Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menyampaikan bahwa tantangan Muhammadiyah ke depan semakin berat, baik dari faktor internal maupun eksternal.
Hal ini diungkapkannya dalam pidato iftitah Tanwir Muhammadiyah yang digelar di Universitas Muhammadiyah Kupang pada Rabu (4/12/2024) malam.
Dalam pidatonya, Haedar memaparkan empat tantangan besar yang akan dihadapi Muhammadiyah di masa mendatang:
Pertama, Dinamika Persyarikatan. Haedar mengapresiasi kemajuan Muhammadiyah yang telah mencapai usia 112 tahun. Amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi telah berkembang pesat.
Namun, dia mengingatkan pentingnya evaluasi, rekonstruksi, dan dinamika berkelanjutan agar persyarikatan tetap relevan.
“Masih ada sekitar 40 persen amal usaha yang berada di level menengah ke bawah. Ini membutuhkan perjuangan serius untuk mengangkat kualitasnya,” ujar Haedar.
Haedar juga menyoroti pentingnya survei untuk memetakan keanggotaan Muhammadiyah, memahami korelasi kerja-kerja persyarikatan dengan penerima dampak, serta membangun kohesi sosial di semua lapisan masyarakat.
Kedua, Dinamika Keumatan. Tantangan kedua adalah dinamika umat Islam di Indonesia, yang kini menghadapi penurunan persentase jumlah penduduk Muslim.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang fenomena konversi agama atau kecenderungan masyarakat untuk tidak membutuhkan agama.
“Ekonomi umat Islam yang lemah berdampak pada berbagai bidang. Dibutuhkan perubahan alam pikir dan sikap progresif untuk mengatasinya,” jelas Haedar.
Muhammadiyah, menurutnya, juga harus hadir sebagai solusi di tengah keragaman pemahaman keagamaan dan hubungan antarumat beragama.
Dengan membawa Islam Wasathiyah sebagai platform bersama, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi kekuatan yang memajukan bangsa tanpa terjebak dalam isu-isu sektarian.
Ketiga, Dinamika Nasional. Haedar menyoroti pentingnya revitalisasi politik Indonesia agar tidak terjebak dalam liberalisme yang merusak nilai-nilai bangsa.
Muhammadiyah, melalui pendidikan, diharapkan dapat mempersiapkan generasi emas 30-50 tahun mendatang.
“Agenda pemerintahan baru harus direspon secara strategis, termasuk memanfaatkan peluang birokrasi untuk kemajuan Muhammadiyah,” kata Haedar.
Keempat, Dinamika Global. Pada tingkat global, Haedar menyebutkan perubahan ekosistem geopolitik yang semakin kompleks.
Demokrasi mengalami tantangan serius, sementara Islam masih kerap dipersepsikan sebagai ancaman.
“Di era global ini, semangat Wasathiyah harus menjadi pegangan Muhammadiyah untuk menghadapi isu-isu seperti Islamofobia dan eksploitasi sumber daya alam,” tambahnya.
Haedar juga menegaskan pentingnya kajian futurologi untuk memproyeksikan tren masa depan, baik lokal, nasional, maupun global, sebagai bagian dari langkah strategis Muhammadiyah.
Sebagai penutup, Haedar menyerukan perlunya ideologisasi nilai-nilai Islam Berkemajuan dan penguatan Muhammadiyah sebagai organisasi modern yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Tanwir Muhammadiyah 2024 ini menjadi momentum penting untuk merumuskan strategi guna menghadapi tantangan tersebut, sekaligus memastikan keberlanjutan peran Muhammadiyah sebagai kekuatan pembaruan dan pemberdayaan di berbagai sektor. (wh)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News