Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiksaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, menyampaikan bahwa alumni penerima beasiswa LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) yang menempuh studi di luar negeri kini diperbolehkan untuk berkarir di mana saja tanpa kewajiban kembali ke Indonesia.
Kebijakan ini menimbulkan respons beragam dari berbagai kalangan, termasuk pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Achmad Hidayatullah, PhD.
Kata dia, kebijakan ini merupakan “angin segar” bagi mahasiswa dan alumni LPDP yang sedang menempuh studi atau berkarir di luar negeri.
Namun, ia juga menyatakan kekhawatirannya terkait dampak dari kebijakan tersebut bagi Indonesia dalam jangka panjang.
“Pada satu sisi, ini adalah peluang besar bagi para alumni untuk mengejar pengalaman dan karir di negara lain. Namun, kita perlu memperhatikan dampaknya, terutama jika pemerintah kehilangan kontrol atas para alumni yang seharusnya berkontribusi pada pembangunan bangsa,” ujar Dayat, Kamis (7/11/2024).
Menurutnya, kebijakan yang longgar ini mencerminkan pengakuan pemerintah terhadap terbatasnya lapangan kerja bagi lulusan luar negeri, khususnya yang didukung oleh beasiswa LPDP.
Dayat menilai, tanpa adanya ikatan dinas atau jaminan pekerjaan yang layak di Indonesia, sebagian besar alumni berpotensi memilih berkarir di luar negeri.
“Jika lapangan kerja dan pendapatan yang layak tersedia di dalam negeri, tentu banyak alumni yang akan memilih kembali,” jelasnya.
Dayat menambahkan bahwa pemerintah harus memikirkan cara agar kesenjangan SDM berkualitas tidak semakin lebar akibat kebebasan ini.
Ia menilai pentingnya strategi agar SDM berkualitas tidak terserap oleh negara lain tanpa memberi kontribusi berarti bagi Indonesia.
Dayat juga mengingatkan bahwa jika mayoritas alumni LPDP memilih untuk berkarir di luar negeri, hal ini bisa menciptakan persepsi bahwa beasiswa tersebut hanya sebagai batu loncatan, tanpa komitmen untuk memberi kembali kepada negara.
“Perlu ada strategi khusus agar Indonesia tidak kekurangan SDM berkualitas, yang berpotensi dimanfaatkan negara lain. Kebijakan ini penting untuk ditata agar tetap mendukung kepentingan nasional,” tegasnya.
Kebijakan yang memberi kebebasan ini masih menjadi perdebatan, di mana sejumlah pihak menganggapnya sebagai peluang untuk diaspora yang memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional.
Sementara pihak lain menyoroti potensi dampak negatifnya terhadap pengembangan SDM dalam negeri. (uswah sahal)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News