UM Surabaya

Mereka menunjukkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an, seperti dalam surat Ar-Rahman ayat 5 dan surat Yunus ayat 5, serta hadis Nabi saw, mendukung kebolehan penggunaan hisab dalam penetapan waktu ibadah.

Allah SWT berfirman: “Matahari dan Bulan beredar menurut perhitungan (husban).” [QS. ar-Rahman: 5].

Ada pula ayat lain: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya bagi Bulan itu manzilah-manzilah, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [QS. Yunus: 5].

Hadis yang menegaskan perintah Nabi saw agar melakukan rukyat di atas merupakan perintah yang disertai illat, yaitu keadaan umat masih ummi atau belum terpelajar.

Oleh karena itu, ketika keadaan tersebut telah berlalu, perintah untuk melakukan rukyat juga tidak lagi berlaku.

Dalam konteks ini, penggunaan hisab menjadi boleh dan bahkan lebih utama untuk dipakai.

Muhammadiyah adalah salah satu yang mendukung dengan kuat kebolehan penggunaan hisab dalam penetapan waktu ibadah.

Persyarikatan mengamini bahwa dalam zaman modern ini, penggunaan hisab semakin diterima luas seiring dengan perkembangan ilmu falak itu sendiri.

Kemajuan dalam pengkajian astronomi telah menimbulkan kesadaran bahwa upaya untuk menyatukan kalender Islam secara global tidak mungkin dilakukan hanya dengan berpegang pada metode rukyat.

Ini disebabkan oleh keterbatasan jangkauan rukyat pada visibilitas pertama, yang tidak mampu mencakup seluruh permukaan bumi.

Dengan demikian, penggunaan hisab dipandang sebagai respons yang sesuai dengan zaman dan kebutuhan umat Islam dalam menjalankan ibadah mereka. (*/tim)

Sumber: muhammadiyah.or.id

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini