Hal ini diabadikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَجَٰوَزۡنَا بِبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱلۡبَحۡرَ فَأَتَوۡاْ عَلَىٰ قَوۡمٖ يَعۡكُفُونَ عَلَىٰٓ أَصۡنَامٖ لَّهُمۡ ۚ قَالُواْ يَٰمُوسَى ٱجۡعَل لَّنَآ إِلَٰهٗا كَمَا لَهُمۡ ءَالِهَةٞ ۚ قَالَ إِنَّكُمۡ قَوۡمٞ تَجۡهَلُونَ
“Dan Kami seberangkan Bani Isra’il ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Isra’il berkata, “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab, “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-‘A`rāf :138)
Permintaan untuk dbuatkan tuhan (berhala) menunjukkan rapuhnya keimanan dan pengenalan terhadap Allah. Mereka sudah menyaksikan kekuasaan Allah yng bisa membebaskan mereka dari cengkeraman Fir’aun yang telah memperbudaknya sekian lama.
Bukti kekuasaan Allah sudah mereka saksikan, dan hal itu seharusnya mengokohkan keimanan yang mengarahkan segala bentuk kesulitan untuk diserahakan kepada Allah.
Namun kerapuhan iman mereka, membuatnya cepat berubah menuju kekafiran. Betapa tidak, semua melihat mukjizat, tetapi tak seberapa lama, mereka melompat menjadi kafir.
Mereka seolah-olah meniadakan pertolongan Allah dan keberadaan Nabi Musa yang mendampingi perjalanan dan pembebasan mereka.
Pentingnya Kesabaran
Kesabaran dalam menjalankan iman merupakan kunci utama untuk mendatangkan pertolongan Allah. Betapa banyak Al-Qur’an menyandingkan kesabaran dan pertolongan Allah.
Dengan kata lain, kesabaran merupakan puncak penghambaan yang membuka pintu pertolongan Allah.
Apa yang dialami oleh pasukan Thalut sehingga meraih kemenangan yang gemilang setelah menjalani proses kesabaran.
Mereka bisa menaklukkan pasukan Jalut yang jauh lebih besar dan berpengalaman. Sementara pasukan Thalut di samping tak berpengalaman, juga berjumlah sedkiti. Namun mereka berhasil mengalahkan pasukan Jalut.