Soal azan Jumat satu kali, dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 2 halaman 85, Majelis Tarjih berpendapat Muhammadiyah ingin melaksanakan ibadah sesuai dengan yang dilakukan oleh Nabi saw (sedapat mungkin), maka tidak mengamalkan tambahan yang dilakukan di masa Sayidina Utsman ra.
Masih di buku TJA jilid 2, halaman 173, kali ini soal tahlilan atau selamatan 3 hari, 7 hari, 40 hari dst, ketika ada keluarga yang meninggal dunia. Majelis Tarjih Muhammadiyah berfatwa:
“Hadits yang menyuruh melakukan tahlilan 3 hari, 7 hari, dan 40 hari sesudah kematian tidak dijumpai oleh Muhammadiyah. Demikian pula mengadakan tahlilan dengan memasak makanan yang kadang-kadang mengada-adakan bagi orang yang tidak mampu bila kena musibah kematian keluarga juga tidak dijumpai dalam amalan (sunnah) Nabi.”
Soal kirim pahala, Sampai dan tidaknya kirim pahala kepada orang yang sudah meninggal adalah soal khilafiyah ulama. Muhammadiyah berpendapat, yang lebih dekat dengan nash adalah pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i, bahwa menghadiahkan pahala bagi orang lain baik yang masih hidup atau sudah meninggal, tidak sampai.
Fatwa tentang azan di telinga bayi, Muhammadiyah dalam qarar tarjihnya tidak mengamalkan hal tersebut, karena, dalam buku TJA jilid 1 halaman 38, menurut penilaian asy Syuyuthi hadits soal itu lemah.
****
Jadi sejauh ini, pendapat Ustaz Wahyudi dan Ustaz Ilham soal ciri khas pemilihan diksi dalam fatwa tarjih, sudah tepat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News