*) Oleh: Ferry Is Mirza
Dari Anas, dari Nabi Shalallahu Alayhi Wasallam, beliau bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lain, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya jika dilempar ke dalam api neraka.” (Mutafaqun alaihi)
Pelajaran yang Terkandung dalam hadis Ini:
Hadis ini menunjukkan bahwa boleh menggunakan bahasa kiasan (majaz) dalam memberi nasihat, pengajaran, dan berdakwah agar lebih mudah dipahami dan diterima oleh pendengar.
Iman memiliki “rasa manis” yang hanya dapat dirasakan oleh seorang mukmin yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Tidak semua orang bisa merasakan kelezatan iman ini.
“Manisnya iman” dirasakan oleh seorang mukmin yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya, mencintai orang lain karena Allah semata, dan membenci kekufuran sebagaimana ia membenci dilempar ke dalam api neraka.
Sebagian ulama menjelaskan bahwa “manisnya iman” berarti merasakan lezatnya ketaatan kepada Allah, memiliki daya tahan menghadapi rintangan demi meraih ridha-Nya, lebih mengutamakan rida Allah daripada kesenangan duniawi, dan menikmati kecintaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.
Menjadikan Allah dan Rasul-Nya Lebih Dicintai dari yang Lain
Hal pertama yang menghasilkan manisnya iman adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya. Seorang mukmin harus menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya untuk bisa merasakan manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak boleh sekadar biasa-biasa saja; ia harus melebihi dari yang lainnya.
Meski kecintaan kepada Allah adalah yang utama dan tidak boleh dikalahkan oleh yang lain, bukan berarti kita tidak diperkenankan mencintai sesama. Cinta adalah fitrah manusia.
Mencintai kedua orang tua, anak, saudara, sahabat, dan sesama mukmin juga penting. Namun, ketika cinta itu dilandasi karena Allah semata, maka manisnya iman akan semakin terasa.
Jika dua hal pertama berkaitan dengan cinta, maka hal ketiga yang membawa “manisnya iman” adalah membenci. Yakni, membenci kekufuran, khususnya kekufuran yang telah ditinggalkan dan diganti dengan Islam.
Hadis Ini dan Keterkaitannya dengan Al-Qur’an
“Manisnya iman” mengingatkan kita bahwa iman, layaknya sebuah pohon, memiliki buah yang manis yang dapat dirasakan oleh seorang mukmin.
Pohon ini hanya dapat berbuah ketika akarnya kuat dan batangnya kokoh. Karena itu, tidak semua orang bisa merasakan manisnya iman.
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim: 24-25). (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News