Penyelenggara negara seharusnya tidak membuat kebijakan fragmentatif atau memisah-misahkan di dunia pendidikan.
Kebijakan fragmentatif dalam konteks ini adalah kebijakan yang membedakan antara sekolah swasta lebih-lebih yang dikelola oleh Ormas seperti Muhammadiyah, dengan sekolah-sekolah negeri yang dikelola secara langsung oleh negara. Kebijakan tersebut malah seakan-akan membelah.
Berkaca pada sejarah sebelum Indonesia merdeka, lembaga pendidikan yang didirikan dan dikelola oleh ormas ini telah berkiprah mencerdaskan anak-anak bangsa. Misalnya saja Muhammadiyah telah memulai Pendidikan sejak 1912, bahkan KH. Ahmad Dahlan telah memulai sebelum tahun itu.
Maka desain kebijakan negara di bidang Pendidikan mestinya tidak bersifat fragmentasi, memisah-misahkan atau terutama membelah antara negeri dan swasta.
Terkait dengan Program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) untuk Guru, saya tidak menampik bahwa terdapat beberapa sekolah Muhammadiyah yang dirugikan.
Sebab, ada beberapa guru Muhammadiyah yang diterima di program tersebut dan dipindah tugaskan di sekolah lain di luar Muhammadiyah.
Meski demikian, Muhammadiyah akan me-recovery masalah ini. Salah satu cara recovery atas masalah itu adalah dengan memperkuat sinergi dan kolaborasi di tubuh sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Di mana sekolah Muhammadiyah yang sudah maju, akan bersinergi dengan sekolah Muhammadiyah yang menengah dan di bawah.
Sehingga kita bisa mengangkat potensi SDM guru, karena kuncinya Pendidikan juga di guru.
Supaya permasalahan tersebut tidak berulang, pemerintah sebaiknya melakukan dilakukan perubahan regulasi tentang dunia pendidikan yang lebih integratif dan holistik.
Tidak membelah antara sekolah negeri dan swasta. Karena jika regulasi tersebut masih dilanjutkan, akan merugikan Indonesia di masa depan.
Terkait dengan anggaran, pemerintah tidak perlu takut negara akan merugi. Sebab anggaran yang disalurkan ke sekolah-sekolah swasta akan kembali kepada putra-putri bangsa dan mereka akan membangun Indonesia. Hal itu lebih efektif, di mana saat ini anggaran kebobolan korupsi dan inefisiensi.
Lebih-lebih di konstruksi negara demokrasi, di mana pajak itu kan dari warga negara dan warga Muhammadiyah termasuk penyumbang pajak juga.
Jadi kalau negara itu ikut APBN untuk swasta, dengan porsi yang diatur sedemikian rupa, secara demokratis itu mengembalikan anggaran untuk rakyat.
Pendidikan Harus Diakselerasi
Di sisi lain, bangsa Indonesia tidak selalu ketinggalan dari bangsa lain, pemerintah perlu mengakselerasi dunia pendidikan di Indonesia.
Dunia Ke depan yang maju dan berkembang ditentukan oleh riset bukan oleh opini umum maupun visi dan misi verbalistik. Pengembangan visi riset ini harus ditopang oleh Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta.
Perguruan tinggi harus menjadi pelopor dalam pengembangan riset. Bahwa pendidikan itu koheren dengan perkembangan dan kemajuan bangsa.
Jika Indonesia tidak memacu pendidikannya secara akseleratif, tentu bangsa ini akan senantiasa ketinggalan dari bangsa lain.
Kenyataan tersebut menjadi salah satu alasan Muhammadiyah mendirikan lembaga pendidikan dari sekolah sampai perguruan tinggi.
Mudah-mudahan apa yang dilakukan ini bisa memberi kontribusi terbesar Muhammadiyah untuk terus menerus untuk kemajuan dan usaha mencerdaskan bangsa.
Oleh karena itu, saya mengapresiasi UAD yang tercatat sebagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Indonesia peringkat pertama untuk kategori penelitian yang dirilis oleh SCImago Institutions Rankings (SIR) pada 2023.
Terdapat 3 indikator utama yang digunakan dalam proses pemeringkatan tersebut, yaitu penelitian (50 persen), inovasi (30 persen), dan dampak sosial (20 persen).
Tiga indikator itu didukung sejumlah aspek penilaian, seperti high quality publication dan international collaboration untuk indikator penelitian, innovation knowledge and patents untuk indikator inovasi, serta inbound links dan web size untuk kategori dampak sosial.
Pembangunan kampus ini sebenarnya momentum mengakselerasi misi pendidikan kita, agar bisa menghasilkan SDM berkualitas.
Dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk di kawasan ASEAN, kualitas SDM Indonesia masih kalah. Maka akselerasi pendidikan di Indonesia adalah kunci yang mendesak untuk digunakan membuka gerbang kemajuan dan beranjak dari ketertinggalan.
Usaha pendidikan harus diakselerasi secara dinamis, bahkan secara progresif. Dan PTM–UAD sudah siap. (*)
(Disampaikan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir di sela acara Ground Breaking Kampus 1 Unit B UAD, 14 Mei 2023)