Al-Walid bin al-Mughirah al-Makhzumi (bahasa Arab: الوليد بن المغيرة المخزومي, al-Walīd ibn al-Mughīrah al-Makhzūmī) adalah kepala klan Bani Makhzum dari suku Quraisy.
Ia adalah seorang pemuka bangsa Quraisy yang sangat membenci dan merintangi Nabi SAW dan dakwahnya. Pada waktu itu ia terkenal sebagai seorang hartawan, dermawan, dan bangsawan di Kota Makkah dan sekelilingnya.
Pada suatu waktu, ia datang kepada Nabi saw, lalu Nabi saw membacakan beberapa ayat firman Allah. Setelah ia mendengar ayat-ayat itu, tertegunlah ia dan tertariklah perasaannya serta tergeraklah hatinya hendak beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan kepada ayat-ayat Alquran itu.
Setelah ia kembali kepada kawan-kawannya, lalu memberitahukan hal itu dan apa-apa yang telah didengarnya. Oleh sebab itu para kawannya terperanjat dan menganggap bahwa ia telah terkena sihirnya Muhammad.
Oleh sebab itu mereka datang kepada Abu Jahal untuk menceritakan keadaan Walid bin Mughirah.
Setelah Abu Jahal mendengar berita yang demikian, ia segera berkata kepada mereka, “Saya sanggup memenuhi hajat saudara-saudara sekalian; dan sayalah nanti yang akan membereskan perkara ini”.
Kemudian Abu Jahal segera menemui Walid, dan berkata:
“Hai pamanku! Bahwasanya kaummu hendak mengumpulkan harta benda mereka, lalu mereka berikan kepadamu, dengan maksud agar engkau mengganggu Muhammad.
Walid sangat heran mendengar perkataan Abu Jahal yang demikian itu. Maka ia pun tersenyum dan berkata kepada Abu Jahal:
“Sesungguhnya bangsa Quraisy sudah mengetahui bahwa akulah orang yang paling banyak harta bendanya di antara mereka. Mengapa mereka pura-pura akan mengumpulkan harta benda untuk diberikan kepadaku?”
Abu Jahal berkata: “Jika demikian, sudi apalah kiranya engkau mengatakan tentang Muhammad yang menunjukkan, bahwa engkau sungguh mengingkari dan benci kepadanya. Dan sampaikanlah pernyataanmu itu kepada kaummu!”
Permintaan ini oleh Walid dijawab dengan tegas:
وَمَاذَا اَقُوْلُ ؟ فَوَاللهِ مَا فِيْكُمْ رَجُلٌ اَعْلَمُ بِالشّعْرِ مِنّى لاَ بِرَجَزِهِ وَلاَ بِقَصِيْدِهِ مِنّى وَلاَ بِاَشْعَارِ الْجِنّ. وَاللهِ مَا يُشْبِهُ هذَا الَّذِيْ يَقُوْلُ شَيْئًا مِنْ هذَا فَوَاللهِ اِنَّ لِقَوْلِهِ لَحَلاَوَةً. وَاِنَّ عَلَيْهِ لَطَلاَوَةً. وَاِنَّ اَعْلاَهُ لَمُثْمِرٌ وَاِنَّ اَسْفَلَهُ لَمُغْذِقٌ وَاِنَّهُ لَيَعْلُوْ وَمَا يُعْلَى وَاِنَّه لَيَحْطِمُ مَا تَحْتَهُ.
“Apa yang akan kukatakan? Demi Allah! Tidak ada di antara kamu sekalian orang laki-laki yang lebih mengerti dari pada aku tentang syiir-syiir, baik rajaznya maupun qashidahnya dan syiir-syiir jin-pun.
Demi Allah! Tidak ada suatu syiir yang dapat menyamai apa yang dibaca oleh Muhammad! Demi Allah! Sungguh perkataannya adalah sangat manis; dan sungguh susunan katanya adalah sangat indah, dan sungguh di atasnya sangat berbuah; dan sungguh di bawahnya sangat subur; dan sesungguhnya perkataannya adalah sangat tinggi dan tidak ada yang melebihi tingginya; dan sesungguhnya perkataan itu tentu dapat mengalahkan barang apa yang di bawahnya.
Abu Jahal mendengar jawaban Walid seperti itu tentu saja sangat bingung pikirannya; tetapi sebab ia ingat akan kesanggupannya kepada para kawannya tadi, maka ia memberanikan diri untuk menjawab lagi. Ia berkata:
“Wahai paman, kaummu tidak akan rela kepadamu, kecuali jika engkau membenci Muhammad!”.
Kemudian Walid berkata : “Baiklah, aku akan berfikir dahulu”
Pada waktu itu sangat kacaulah kaum musyrikin Quraisy, dimana-mana orang selalu membicarakan Walid bin Mughirah. Ada yang berkata: “Walid sudah keluar dari agamanya yang lama, ia sudah bertukar agama; Walid sudah kena sihir Muhammad, dan lain-lain.”
Para pemuka dan tokoh musyrikin Quraisy yang sangat memusuhi dan merintangi Nabi SAW seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan kawan-kawannya, sangat gelisah sekali memikirkan keadaan Walid tadi.
Sebab orang-orang telah mengetahui bahwa ia adalah seorang yang sangat berpengaruh di kalangan bangsa Quraisy khususnya dan bangsa Arab umumnya.
Pada waktu itu musim haji hampir tiba. Oleh karena itu Walid bin Mughirah menaruh maksud tersembunyi, ia hendak merintangi tersiarnya seruan Nabi SAW dihadapan jamaah Haji nanti.
Ia lalu mengumpulkan orang-orang Quraisy terutama para pemuka dan penganjurnya. Sesudah mereka berkumpul di rumah Walid, mereka satu persatu ditanya oleh Walid tentang pendapat mereka masing-masing terhadap diri Nabi SAW dan apa-apa yang dibaca beliau (ayat-ayat Alquran).
Ketika itu Walid berkata: “Hari ini telah dekat musim haji. Jadi orang-orang dari luar negeri sudah barang tentu banyak yang akan datang kemari. Oleh sebab itu sekarang bagaimana sikap kita untuk menghalang-halangi Muhammad dan seruannya ?
Kita harus menentukan sikap yang tegas, juga kita harus satu pendapat. Sebab jika kita tidak satu pendapat terhadap seruan Muhammad itu, sudah barang tentu kitalah yang akan didustakan oleh para jamaah haji yang tertarik oleh seruannya nanti.
Sebab kita berkeyakinan, bahwa Muhammad nanti pasti mengadakan seruan dan menyiarkan keinginannya kepada para jama’ah Hajji yang datang dari luar negeri, dan di antara mereka tentu ada yang tertarik oleh seruan Muhammad.
Oleh sebab itu, kita harus mempersatukan cara untuk membendungnya dan bersikap tegas untuk menghalang-halangi seruan Muhammad kepada mereka.
“Jadi, sekarang bagaimana pendapat saudara-saudara sekalian terhadap diri Muhammad dan apa-apa yang dibaca serta diajarkannya itu ? Marilah kita bicarakan bersama-sama!”
Ketika itu masing-masing mereka diam. Lalu salah seorang dari mereka berkata : “Kemukakanlah pendapat tuan lebih dahulu! Kami ingin mendengarnya.”
Walid menjawab: “Jangan begitu! Pendapat saudara-saudara dan kawan-kawanlah yang aku minta lebih dulu!”
Kemudian salah seorang dari mereka ada yang menjawab: “Pendapat saya terhadap kata-kata yang kerap kali dibaca oleh Muhammad itu ialah kata-kata yang dibuat oleh seorang kahin”.
Walid menjawab: “Demi Allah! Muhammad itu bukan seorang kahin (tukang ramal). Karena kita telah tahu segala sesuatu yang berkenaan dengan diri tukang ramal, padahal suara tukang ramal itu tidak seperti itu.
Seorang lagi menjawab: “Kata-kata yang sering dibaca oleh Muhammad itu adalah syiir-syiir buatan (karangannya) sendiri.”
Walid berkata: “Demi Allah! Muhammad itu bukan ahli syi’ir, dan yang dibacanya itu bukan syi’ir. Karena kita telah mengerti tentang ahli syiir.
Dan bukankah kita telah mengerti pula tentang syiir-syiir itu? Dan saudara sekalian telah mengetahui bahwa aku ini adalah seorang ahli syiir dan yang mengerti tentang syi’ir dan macam-macamnya.
Seorang lainnya lagi menjawab: “Muhammad itu orang yang gila, dan yang biasa dibacanya itu dari perkataannya sendiri, yang diucapkannya semaunya sendiri, asal lidah dan bibirnya berkata-kata saja, dengan tidak berpikir lebih dulu.”
Walid berkata: “Demi Allah! Muhammad itu sungguh bukan orang gila, bukan pula orang yang miring otaknya. Karena saudara sekalian telah tahu, bahwa jika ia orang gila, sudah tentu ia sering kali mengejar-ngejar orang, memukul orang lain, melempari orang dan sebagainya; dan perkataan-perkataan yang diucapkannya sudah barang tentu tidak teratur.
Padahal perkataan-perkataan yang diucapkannya itu adalah sangat teratur, susunan katanya adalah sangat rapi, dan rasa bahasanya amat menarik.
Lalu ada lagi seorang yang berkata: “Pendek kata Muhammad itu adalah seorang yang ahli sihir, sudah!”
Walid berkata: “Demi Allah! Muhammad itu bukan ahli sihir. Karena kita telah mengerti bahwa sihir itu tidaklah demikian, ahli sihir itu tidak seperti itu. Dan siapa yang pernah disihirnya ?”.
Dan ada yang berkata: “Muhammad itu seorang penipu dan pembohong besar!”.
Walid menjawab: “Demi Allah! Muhammad itu bukan seorang penipu dan bukan pula seorang pembohong. Adakah di antara kita yang pernah ditipu atau dibohonginya?
Bahkan kita masing-masing telah mengetahui bahwa Muhammad itu sejak kecil ia telah dikenal Al-Amin. Siapakah di antara saudara-saudara yang tidak kenal bahwa dia itulah Al-Amin?”
Akhirnya, Abu Jahal tampil ke muka menghadap kepada Walid bin Mughirah dengan merendahkan diri dan menampakkan kesusahannya seraya berkata:
“Wahai pamanku! sekarang bagaimana pendapat paman? Wahai pamanku yang tercinta ! Apa yang hendak tuan katakan terhadap diri Muhammad dan yang biasa dibacanya itu ?”
Kemudian orang-orang lain pun sama berkata kepada Walid, seperti yang dikatakan oleh Abu Jahal. Dengan tertegun mereka menanti pendapatnya Walid.
Walid menjawab: “Biarkan aku sebentar; aku hendak berfikir lebih dulu !”
Sebentar kemudian Walid bin Mughirah berkata pula:
اِنَّ اَقْرَبَ الْقَوْلِ فِيْهِ اَنْ تَقُوْلُوْا هُوَ سَاحِرٌ. وَلكِنَّ سِحَْهُ سِحْرٌ يُؤْثَرٌ يَأْثَرُهُ عَنْ غَيْرِهِ. اَمَا رَأَيْتُمُوْهُ ؟ جَاءَ بِقَوْلٍ. هُوَ سِحْرٌ. يُفَرّقُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَاَبِيْهِ، وَبَيْنَ الْمَرْءِ وَوَلَدِهِ وَبَيْنَ الْمَرْءِ وَاَخِيْهِ، وَبَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ، وَبَيْنِ الْمَرْءِ وَ عَشِيْرَتِهِ، وَبَيْنَ الْمَرْءِ وَمَوَالِيْهِ، وَبَيْنَ الْمَرْءِ وَصَدِيِقْهِ.
Sesungguhnya dalam perkara ini yang lebih dekat kebenarannya ialah yang bahwa kamu berkata : “Dia (Muhammad) itu tukang sihir; tetapi sihirnya adalah sihir yang membekas pada orang lain.
Tidakkah kamu sekalian telah melihat, ia datang dengan membawa perkataan, itulah sihir, lalu dapat menceraikan antara seseorang dan bapaknya, antara seseorang dan anaknya antara seseorang dan saudaranya, antara seseorang dan istrinya, antara seseorang dan familinya, antara seseorang dan budaknya dan antara seseorang dan temannya.
Setelah mereka mendengar pendapat Walid demikian itu, dengan segera mereka menjadi riuh, dan sebahagian berteriak-teriak, karena kegirangan mereka kepada Walid. Dan seketika itu juga lenyaplah kegelisahan dan hilanglah kesusahan mereka yang sudah beberapa hari mereka rasakan.
Sehubungan dengan peristiwa tersebut Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW QS. Al-Muddatstsir : 11 s/d 30.
ذَرْنِىْ وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَجَعَلْتُ لَه مَالاً مَمْدُوْدًا. وَبَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَمَهَّدْتُ لَه تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ اَنْ اَزِيْدَ. كَلاَّ اِنَّه كَانَ ِلايتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُه صَعُوْدًا. اِنَّه فَكَّرَ وَقَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَ. ثُمَّ اَدْبَرَ وَاسْتَكُبَرَ. فَقَالَ اِنْ هذَا اِلاَّ سِحْرٌ يُؤْثَرُ. اِنْ هذَا اِلاَّ قَوْلُ الْبَشَرِ. سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ. وَمَا اَدْرـكَ مَا سَقَرُ. لاَ تُبْقِى وَلاَ تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ. المدثر:11-30
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku berikan kepadanya harta yang banyak, dan anak-anak selalu bersamanya, dan Ku lapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin supaya Aku menambahnya.
Sekali-kali tidak (akan Aku tambah), karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami. Aku akan menyuruhnya mendaki pendakian yang tinggi. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), maka celakalah dia ! Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian celakalah dia!
Bagaimanakah dia menetapkan?, kemudian dia memikirkan, sesudah itu dia bermasam muka dan cemberut, kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri, lalu dia berkata: “Alquran ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari, ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”.
Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu ? Saqar itu tidak ada yang ditinggalkannya dan tidak ada yang dibiarkannya. (Neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (Al-Muddatstsir : 11- 30).
Selanjutnya setelah mereka mendengar dan menyetujui pendapat Walid tersebut, maka dengan itu bersatulah mereka hendak membendung dan menghalang-halangi dakwah Nabi SAW yang diserukan kepada orang-orang yang mengerjakan haji pada masa itu.
Kemudian setelah tiba waktunya orang mengerjakan haji mereka masing-masing di setiap jalan yang dilalui oleh para jamaah Haji selalu menyiarkan perkataan Walid bin Mughirah tadi kepada jemaah Hajji yang datang dari luar negeri. (*/tim)
(Kisah ini diambil dari kitab Wa Syahida Syahidun min Ahliha oleh Raghib as-Sirjani)