi lebih sehat.

Sedangkan pada kita manusia, efek ketakwaan karena puasa itu bisa berupa, secara lahiriyah, kita menjadi lebih sehat karena terjadi proses regenerasi sel; dan secara batiniah, antara lain, semakin kuatnya perasaan kedekatan pada Allah SWT (Q.S. Al-Baqarah: 186).

Indikatornya adalah bila disebut nama Allah Ta’ala, maka bergetarlah hati kita, dan bila dibacakan ayat-ayat Allah, baik ayat qouliyah (Al-Qur’an dan Hadis) maupun kauniyah (fenomena alam semesta), iman serta kepasrahan kita pada Allah Azza wa Jalla semakin kuat (Q.S. Al-Anfal: 2).

Namun, bila sebaliknya, atau biasa-biasa saja, maka patut dicurigai bahwa ibadah puasa kita, maupun amal shalih lainnya selama Ramadhan, bermasalah.

Maka, selagi masih ada waktu, bersegeralah bertaubat pada Allah, memperbanyak istighfar, dan mohon maaf dengan doa: “Allahumma innaka afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu’annii”. Kemudian, segeralah membayarkan zakat fitrah untuk diri kita dan keluarga yang menjadi tanggungan kita, agar menjadi pembersih kekurangan-kekurangan ibadah puasa kita. Jika sudah memenuhi nisab dan haul, bayarkan juga zakat maal.

Sempurnakan semuanya dengan memperbanyak infaq dan sedekah. InsyaAllah, semoga Allah Ta’ala menerima amal ibadah kita dan mengizinkan kita merayakan Idulfitri sebagai hamba yang bertakwa.

Taqabballahu minna wa minkum, taqabbal ya Kariem. Aamiin ya Rabbal ‘alamiin. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *