Kepribadian Seorang Muslim dan Istikamah
Kepribadian seorang muslim terbentuk melalui pendidikan, pengalaman hidup, dan penghayatan nilai-nilai Islam.
Agama yang diterima sebagai pengetahuan dan pengalaman rohaniah akan masuk ke dalam struktur kepribadiannya, membentuk seorang hamba Allah yang kokoh dan berdaya juang.
Hal ini sejalan dengan pandangan Syed Muhammad Naquib al-Attas yang menyatakan bahwa agama adalah pembentuk karakter dan akhlak seorang individu, yang harus dipraktikkan dengan kesungguhan hati (al-Attas, Islam and Secularism, 1988).
Cahaya Istikamah dalam Kehidupan
Bayangkan sebuah kapal yang berlayar di tengah samudra luas. Angin kencang dan gelombang besar datang silih berganti, mencoba menggoyahkan arah kapal.
Namun, sang nahkoda yang berpengalaman tetap fokus pada mercusuar di kejauhan. Kapal itu adalah hidup kita, samudra adalah dunia dengan segala tantangannya, dan mercusuar adalah tujuan hidup seorang muslim—ridha Allah.
Istikamah adalah kompas yang memastikan kapal ini terus bergerak ke arah yang benar, meskipun badai menghadang.
Menjadi Pribadi yang Istikamah
Seorang muslim yang istikamah secara sadar mengembangkan kepribadian dan citra dirinya sebagai hamba yang bertakwa.
Dengan usaha dan doa, ia berusaha mencapai potensi terbaiknya, menyerahkan segala urusan kepada Allah, dan berserah diri sepenuhnya kepada ketentuan-Nya.
Seperti yang dijelaskan oleh Dr. Taha Jabir Al-Alwani dalam bukunya The Ethics of Islam (1997), untuk menjadi pribadi yang istikamah, seseorang harus menginternalisasi nilai-nilai keimanan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam tindakan maupun pemikiran.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisaa: 65:
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau Muhammad sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, dan tidak ada keberatan dalam hati mereka terhadap keputusanmu, serta mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa: 65)
Apa pun yang dilakukan seorang muslim—sholat, ibadah, hidup, hingga mati—seharusnya hanya untuk Allah semata, seperti dalam QS. Al-Anaam: 162:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.'” (QS. Al-Anaam: 162)