UM Surabaya

Humaid bin Anas meriwayatkan bahwa, “Rasulullah SAW menceraikan Hafsah, dan kemudian dia diperintahkan untuk menerimanya kembali, dan dia melakukannya.”

Uqbah bin Amir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menceraikan Hafsah, putri Umar. Ketika Umar mendengar hal ini, dia menyebarkan pasir di atas kepalanya dan berkata, “Allah tidak akan lagi memperhatikan Umar dan putrinya setelah dia diceraikan Rasulullah SAW.”

Maka Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah SAW keesokan harinya dan memberitahunya, “Allah memerintahkanmu untuk menerima kembali Hafsah sebagai cara untuk menunjukkan belas kasihan kepada Umar (ayahnya).”

Abu Salil, dalam versinya dari riwayat tersebut, mengatakan, “Umar masuk ke tempat Hafsah sambil menangis dan bertanya apakah Rasulullah SAW telah menceraikannya.

Dia berkata padanya, “Dia menceraikanmu sekali dan menerimamu kembali hanya karena diriku. Jika dia menceraikanmu lagi, aku tidak akan pernah berbicara padamu lagi.”

Setelah itu, Hafsah berusaha keras untuk tidak mengganggu Rasulullah SAW lagi sampai beliau meninggal.

Kita perlu mencatat aspek-aspek kepribadian Hafsah yang menjadikannya menjadi teladan yang hebat bagi umat Islam.

Malaikat Jibril menggambarkan Hafsah kepada Rasulullah saw sebagai seseorang yang sering melaksanakan puasa sunah dan salat malam, dan bahwa dia akan menjadi salah satu istri beliau di surga.

Berbeda dengan kebanyakan orang pada saat itu, baik pria maupun wanita, Hafsah bisa membaca dan menulis, sebuah kualitas yang sangat langka di kalangan wanita pada masa itu, bahkan di kalangan pria.

Selain itu, di rumahnyalah lembaran-lembaran kurma, lempengan-lempengan batu, dan bahan-bahan lain di mana Alquran disimpan.

Dia diberi amanah untuk menjaga hal paling mulia dan terbesar yang dapat dimiliki dunia ini, yaitu firman Allah. Tugas ini diberikan padanya karena dia dianggap pantas dan dihormati oleh para sahabat.

Dia diamanahi dengan tugas ini sejak zaman Nabi SAW hingga zaman Utsman. Ketika Utsman memutuskan untuk menyusun Alquran menjadi satu kitab, ayat-ayat yang diamanahi kepada Hafsah dianggap sebagai sumber utama yang dapat diandalkan dalam menjalankan tugas besar dan besar ini.

Hafsah dikenal sebagai penjaga Kitab Allah. Dia menyimpan Alquran di hatinya dan juga di rumahnya.

Setiap kali kita membuka salinan Alquran dan sebelum kita mulai membacanya, seharusnya kita mengingat malaikat yang dipercayakan menurunkan wahyu (Jibril), suara bergema yang dihasilkannya, dampak ayat-ayat tersebut pada hati Rasulullah, dan penulis-penulis wahyu, seperti Ali, Zaid, dan yang lainnya.

Kita harus mengingat Abu Bakar dan Umar dalam penyusunan Alquran, dan keteguhan hati, kepercayaan, dan rasa tanggung jawab Utsman.

Di antara semua nama ini, nama Hafsah, Ummul Mukminin, dan pemeliharaan Kitab Allah ini tidak dapat dilupakan dan harus disebutkan.

Pada awal tahun 44 H, Ummul Mukminin Hafsah meninggal dunia ini dan bergabung dengan orang-orang yang paling dia cintai, suaminya dan Rasulullah SAW serta para sahabatnya. (*)

*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini