Mengungkap Jejak Muhammadiyah di Kupang, Tuan Rumah Tanwir 2024 dan Spirit Dakwah di NTT
foto: dok/umk
UM Surabaya

Tanwir Muhammadiyah 2024 akan digelar pada 18-20 November di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pembukaan acara ini bertepatan dengan Milad ke-112 Muhammadiyah, dan keputusan ini diambil dalam Konsolidasi Nasional Muhammadiyah yang diadakan pada 27-28 Juli 2024 di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dalam Rapat Pleno di Yogyakarta pada 29 Agustus 2024, menetapkan tema Tanwir tahun ini: “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua.”

Seiring persiapan menuju Tanwir, mari kita mengenal sejarah panjang Muhammadiyah di NTT, khususnya di Kota Kupang, yang dikenal sebagai ‘Kota Karang’.

Sejarah Muhammadiyah di NTT

Menurut Zainuddin Achied dalam bukunya “Kiprah Perjuangan Muhammadiyah NTT” (2011), dakwah Muhammadiyah di NTT mulai berkembang pada 1930-an.

Daerah pertama yang menerima dakwah adalah Desa Geliting, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka, yang menjadi pintu masuk bagi mubalig Muhammadiyah dari Ende, Bima, Makassar, dan Jawa.

Di Geliting, jejak fisik Muhammadiyah terlihat dari mimbar Masjid Mujahidin yang dibangun oleh Husaini Daeng Maramba, seorang saudagar asal Selayar, Sulawesi Selatan, pada 1937.

Pendirian masjid ini menunjukkan bahwa ajaran Muhammadiyah sudah diterima di daerah tersebut sebelum masjid didirikan.

Muhammadiyah masuk ke berbagai pulau di NTT dengan cara yang berbeda. Di Pulau Sumba, Muhammadiyah diperkenalkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan mubalig dari Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta.

Sedangkan di Kupang, gerakan ini dimulai dengan kegiatan Kepanduan Hizbul Wathan (HW) pada 1950-1960.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini