Makna Rezeki dalam Perspektif Surat Al-Fajr
UM Surabaya

Oleh: Syahrul Ramadhan, SH, M Kn

Surat Al-Fajr, salah satu surat dalam Al-Qur’an, mengandung banyak pelajaran penting yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, termasuk dalam hal pemahaman tentang rezeki. Ayat 15 hingga 17 dari surat ini memberikan panduan yang mendalam tentang bagaimana seharusnya kita memandang rezeki yang diberikan oleh Allah, serta bagaimana sikap kita terhadap rezeki tersebut mempengaruhi hubungan kita dengan-Nya.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Fajr ayat 15-17:

Adapun manusia, apabila Tuhannya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS. Al-Fajr: 15-16)

Ayat-ayat ini mengandung makna yang mendalam tentang cara pandang manusia terhadap rezeki yang diberikan oleh Allah SWT. Dalam ayat ini, Allah menggambarkan dua kondisi manusia yang berbeda, yakni ketika ia diberikan kelapangan rezeki dan ketika rezekinya dibatasi.

Pemahaman yang Keliru tentang Rezeki

Manusia sering kali beranggapan bahwa kelapangan rezeki adalah tanda kemuliaan dan kasih sayang dari Allah SWT. Ketika seseorang diberikan kelimpahan harta, kesehatan, dan segala kenikmatan dunia, sering kali mereka merasa bahwa itu adalah tanda bahwa Allah sedang memuliakan mereka. Sebaliknya, ketika rezeki menjadi sempit, atau ketika seseorang menghadapi kesulitan, banyak yang beranggapan bahwa hal tersebut merupakan tanda bahwa Allah sedang menghinakan mereka.

Pandangan ini adalah sebuah kesalahan besar dalam memahami hakikat rezeki dan ujian dari Allah SWT. Rezeki yang diberikan oleh Allah, baik itu banyak atau sedikit, adalah bentuk ujian bagi manusia. Kelapangan rezeki menguji sejauh mana manusia bersyukur dan menggunakan rezeki tersebut dalam kebaikan, sementara kesempitan rezeki menguji kesabaran dan keteguhan iman mereka.

Makna Rezeki sebagai Ujian

Dalam Islam, rezeki tidak hanya terbatas pada harta benda, tetapi mencakup segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, termasuk kesehatan, ilmu, dan waktu. Semua ini adalah ujian dari Allah untuk melihat sejauh mana manusia bisa mensyukuri dan menggunakan nikmat tersebut dengan sebaik-baiknya.

Ketika Allah memberikan kelapangan rezeki, itu bukan semata-mata tanda kemuliaan, tetapi juga ujian apakah kita akan menjadi hamba yang bersyukur dan menggunakan rezeki itu untuk kebaikan, atau sebaliknya, menjadi sombong dan melupakan Allah. Sebaliknya, ketika Allah membatasi rezeki, itu bukan tanda kehinaan, melainkan ujian kesabaran dan keikhlasan.

Pentingnya Bersyukur dan Sabar

Surat Al-Fajr mengingatkan kita bahwa dalam setiap keadaan, baik itu kelapangan maupun kesempitan rezeki, kita harus tetap bersyukur dan sabar. Bersyukur ketika diberi kelimpahan, dan bersabar ketika menghadapi kesulitan, karena kedua kondisi tersebut adalah ujian dari Allah SWT. Dalam hal ini, Rasulullah SAW juga menegaskan dalam sebuah hadits bahwa orang yang bersyukur saat diberi kelapangan dan bersabar saat menghadapi kesempitan, sesungguhnya ia berada dalam kebaikan.

Makna rezeki dalam pandangan Islam adalah lebih dari sekadar jumlah harta atau kenikmatan dunia yang kita terima. Rezeki adalah ujian dari Allah SWT untuk mengukur sejauh mana kita bersyukur, bersabar, dan tetap teguh dalam keimanan kita kepada-Nya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu introspeksi dan memperbaiki sikap kita terhadap rezeki yang telah Allah berikan, baik itu dalam kondisi kelapangan maupun kesempitan. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur dan sabar dalam menghadapi segala ujian dari Allah SWT.

Wallahu a’lam bishawab. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini