*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Tidak gampang berkata subhat, sesat, bid’ah apalagi kafir. Tapi memilih diksi yang santun dan bijak. Ketika ulama salaf berikhtilaf yang dikedepankan adalah adab, bukan tahdzir.
***
Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah artikel tentang pak AR Fachrudin berjudul, Yang Sederhana, Yang Mengena: Dakwah Pak AR.
Saya menemukan satu paragraf menarik:
“Muhammadiyah tidak setuju kalau semua ahli bid’ah itu hanya dicaci-maki, dikutuk, dilaknati, dikatakan masuk neraka dan sebagainya. Menurut Muhammadiyah demikian itu bukan menambah dekat malahan menambah jauh. Muhammadiyah cukup menunjukkan amalan-amalan dan hal-hal yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
Kepada mereka kaum muslimin yang masih suka kepada bid’ah itu adalah terserah mereka, Muhammadiyah akan terus bekerja memberikan penerangan dan penjelasan-penjelasan tentang amal-amal ibadah yang menurut sunnah Rasulullah, menurut Al-Qur’an dan Hadis dan terus mengajaknya,” demikian jelas Pak AR. (K.H. A.R. Fachruddin: 2005)
Selanjutnya saya membaca syarah Himpunan Putusan Tarjih Bab Iman, yang ditulis Ustaz Wahyudi Abdurrahim (PCIM Kairo). Menurutnya, Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih, sangat jarang dalam fatwanya memuat kata bid’ah atau kafir.
Kemudian saya temui tulisan Ustaz Ilham Ibrahim, seorang alumni PUTM yang menulis artikel berjudul, Mengapa Fatwa Tarjih Tidak Setegas Salafi?
Di awal tulisan, menurut Ustaz Ilham, tidak sedikit dosen dan senior Tarjih menyarankan fatwa tarjih sebaiknya menghindari kalimat-kalimat tendensius semisal “Islam tidak pernah mengajarkan…” atau “Rasulullah tidak pernah mencontohkan…”
Hal tersebut demi kenyamanan pembaca, atau yang meminta fatwa. Sebagaimana uraian buya Yunahar, kita ini dai, bukan hakim. Tugasnya mengajak, bukan memvonis dengan berbagai istilah tendensius. Pemilihan kata ini penting, karena seringnya orang merasa tidak nyaman jika kita memakai istilah yang kurang pas di hati mereka.
Dari rangkaian bacaan tersebut, saya iseng menelusuri berbagai fatwa dalam buku-buku Tanya Jawab Agama. Saya cari yang populer saja, yang selalu masyarakat soroti, yang selalu menjadi perbedaan antara Muhammadiyah dengan organisasi Islam lain.
Berikut ini beberapa yang saya telusuri:
Soal hukum mengucapkan selamat natal fatwa Tarjih berpendapat: sesuatu yang dianjurkan untuk tidak dilakukan.
Soal qunut subuh, dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2, halaman 77, majelis tarjih berpendapat hukum qunut subuh diperselisihkan ulama. Dan Lajnah Tarjih memilih untuk tidak melakukannya, karena dalilnya tidak kuat termasuk qunut dalam salat witir.