Sa’id ibnu Jubair berkata bahwa ketika para syuhada masuk ke dalam surga dan melihat semua yang ada di dalamnya berupa penghormatan yang diperoleh para syuhada, mereka berkata, “Aduhai, seandainya saudara-saudara kita yang berada di dunia mengetahui apa yang kita ketahui sekarang berupa penghormatan yang kita peroleh, niscaya apabila mereka menghadapi peperangan di jalan Allah, mereka langsung menghadapinya dengan mengorbankan diri mereka hingga mati syahid, lalu mereka segera memperoleh kebaikan seperti yang kita peroleh sekarang.”
Kemudian Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) diberi tahu perihal mereka dan kehormatan yang mereka peroleh di sisi Tuhannya. Allah memberitahukan kepada para syuhada, “Aku telah menyampaikan kepada Nabi kalian dan telah Kuberitakan kepadanya keadaan kalian dan apa yang sedang kalian lakukan sekarang. Karena itu, mereka merasa gembira dengan berita tersebut.” Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ}
Dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. (Ali Imran: 170), hingga akhir ay at.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari sahabat Anas sehubungan dengan kisah yang dialami oleh tujuh puluh orang sahabat yang dikirim ke Bi-r Ma’unah, mereka semua dari kalangan Ansar dan semua terbunuh dalam satu hari. Lalu Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) melakukan doa qunut untuk kebinasaan orang-orang yang telah membunuh mereka, dan beliau melaknat mereka. Sahabat Anas mengatakan bahwa sehubungan dengan mereka telah diturunkan ayat Al-Qur’an yang selama beberapa waktu kami baca sebelum dimansukh. Ayat tersebut berbunyi:
“أنْ بَلغُوا عَنّا قَوْمَنا أَنَّا لَقِينَا رَبَّنَا فَرَضِيَ عَنّا وأرْضَانا”
Sampaikanlah kepada kaum kami dari kami, bahwa sesungguh-nya kami telah menjumpai Tuhan kami, maka Dia rida kepada kami dan kami pun merasa puas dengan pahala-Nya.
Kemudian Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman:
{يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ}
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 171)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka merasa gembira ketika menyaksikan dan merasakan janji yang telah ditunaikan dan pahala yang berlimpah dari Allah (Subhanahu wa Ta’ala) kepada mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini mencakup semua orang mukmin, baik yang mati syahid atau-pun yang tidak mati syahid. Jarang sekali Allah menyebutkan suatu keutamaan (pahala) yang Dia berikan kepada para nabi, melainkan Allah menyebutkan pula pahala yang akan diberikan kepada ovang-orang mukmin sesudah mereka.
Firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala).:
الَّذِينَ اسْتَجابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصابَهُمُ الْقَرْحُ
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). (Ali Imran: 172)
Hal ini terjadi dalam Perang Hamra-ul Asad. Pada mulanya setelah kaum musyrik beroleh kemenangan atas kaum muslim (dalam Perang Uhud) dan mereka kembali ke negeri tempat tinggal mereka, maka ketika mereka sampai di pertengahan jalan, mereka merasa menyesal, mengapa mereka tidak meneruskan pengejaran sampai ke Madinah, kemudian segala sesuatunya diselesaikan sehingga tidak ada masalah lagi bagi mereka? Ketika Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mendengar berita tersebut, beliau menyerukan kepada semua kaum muslim untuk berangkat mengejar mereka (kaum musyrik) guna menakut-nakuti mereka dan sekaligus memperlihatkan kepada mereka bahwa kaum muslim masih memiliki kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi mereka. Kali ini Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) tidak memberi izin untuk tidak berangkat kepada seseorang pun di antara mereka yang mengikuti Perang Uhud selain Jabir ibnu Abdullah r.a. karena alasan yang akan kami terangkan kemudian. Maka kaum muslim pun bersiap-siap. Sekalipun di antara mereka ada yang luka dan keberatan, tetapi demi taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka berangkat pula.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik kembali dari Perang Uhud, mereka mengatakan, “Muhammad tidak sempat kalian bunuh, dan kaki tangannya tidak kalian tawan. Alangkah buruknya apa yang telah kalian lakukan itu, sekarang kembalilah kalian.” Ketika Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mendengar berita tersebut, maka beliau menyerukan kepada kaum muslim untuk siap berperang lagi, lalu mereka bersiap-siap dan berangkat. Ketika sampai di Hamra-ul Asad atau di Bi-r Abu Uyaynah (ragu dari pihak Sufyan), maka kaum musyrik berkata (kepada sesama mereka), “Kita kembali lagi tahun depan saja.” Maka Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kembali pula ke Madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu peperangan (perang urat syaraf, pent.). Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya:
{الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ}
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Ali Imran: 172)
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Muhammad ibnu Mansur, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, lalu ibnu Murdawaih menuturkan hadis ini.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal. Pada keesokan harinya —yaitu pada hari Ahad, tanggal enam belas bulan Syawwal— Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) menyerukan melalui juru serunya kepada kaum muslim agar bersiap-siap mengejar musuh. Juru seru Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengumumkan, “Tidak boleh ada yang berangkat bersama kami seseorang pun kecuali orang-orang yang ikut bersama kami kemarin (dalam Perang Uhud). Lalu Jabir ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram meminta izin kepada Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) untuk tidak ikut. Untuk itu ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah meninggalkan di belakangku tujuh orang saudara perempuanku.” Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda, ‘Wahai anakku, tidak layak bagiku dan bagimu juga bila meninggalkan wanita-wanita tersebut tanpa laki-laki di antara mereka yang menjaganya. Aku bukanlah orang yang lebih mementingkan kamu untuk berjihad bersama Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) ketimbang diriku sendiri. Sekarang engkau boleh tetap tinggal menjaga saudara-saudara perempuanmu.” Maka ia tetap tinggal di Madinah menjaga saudara-saudara perempuannya. Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memberikan izin kepada Jabir untuk tidak ikut, sedangkan beliau (shallallahu ‘alaihi wasallam) berangkat bersama mereka. Sesungguhnya Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) kali ini berangkat hanya semata-mata untuk menakut-nakuti musuh, agar sampai kepada mereka bahwa beliau (shallallahu ‘alaihi wasallam) berangkat untuk mengejar mereka, hingga mereka mengira bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) masih memiliki kekuatan, bahwa apa yang dialami oleh kaum muslim dalam Perang Uhud tidak membuat mereka lemah dalam menghadapi musuh-musuhnya.