Memperlakukan Wanita Seperti Diwasiatkan Rasul
foto: 123rf

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِيْ جَارَهُ، وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْئٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah ia mengganggu tetangganya, dan berbuat baiklah kepada wanita. Sebab, mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya.

Jika engkau meluruskannya, maka engkau mematahkannya dan jika engkau biarkan, maka akan tetap bengkok. Oleh karena itu, berbuat baiklah kepada wanita.” (Hadis Riwayat Al-Bukhari (no. 5185) kitab an-Nikaah, Muslim (no. 60) kitab ar-Radhaa’, (II/1091).

Hadis tersebut perintah untuk para suami, para ayah, saudara laki-laki dan lainnya untuk menghendaki kebaikan untuk kaum wanita, berbuat baik terhadap mereka.

Tidak menzalimi mereka dan senantiasa memberikan hak-hak mereka serta mengarahkan mereka kepada kebaikan.

Ini yang diwajibkan atas semua orang berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘alayhi wasallam, “Berbuat baiklah kepada wanita.”

Hal ini jangan sampai terhalangi oleh perilaku mereka yang adakalanya bersikap buruk terhadap suaminya dan kerabatnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Karena para wanita itu diciptakan dari tulang rusuk paling bengkok yang paling atas.

Sebagaimana diketahui, bahwa yang paling atas itu adalah yang setelah pangkal rusuk, itulah tulang rusuk yang paling bengkok, itu jelas.

Maknanya, pasti dalam kenyataannya ada kebengkokkan dan kekurangan. Karena itulah disebutkan dalam hadis lain dalam ash-Shahihain:

( ما رأَيْتُ مِن ناقصاتِ عقلٍ ودِينٍ أذهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحازمِ مِن إحداكنَّ يا معشرَ النِّساءِ ) فقُلْنُ له: ما نقصانُ دِينِنا وعقلِنا يا رسولَ اللهِ ؟ قال: ( أليس شَهادةُ المرأةِ مِثْلَ نصفِ شَهادةِ الرَّجُلِ ) قُلْنَ: بلى قال: ( فذاك نُقصانُ عقلِها أوَليسَتْ إذا حاضتِ المرأةُ لم تُصَلِّ ولم تَصُمْ ) ؟

“Tidak pernah aku melihat yang kurang akal dan agamanya, namun mampu menghilangkan keteguhan lelaki yang teguh, melebihi kalian wahai para wanita.”

Maka para wanita bertanya kepada Nabi: “Apa maksudnya kami kurang akal dan kurang agamanya wahai Rasulullah?”.

Nabi menjawab: “Bukanlah persaksian wanita itu semisal dengan persaksian setengah lelaki?”.

Mereka menjawab: “Ya, benar”. Nabi melanjutkan: “Itulah kurangnya akal. Dan bukanlah wanita jika haid ia tidak salat dan tidak puasa?“ (HR. Bukhari no. 1462, Muslim no. 80).

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menjelaskan kurangnya akal wanita adalah dari sisi ingatannya. Dan bahwasanya persaksian wanita butuh untuk dikuatkan dengan persaksian wanita yang lain.

Ini dalam rangka menguatkan persaksian tersebut karena bisa jadi ia lupa, sehingga bisa membuat persaksiannya ditambah-tambahkan atau dikurangi.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى

“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya” (QS. Al Baqarah: 282).

Ada pun kurangnya agama, yaitu dikarenakan mereka di kala haid dan nifas, mereka meninggalkan salat dan meninggalkan puasa dan tidak mengqada salat.

Ini kekurangan dalam agama. Namun kekurangan ini tidak membuat mereka berdosa dan tercela.

Namun ini pengurangan ini memang dari syariat, dan justru ini merupakan bentuk kasih sayang yang Allah syariatkan terhadap mereka dan kemudahan bagi mereka.

Karena jika ia puasa dalam keadaan haid dan nifas itu bisa membahayakannya.

Maka di antara bentuk rahmat Allah azza wa jalla bagi mereka adalah mereka disyariatkan meninggalkan puasa ketika haid dan nifas dan mengqadanya setelah itu.

Ada pun salat ketika haid, maka ketika itu ada yang menghalanginya dari thaharah (kesucian).

Di antara bentuk rahmat Allah kepada wanita, Ia mensyariatkan bagi mereka untuk meninggalkan salat. Demikian juga ketika nifas.

Kemudian Allah syariatkan mereka untuk tidak perlu mengqada. Karena mengqada salat tersebut sangat sulit, karena salat itu terus dilakukan sehari lima kali.

Dan terkadang jumlah hari haid itu banyak, mencapai 7 atau 8 hari atau bahkan lebih. Dan nifas terkadang mencapai 40 hari.

Maka di antara bentuk rahmat dan kebaikan Allah kepada wanita, Allah gugurkan kewajiban salat dan Allah gugurkan kewajiban mengqadanya.

Maka ini tidak berkonsekuensi bahwa wanita itu kurang akal dan kurang agama dalam segala sesuatu.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kurangnya akal wanita dari sisi tidak kuatnya persaksian mereka.

Dan kurangnya agama mereka dari sisi mereka meninggalkan salat dan puasa di kala haid dan nifas.

Ini tidak melazimkan mereka selalu kurang dari para lelaki dalam setiap hal. Dan tidak melazimkan bahwa lelaki lebih utama dari wanita dalam semua hal. (*/tim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini