Salehin Sebagai Pewaris Bumi

Salehin Sebagai Pewaris Bumi

*)oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

Al-Qur’an mencatat bahwa bumi akan diwarisi oleh orang-orang saleh.  Mereka layak mewarisi sebagai buah atas kesabaran dan ketaatan yang panjang dalam menjalani perintah -dan menjauhi larangan Allah. Mereka benar-benar takut kepada Allah dan menyandarkan hidupnya kepada sang pemilik bumi yang sebenarnya. Ketakutan kepada Allah itu menggerakkan dirinya untuk mengadakan perbaikan atas berbagai keburukan yang nampak maupun tak namak.

Pada akhirnya, orang-orang  saleh mewarisi bumi yang indah ini setelah Allah mengusir dan melenyapkan orang-orang sebelumnya yang berlaku sewenang-wenang. Berlaku sewenang-wenang ketika diberi kekuasaan tanpa melakukan perbaikan, serta menjadi pihak yang mendukung dan pelopor berbagai perilaku menyimpang.

Pewaris sejati

Allah menempatkan manusia di muka bumi ini untuk menjadi pemimpin. Harapan besar ini dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan. Berbagai fasilitas di bumi dipersiapkan untuk mewujudkan tujuan besar itu. Oleh karena itu, manusia dipilih sebagai khalifah untuk menjaga keberlangsungan hidup secara seimbang. Allah pun membimbing mereka dengan aturan untuk mengokohkan kekuasaannya.

Mereka sangat patuh dan taat pada aturan yang telah ditetaapkan Allah padanya. Di bumi sebagai khalifah sekaaligus hamba. Sebagai khalifah karena menjadi pemimpin yang menjadi panutan bagi rakyatnya. Sebagai hamba karena mereka menjadi operator yang menjadikan Allah sebagai pengendalinya. Hamba-hamba-Nya inilah yang akan mewarisi bumi ini, sebagaimana firman-Nya :

وَلَقَدۡ كَتَبۡنَا فِي ٱلزَّبُورِ مِنۢ بَعۡدِ ٱلذِّكۡرِ أَنَّ ٱلۡأَرۡضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ ٱلصَّٰلِحُونَ

Artinya:

Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lawḥ Maḥfūẓ bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh. (QS. Al-‘Anbiyā : 105)

Allah memastikan bahwa bumi yang indah beserta kelengkapannya ini menjadi warisan setelah melakukan perjuangan panjang. Mereka melakukan ketaatan dan kepatuhan hanya kepada Allah. Mereka benar-benar menyerahkan diri kepada-Nya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Mereka hanya takut kepada Allah. Mereka hidup di atas aturan Allah serta takut melakukan pelanggaran. Ancaman bagi pelaku pelanggaran benar-benar mereka tanamkan pada dirinya. hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

وَلَنُسۡكِنَنَّكُمُ ٱلۡأَرۡضَ مِنۢ بَعۡدِهِمۡ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنۡ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

Artinya:

dan Kami pasti akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku” . (QS. Ibrāhīm : 14)

Mereka benar-benar mentauhidkan Allah dan mengagungkan-Nya tanpa menduakan dengan yang lain. Mereka menahan hawa nafsu sehingga terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat seperti menipu, mencuri, korupsi atau mengambil hak orang lain. Mereka benar-benar amanah ketika menjadi pemimpin, serta teguh dalam memegang ajaran yang diajarkan rasul-rasul mereka.

Lenyapnya Kezaliman

Al-Qur’an menunjukkan bahwa sebagian manusia yang diberikan amanah kekuasaan justru lalai dan menggunakannya untuk memperturutkan hwa nafsu. Hal ini membuat bertebaran kemaksiatan di muka bumi ini. mereka berlaku sewenang-wenang. Diperintah untuk menegakkan keadilan, justru berbuat curang, menipu dan berkhianat atas kekuasaannya.

Bahkan mereka menjadi pelopor kejahatan hingga menyengsarakan rakyatnya. Dengan kekuasaannya, mereka melanggengkan dengan bertindak koruptif, menebarkan kebijakan yang merusak hajat hidup orang banyak. Bahkan ancaman dan pembunuhan dihalalkan dalam rangka untuk melanggengkan kekuasaannya. Kekuasaan yang dzalim pun taka da yang bisa menghentikannya, sehingga Allah turun tangan untuk menghentikannya. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لِرُسُلِهِمۡ لَنُخۡرِجَنَّكُم مِّنۡ أَرۡضِنَآ أَوۡ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا ۖ فَأَوۡحَىٰٓ إِلَيۡهِمۡ رَبُّهُمۡ لَنُهۡلِكَنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya:

Orang-orang kafir berkata kepada rasul-rasul mereka, “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Tuhan mewahyukan kepada mereka, “Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang zalim itu, (QS. Ibrāhīm : 13)

Al-Qur’an menggambarkan bahwa Allah turut campur dalam menghentikan kejahatan massif yang tak bisa dihentikan karena kekuasaan yang dipegang manusia dzalim. Allah pun memberi inspirasi kepada hamba-hamba-Nya yang saleh untuk bergerak untuk menghentikan praktek kejahatan.

Fir’aun merupakan contoh manusia yang menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan diri. Dia membangun negaranya dengan serius. Berbagai fasilitas dibangun, mulai dari Gedung-gedung, taman-taman dan mata air yang sangat indah.

Namun dalam memerintah, dia menghalalkan penindasan kepada pihak lain. Bani Israil dijadikan sebagai musuh Bersama, dan menjadikannya sebagai budak. Dalam memimpin, Fir’aun memecah belah dan mengadu domba rakyatnya sehingga kekuasaannya semakin kokoh. Bahkan dia membungkam suara kritis dengan membunuh bayi laki-laki karena takut kekuasaan jatuh.

Bahkan dalam memerintah dengan menggunakan para tukang sihir sehingga pihak mana pun akan terteror, berujung tunduk dan takut kepadanya. Pada puncaknya, dia mengaku sebagai Tuhan karena tidak ada satu pihak pun bisa menghentikan kekuasannya. Di tengah suasana ancaman dan ketakutan itu, maka Allah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk mengingatkan penyimpangannya.

Nabi Musa mengingatkan agar takut kepada Allah dengan menghentikan kedzalimannnya. Alih-alih sadar dan takut, Fir’aun justru merencanakan kejahatan yang lebih besar, yakni melakukan pembunuhan kepada Nabi Musa beserta para pengikutnya. Ketika peringatan diancamkan kepada tak mengubah perilakunya. Kemarau panjang, musibah binatang kutu, belalang, katak hingga darah disaksikan dengan mata kepalanya. Namun justru menuduh Nabi Musa sebagai pemimpin dan gembong sihir.

Atas sikap keras kepala itu, maka Allah pun membinasakannya dengan meneggelamkan ke laut. Allah pun mewariskan kepada Nabi Musa dan para hamba-Nya untuk menerima warisan yang pernah ditinggalkan Fir’aun. Ini sesuai dengan janji Allah bahwa salehin sebagai pewaris bumi. (*)

Surabaya, 4 April 2025

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *