Ramadan adalah bulan penuh berkah yang selalu dinanti oleh umat Islam di seluruh dunia. Bulan ini bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga momen yang tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah dan memperbanyak amal saleh.
Sayangnya, tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk merasakan Ramadan kembali. Oleh karena itu, setiap Muslim hendaknya memanfaatkan bulan suci ini dengan sebaik-baiknya.
Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, KH. Fathurrahman Kamal, dalam kajian tarawih yang berlangsung di Masjid Al Mushannif Tabligh Institute Muhammadiyah pada Kamis (28/2/2025), menekankan pentingnya memanfaatkan Ramadan dengan optimal.
Dalam tausiyahnya, beliau mengingatkan bahwa Ramadan adalah bulan yang penuh dengan ampunan, keberkahan, dan kebahagiaan bagi umat Islam.
“Bulan ini adalah kesempatan emas yang tidak semua saudara kita dapatkan kembali tahun ini. Maka, kita harus benar-benar memanfaatkannya dengan meningkatkan kualitas ibadah dan memperbanyak amal salih,” ujar Kiai Fathurrahman seperti dilansir di laman resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Sabtu (1/3/2025).
Kiai Fathurrahman juga mengingatkan bahwa kegembiraan dalam menyambut Ramadan merupakan teladan yang diwariskan oleh para sahabat Rasulullah saw.
Mengutip pendapat dari ulama besar Ibn Rajab Al-Hanbali, beliau menyampaikan bahwa para sahabat Nabi telah terbiasa berdoa selama enam bulan sebelum Ramadan agar mereka diberi kesempatan bertemu dengan bulan suci ini.
Kemudian, setelah Ramadan berlalu, mereka terus berdoa selama enam bulan berikutnya agar ibadah mereka diterima oleh Allah SWT.
Kegembiraan dalam menyambut Ramadan bukanlah sekadar tradisi, melainkan sebuah bentuk kesadaran spiritual bahwa bulan ini membawa berbagai peluang emas untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Umat Islam diajak untuk tidak hanya menjadikan Ramadan sebagai rutinitas tahunan, tetapi juga sebagai momen transformasi spiritual dan perbaikan diri.
Kiai Fathurrahman juga mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah tentang memiliki banyak harta atau kedudukan tinggi, melainkan terletak pada kedekatan dengan Allah. Sebagai contoh, beliau menceritakan pengalamannya saat mengunjungi Mesir dan melihat jasad Fir’aun yang diawetkan.
“Fir’aun adalah penguasa yang kaya raya dan memiliki kekuasaan mutlak, bahkan mengaku sebagai Tuhan. Namun, apa yang terjadi padanya? Dia tenggelam dan jasadnya kini hanya menjadi tontonan di museum. Lalu, apa gunanya kekayaan jika akhirnya tidak membawa kebahagiaan sejati?” kata beliau.
Kisah ini menjadi peringatan bahwa Ramadan adalah kesempatan bagi setiap Muslim untuk lebih memfokuskan diri pada aspek spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah, daripada terjebak dalam kesibukan duniawi yang sementara.
Lebih lanjut Kiai Fathurrahman menjelaskan bahwa makna puasa lebih dari sekadar menahan lapar dan haus. Puasa merupakan latihan untuk mengendalikan hawa nafsu, memperbaiki diri, dan meningkatkan ketakwaan.
Rasulullah saw bahkan bersabda bahwa jika seseorang masih melakukan perkataan dusta dan perbuatan buruk selama berpuasa, maka Allah tidak memerlukan puasanya.
“Puasa bukan hanya soal tidak makan dan minum, tetapi tentang bagaimana kita mengendalikan diri dari segala hal yang merusak keimanan dan akhlak kita,” tegas dia.
Selain itu, Kiai Fathurrahman juga menyoroti manfaat kesehatan dari puasa. Dengan menjalankan ibadah ini, seseorang dapat mengatur pola hidup yang lebih disiplin, menjaga kesehatan pencernaan, serta meningkatkan daya tahan tubuh.
“Oleh karena itu, puasa seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan,” jabarnya.
Selain meningkatkan ibadah pribadi, Ramadan juga menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian sosial. Di Masjid Al Mushannif, berbagai program sosial telah diselenggarakan, seperti pemberian santunan bagi anak yatim dan bantuan bagi jamaah yang membutuhkan.
Kiai Fathurrahman mengajak semua pihak untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini.
“Ramadan bukan hanya tentang ibadah individual, tetapi juga tentang kepedulian terhadap sesama. Kita harus memastikan bahwa keberkahan Ramadan tidak hanya kita rasakan sendiri, tetapi juga dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan,” ungkap beliau.
Dengan demikian, imbuh dia, Ramadan tidak hanya menjadi momen untuk mendekatkan diri kepada Allah secara pribadi, tetapi juga menjadi kesempatan untuk berbagi kebahagiaan dengan sesama.
Bulan Ramadan adalah anugerah besar yang tidak semua orang bisa rasakan kembali setiap tahunnya. Oleh karena itu, umat Islam harus memanfaatkannya dengan meningkatkan ibadah, memperbanyak amal saleh, dan mempererat kepedulian sosial.
Seperti yang diajarkan oleh para sahabat Rasulullah SAW, menyambut Ramadan dengan penuh kegembiraan dan berusaha menjadikannya sebagai momen perubahan adalah langkah terbaik untuk meraih keberkahan di dunia dan akhirat.
Semoga kita semua dapat menjalani Ramadan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan ketakwaan yang semakin bertambah. Amin. (wh)