Seni Rupa dalam Konteks Dakwah Muhammadiyah
Seni rupa yang telah melekat kuat dalam tradisi Islam dengan semangat estetika sebagai ‘ruh’-nya, seharusnya dijadikan sarana efektif dalam dakwah Muhammadiyah.
Namun, hingga kini, masih sering muncul perdebatan ekstrem terkait “boleh” atau “tidak boleh” seni rupa hadir dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
Bahkan, terkadang masih ada kader yang tidak mengindahkan seni rupa dalam Muhammadiyah. Ini adalah problem yang dilematis yang perlu dicermati secara mendalam.
Sebagai bahan refleksi, mari kita telisik beberapa ‘narasi’ berikut:
Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam Rakernas Bersama LSB dan LPO tahun 2023 di UMY, menegaskan bahwa seni, budaya, dan olahraga merupakan bagian integral dari kehidupan manusia yang sekaligus penting dalam dakwah sebagai wadah inklusif. Namun, seni sering kali dikesampingkan dalam dakwah Muhammadiyah karena fikih yang dipahami sebagian warga Muhammadiyah secara terlalu ketat (Aanardianto, 2023; Cris, 2023).
Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam Konsolidasi Majelis Lembaga dan Biro PP Muhammadiyah tahun 2023, menanggapi perdebatan ini dengan menegaskan bahwa seni dan budaya merupakan instrumen penting dalam kehidupan manusia. Ia menekankan perlunya merujuk pada Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah terkait seni dan budaya (Aanardianto, 2023).
Dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), disebutkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba’id anillah (terjauhkan dari Allah).
Selain itu, Muhammadiyah memiliki tokoh seni rupa seperti Ahmad Sadali, pelukis abstrak modern Indonesia, dan Achmad Noe’man, arsitek seribu masjid. Keduanya menghasilkan karya seni yang kaya akan nilai-nilai Islamiyah.