Paradoks Penyediaan Alat Kontrasepsi
Syahrul Ramadhan
UM Surabaya

*) Oleh: Syahrul Ramadhan, SH, M.Kn,
Sekretaris LBH AP PD Muhammadiyah Lumajang

Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi usia pelajar dengan tujuan menekan angka stunting dan mempromosikan kesehatan reproduksi.

Akan tetapi,  kebijakan ini menimbulkan paradoks dalam perspektif sila kesatu Pancasila dan prinsip maqashid syariah.

Sila Kesatu Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila kesatu Pancasila menegaskan pentingnya pengakuan dan penghormatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kebijakan kesehatan.

Dalam konteks penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar, terdapat ketegangan antara kebijakan pemerintah dan nilai-nilai agama.

Kebijakan ini mungkin dianggap bertentangan dengan ajaran agama yang menekankan pentingnya menjaga kesucian dan menunda aktivitas seksual sampai pernikahan.

Dalam perspektif Pancasila, perlunya kebijakan yang sejalan dengan nilai-nilai religius dan moral menjadi sangat penting.

Prinsip Maqashid Syariah

Maqashid syariah adalah prinsip-prinsip tujuan syariah yang mencakup perlindungan terhadap lima aspek utama: agama (din), jiwa (nafs), akal (aql), keturunan (nasl), dan harta (mal).

Kebijakan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dapat dianalisis dalam konteks maqashid syariah sebagai berikut:

1. Perlindungan Terhadap Kesejahteraan Umum (Maslahah):

Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan dan sosial terkait kehamilan remaja, serta mengatasi masalah stunting.

Stunting, yang merupakan gangguan pertumbuhan pada anak, sering kali terkait dengan masalah gizi dan kesehatan yang buruk.

Dengan mengurangi kehamilan yang tidak direncanakan pada usia dini, diharapkan masalah stunting dapat ditekan.

2. Perlindungan Terhadap Keturunan (Nasl):

Dalam maqashid syariah, perlindungan terhadap keturunan merupakan hal yang penting. Kebijakan ini, jika dilihat dari sudut pandang ini, bertujuan untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk kehamilan dini dan memastikan mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

3. Perlindungan Terhadap Jiwa (Nafs):

Penyediaan alat kontrasepsi dapat dianggap sebagai upaya untuk melindungi jiwa pelajar dari stres dan trauma yang mungkin timbul akibat kehamilan yang tidak diinginkan.

Namun, ada risiko bahwa kebijakan ini dapat mempengaruhi moral dan psikologis remaja jika tidak disertai dengan pendidikan seks yang komprehensif.

Relevansi dengan Angka Stunting

Stunting merupakan salah satu indikator kesehatan yang menunjukkan adanya masalah dalam pemenuhan gizi dan kesehatan anak.

Angka stunting yang tinggi di Indonesia menunjukkan adanya masalah dalam pengasuhan dan kesehatan ibu serta anak.

Kebijakan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dapat dianggap relevan jika kebijakan tersebut mengurangi angka kehamilan remaja yang seringkali menyebabkan malnutrisi dan stunting.

Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada pelaksanaan yang hati-hati dan dukungan pendidikan yang menyeluruh tentang kesehatan reproduksi dan pengasuhan anak.

Paradoks dalam penyediaan alat kontrasepsi bagi usia pelajar menurut PP No. 28 Tahun 2024 terletak pada ketegangan antara nilai-nilai religius, tujuan kesehatan masyarakat, dan prinsip maqashid syariah.

Kebijakan ini memiliki potensi untuk mengurangi angka stunting jika diimplementasikan dengan bijaksana, tetapi perlu diimbangi dengan pendidikan yang sesuai agar selaras dengan sila kesatu Pancasila dan prinsip maqashid syariah.

Pendekatan yang holistik dan berimbang akan membantu memastikan bahwa kebijakan ini efektif dan sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati masyarakat. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini