UM Surabaya

Sebagai contoh, aktivitas BTM di Jawa Tengah memiliki aset lebih dari Rp6 miliar. Sebanyak 67 perguruan tinggi Muhammadiyah memiliki anggaran pendapatan dan belanja lebih dari Rp 10 miliar, dan 5 BPR/S mencatatkan aset di atas Rp 10 miliar.

Data ini menjadi dasar bagi strategi pendirian Bank Syariah Muhammadiyah melalui model bertahap (gradual), yaitu pengembangan yang bersifat bottom-up.

Dimulai dari penguatan BTM di level PDM (kabupaten/kota), dilanjutkan konsolidasi melalui BPR/S di level PWM (provinsi), dan diintegrasikan secara digital pada level nasional.

Strategi pengembangan ini mensyaratkan tiga aspek penting:

1. Penguatan Infrastruktur dan Permodalan BTM

Penguatan infrastruktur BTM di tingkat kabupaten/kota, seperti di Jawa Tengah, menunjukkan akumulasi aset dari 14 BTM potensial mencapai Rp896,49 miliar.

2. Konsolidasi Keuangan dan Digitalisasi

Dukungan teknologi informasi melalui implementasi Core Banking System untuk digitalisasi akuntansi dan keuangan menjadi kunci.

3. Tata Kelola Profesional dan Menghindari Moral Hazard

Pengelolaan bank membutuhkan tata kelola organisasi yang profesional, menghindari moral hazard, dan memanfaatkan teknologi digital sebagai core banking system.

Model ini menegaskan bahwa pendirian Bank Syariah Muhammadiyah dimulai dari penguatan lembaga keuangan mikro (BTM) pada level PDM, kemudian diikuti dengan penguatan konsolidasi aset dan keuangan pada BPR di level PWM, serta pengelolaan strategi, tata kelola (GCG), dan akumulasi permodalan secara terintegrasi di level nasional dengan dukungan teknologi digital.

Penerapan strategi ini akan menjadikan Muhammadiyah mampu mengelola lembaga keuangan berbasis syariah yang kokoh, profesional, dan berdaya saing di tingkat nasional maupun global. (*)

*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini