*)Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Kalau Al-Qur’an mengabarkan bahwa penciptaan langit dan bumi dilatarbelakangi oleh mulia. Sementara bagi orang kafir, keberadaannya dipandang remeh dan biasa saja. Dua pandangan ini membawa implikasi yang berbeda. Kalau langit dan bumi dipandang sebagai sarana untuk berbuat kemuliaan, maka manusia akan memanfaatkan waktunya untuk berbuat mulia. Hal ini dilatarbelakangi adanya hari pertanggungjawaban. Sebaliknya ketika keberadaan langit dan bumi dianggap sia-sia, maka mereka berbuat apa saja tanpa memperhatikan akibatnya. Hal ini didasarkan ketiadaan hari kebangkitan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kemuliaan Langit-Bumi
Al-Qur’an mengabarkan bahwa penciptaan langit dan bumi memiliki tujuan, dan ada hikmah besar. Sementara penciptaan dua makhluk besar ini ada dengan sendirinya tanpa ada tujuan di balik itu. Hal ini berkonsekuensi penolakan terhadap pencipta keduanya serta tidak mengkonsekuensikan adanya tuntutan untuk berbuat baik. Dengan kata lain, penolakan terhadap keberadaan pencipta alam semesta ini berkonsekuensi bertidak bebas tanpa batas.
Pandangan yang menolak keberadaan pencipta ini melahirkan berbagai tindakan yang tak bertanggung jawab. Praktek-praktek korupsi, perzinaan, perjudian, pembunuhan, dan ketidakadilan berakar dari ketiadaan hari pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا بَٰطِلٗا ۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ۚ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنَ ٱلنَّارِ
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (QS. Şād : 27)
Cara berpikir yang salah dalam memandang hakekat penciptaan langit dan bumi berimplikasi ancaman masuk neraka. Betapa tidak, korupsi dilakukan begitu terbuka sehingga negara dirugikan dan rakyat tidak memperoleh hak, karena uang sudah disalahgunakan. Demikian juga praktik perzinaan sehingga terjadi kerusakan moral atas pelaku dan anak yang dilahirkannya.
Praktik perjudian juga menyebar, sehingga berdampak buruk pada ekonomi dan kehidupan sosial bagi pelakunya. Bahkan praktik pembunuhan dilakukan tanpa mendapatkan hukuman yang setimpal mendatangkan takut bagi semua anggota masyarakat.
Ketidaktahuan akan hikmah penciptaan langit dan bumi akan berakibat buruk. Sementara dalam Al-Qur’an ditunjukkan bahwa keberadaan bumi sangat bermanfaat bagi manusia. Di samping sebagai tempat menetap, juga berfungsi untuk menyemai kebaikan.
Allah menegaskan bahwa di bumi, banyak sekali peluang untuk berbuat kebaikan karena di setiap sudut bumi terdapat petunjuk untuk meniti jalan kebaikan. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya :
ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ مَهۡدٗا وَجَعَلَ لَكُمۡ فِيهَا سُبُلٗا لَّعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ
Yang menjadikan bumi untuk kamu sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan di atas bumi untuk kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. Az-Zukhruf : 10)
Mulia di Bumi
Di bumi ini terdapat gunung, lembah, sungai dan laut yang di dalamnya terhadap berbagaihikmah besar untuk memanfaatkannya dengan baik. Dengan adanya makhluk-makhluk ini manusia membuat karya besar untuk menebar kebaikan dan menegakkan keadilan. Bahkan Al-Qur’an mengabarkan bahwa semua perbuatan manusia baik yang terbuka maupun tersembunyi tercatat dengan baik. Hal ini sebagai bentuk pertanggungjawaban atas segala perbuatannya. Allah mengawasi semua perbuatan manusia dan akan memberi balasan sesuai dengan takaran kebaikan dan keburukan. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
أَمۡ يَحۡسَبُونَ أَنَّا لَا نَسۡمَعُ سِرَّهُمۡ وَنَجۡوَىٰهُم ۚ بَلَىٰ وَرُسُلُنَا لَدَيۡهِمۡ يَكۡتُبُونَ
Apakah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengar rahasia dan bisikan-bisikan mereka? Sebenarnya (Kami mendengar) dan utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami selalu mencatat di sisi mereka. (QS. Az-Zukhruf : 80)
Dengan demikian, tidak ada sejengkal bumi yang diinjak manusia kecuali muncul perbuatan baik dan buruk, dan hal itu tercatat secara rinci dan terabadikan. Bagi mereka yang berbuat baik akan dimuliakan. Manusia pun akan memuliakan dirinya bagi yang mau menebarkan permuatan mulia.
Sebaliknya bagi yang berbuat buruk dan dampaknya membuat kerusakan. Bahkan manusia lain terdampak terkenan keburukan atas perbuatannya. Mereka bukan hanya dibalas dengan keburukan tetapi akan berakhir hina. Al-Qur’an menuturkan bahwa kehinaan dan kebinasaan yang menimpa pada pelaku kemaksiatan dan dosa sangat mengenaskan sehingga langit dan bumi tidak menyesal atau menangisinya. Hal ini termaktub sebagaimana firman-Nya :
فَمَا بَكَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلسَّمَآءُ وَٱلۡأَرۡضُ وَمَا كَانُواْ مُنظَرِينَ
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (QS. Ad-Dukhān : 29)
Perbuatan manusia yang buruk dan tidak membuat langit dan bumi merasa kasihan berakar pada ketidakmampuan dalam mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu menjadi pengendalian seluruh perbuatannya. Ketika menjadikan hawa nafsu sebagai rujukan, maka pendengaran, penglihatan, dan hatinya tertutup sehingga muncul berbagai tindakan dan perilaku tanpa pertimbangan baik buruk serta kepentingan sesaat. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :
أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Al-Jātsiyah : 23)
Hidup foya-foya, bermegah-megah dan hedonistic serta permisif merupakan contoh terbaik untuk menjelaskan berbagai perilaku menyimpang yang mendatangkan berbagai kerusakan dan kemaksiatan di bumi ini. Semua itu terjadi tidak lepas adanya pandangan bahwa penciptaan langit dan bumi ini sia-sia, tanpa tujuan.
Surabaya, 19 September 2024.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News