Berpikir sebelum Bicara agar Tak Ada Penyesalan
foto: shutterstock

Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan interaksi dengan sesama. Manusia tidak bisa hidup sendiri untuk memenuhi kebutuhannya.

Lisan adalah salah satu media komunikasi antarsesama. Melalui tutur kata yang baik proses interaksi sosial akan berjalan dengan baik pula.

Cermat dalam memilih diksi kata arti mengerti dengan baik bahwa kita menjadi brand diri kita.

Oleh karena itu, sebaiknya berpikirlah lebih dulu, sebelum memulai untuk ikut berbicara.

Orang yang berbicara tanpa diawali proses berpikir dan tidak melalui pertimbangan sebelumnya akan berdampak pada penyesalan.

Salah satu bentuk perbuatan yang tidak bisa di-undo dan di-delete adalah tutur kata. Maunya baik kalua salah ucap akan berakibat pada sebaliknya

Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِي بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan kata-kata tanpa dipikirkan yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam neraka yang jaraknyaa lebih jauh antara timur dan barat.” (HR. Bukhari Muslim).

Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya.”

Segala perkataan yang berorientasi kepada hal wajib atau sunah termasuk dalam kategori perkataan baik.

Perkataan yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan.

Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam perkataan jelek hendaklah diam.” (lihat Al-Fath, 10:446)

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu berkata: ”Seseorang mati karena tersandung lidahnya. Dan seseorang tidak mati karena tersandung kakinya. Tersandung mulutnya akan menambah pening kepalanya. Sedang tersandung kakinya akan sembuh perlahan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

“Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku untuk menjaga sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.”

Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut. Sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah kemaluan.

Hadis tersebut membandingkan antara memelihara perkataan dampaknya akan sebanding dengan memelihara kemaluan.

Dampak perkataan dalam hal ini ternyata mengerikan tetapi banyak manusia lalai dalam mengendalikan mulutnya.

Seandainya malaikat menulis apa yang kita ucapkan dalam lembaran kertas tentu kita akan lebih banyak diam daripada berbicara.

Jika seseorang hendak berbicara termasuk dalam hal ini komen di medsos, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu.

Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan dilanjut. Jika dia merasa ucapan tersebut merugikan dan atau menyebabkan perasaan orang tersinggung, maka ditahan.

Tutur kata seseorang merupakan cerminan isi hati dan kapasitas intelektual seseorang. Terdapat adab dan etika Ketika berbicara dengan pihak lain.

Kita bisa lihat kepada siapa bicara, kapan, di mana, dan dalam konteks apa. Berikut tips bertutur kata agar menyenangkan orang lain dan sekaligus berdampak pahala:

1. Berpikir sebelum berkata

Perkataan yang telah keluar tidak akan bisa ditarik kembali saat sudah terlanjur keluar.

Oleh karena itu, sebaiknya haruslah dipikir dahulu sebelum memulai pembicaraan.

Perhatikan pilihan diksi kata yang akan diucapkan, agar dipahami oleh orang yang mendengarnya, jangan sampai bersayap dan bermakna jumbuh setiap kata yang kita lontarkan.

Berbicara yang tanpa dipikirkan terlebih dahulu, akan seperti nasi sudah menjadi bubur, perbuatan yang sudah terjadi. Tidak dapat diperbaiki lagi.

Atau seperti peribahasa mulutmu adalah harimaumu, yang berarti bahwa perkataan bisa menjadi “senjata tajam” yang melukai orang lain jika tidak dijaga.

Dan dewasa ini berkembang menjadi, jarimu adalah harimaumu, karena tulisan di medsos akan berdampak pada keretakan hubungan atau bahkan memerosokkan pelakunya karena berdampak pada pidana.

2. Tidak menggurui

Saat berbicara kepada orang lain, jangan memosisikan komunikan diposisikan tidak lebih pintar dari kita. Larena efeknya akan berperan menggurui bukan berbagai informasi.

Nicola Tesla berkata, “Untuk menjadi sosok yang berarti maka jadilah seseorang yang menginspirasi bukan menggurui. Kita sering terpaku pada perasaan merasa paling benar dan selalu mengutamakan ego daripada dasar logika sehingga sering terlihat bahwa apa yang kita ajarkan pada dasarnya adalah seakan menggurui.”

Manusia pada prinsipnya tak ingin diajar seperti digurui. Manusia akan tergerak apabila ia terinspirasi, maka daripada itu hal yang paling sulit untuk menjadi komunikator adalah menjadi sosok yang inspirasi.

Kita sebaiknya berpegang teguh pada prinsip menginspirasi tanpa menggurui, karena ketika seseorang terinspirasi maka ia akan bergerak tanpa dipaksa harus menjadi. Seorang yang terinspirasi akan menemukan jati dirinya.

3. Meraba perasaan orang sebelum berbicara

Perkataan bisa saja merusak suatu hubungan dan bisa juga membangun hubungan menjadi lebih baik.

Perasaan seseorang akan merasa senang jika dia sedang berbicara dengan komunikator yang menyenangkan.

Untuk itu, perlu memilih dan memilah mana perkataan yang pantas dan tidak pantas untuk diucapkan. Perbuatan terbaik adalah membuat senang pihak lain meski dengan sebatas perkataan.

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا قَالَ : إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ اَحَبَّ الْاَعْمَالِ اِلَى اللهِ بَعْدَ الْفَرَائِضِ إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُسْلِمِ
الراوي : عبدالله بن عباس | المحدث : الألباني | المصدر : السلسلة الضعيفة
الصفحة أو الرقم : 2163 | خلاصة حكم المحدث : ضعيف

Hadis riwayat Ibnu Abbas RA, bahwa Baginda Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya amal yang paling disukai Allah SWT setelah melaksanakan berbagai hal yang wajib adalah menggembirakan muslim yang lain”.

عَنْ اَبِىْ مُوْسَى رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ اَفْضَلُ ؟

Suatu ketika, sahabat Abu Musa RA bertanya kepada Baginda Nabi Muhammad saw, “Ya Rasulullah, orang muslim seperti apa yang paling utama?”

“قال “مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ”

Nabi bersabda: “Muslim yang paling utama adalah seorang muslim dimana orang-orang muslim (lainnya) selamat dari keburukan mulut dan tangannya”.

Hadis tersebut menjelaskan bahwa, setiap muslim yang paling utama adalah seorang muslim yang tidak merugikan orang lain, baik melalui lisan atau tindakannya.

4. Berharap rida Allah Ta’ala agar berdampak kepada pahala sebagaimana firma Allah Ta’ala berikut ini:

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Surat Qaf Ayat 18)

Juga firman-Nya:

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’ (QS. Al-Isra’: 36).

Pemilik anggota tubuh tersebut akan ditanya untuk apa ia gunakan karena anggota tubuh tersebut hanyalah sebatas alat. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka pemiliknya berhak mendapat pahala. Dan apabila ia digunakan dalam keburukan, maka pemiliknya berhak mendapatkan siksa.

Pendengaran, penglihatan dan hati merupakan anggota badan yang paling mulia. Allah mengkhususkan penyebutannya untuk dimintai pertanggung jawaban.

Hal itu menunjukkan bahwa kebahagiaan manusia bergantung sehatnya ketiga anggota badan ini, sebaliknya celakanya hidup seseorang tergantung rusaknya ketiga anggota badan ini. (*)

*) Dr. Ajang Kusmana, dosen Universitas Muhammadiyah Malang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini