Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Malang Raya menyelenggarakan kajian publik dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Acara yang berlangsung pada Jumat (29/11/2024) di Kampung Mahasiswa PJE, Malang, mengusung tema “Mengingat Sejarah, Menggerakkan Aksi: Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan sebagai Momentum Perubahan.”
Kajian ini menghadirkan dua narasumber, yakni Kepala Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Luluk Dwi Kumalasari, M.Si., dan pegiat isu perempuan, Miri Pariyas. Acara tersebut dimoderatori oleh Ketua Bidang Immawati PC IMM Malang Raya, Eka Shofariyah.
Luluk Dwi Kumalasari dalam pemaparannya menjelaskan latar belakang HAKTP yang berakar dari perjuangan Mirabal Sisters di Dominika pada tahun 1940-an melawan rezim diktator Rafael Trujillo. Perjuangan mereka, yang berujung pada kematian tragis, menjadi simbol perlawanan terhadap kekerasan dan penindasan terhadap perempuan.
“Setiap manusia harus menyadari bahwa segala bentuk kekerasan merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia. Kita perlu memahami berbagai bentuk kekerasan dan melakukan gerakan untuk merubah kondisi ini serta memberikan kesadaran kepada mayoritas masyarakat,” ujar Luluk.
Luluk juga menjelaskan bahwa kekerasan tidak hanya terbatas pada tindakan fisik. Menurutnya, kekerasan dapat berbentuk kekerasan langsung, kekerasan struktural yang terjadi karena sistem sosial atau ekonomi yang membentuknya, serta kekerasan kultural yang berkaitan dengan budaya, ideologi, dan nilai-nilai masyarakat.
Sementara itu, Miri Pariyas menyoroti banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Malang, baik di lingkungan masyarakat, kampus, hingga sekolah. “Kekerasan terhadap perempuan bukan hanya terjadi di ruang publik, tetapi juga di institusi pendidikan. Ini adalah masalah yang harus kita tanggapi secara serius,” ungkap Miri.
Ia menambahkan bahwa seorang aktivis tidak hanya berperan sebagai pengkritik, tetapi juga harus mampu memberi solusi terhadap isu-isu kekerasan. Aktivis diharapkan dapat memulai langkah-langkah konkret untuk mengurangi kasus kekerasan di masyarakat.
Selain itu, Miri juga menyoroti bahwa kekerasan tidak hanya dialami oleh perempuan, tetapi juga oleh laki-laki. Ia menilai bahwa kekerasan sering kali dianggap sebagai bagian dari budaya di Indonesia, sehingga menjadi hal yang biasa dan kurang mendapat perhatian serius.
Meskipun telah ada berbagai peraturan untuk menanggulangi kekerasan, baik terhadap perempuan maupun laki-laki, fakta menunjukkan bahwa kekerasan masih terus terjadi di masyarakat. Hal ini menunjukkan perlunya tindakan lebih lanjut untuk memastikan bahwa peraturan tersebut diterapkan dengan efektif.
Di akhir sesi, Luluk Dwi Kumalasari memberikan pesan kepada peserta yang mayoritas adalah kader IMM se-Malang Raya. “Segala bentuk ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan kemungkaran adalah musuh besar gerakan IMM. Perlawanan terhadapnya adalah kewajiban bagi setiap kader IMM,” tegas Luluk. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News