Ingat pada Allah SWT hati jadi tenang
UM Surabaya

*) Oleh: Muhammad Nashihudin, MSi
Ketua Majelis Tabligh PDM Jakarta Timur

Seorang muslim hidup dan kehidupannya harus selalu ingat Allah SWT dan dekat denganNya jika ingin mendapatkan rida dan ketenangan serta perlindungan dariNya.
Jangan ada jarak antara seorang muslim dengan Allah SWT yang memiliki kekuasaan mutlak serta kerajaan di langit dan bumi.

Allah SWT sangat dekat dengan para hambaNya yang selalu berdoa dan ingat pada-Nya, namun jika mereka menjauh dariNya, maka Dia akan melupakanNya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰ بٍ

“Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”
(QS. Ar-Ra’d 13: Ayat 28-29)

Ada beberapa amalan yang dapat mengingatkan kita pada Allah SWT adalah shalat dan selalu membaca Al-Qur’an
Mentadabburi ayat ayat berikut ini untuk mendapatkan ridhoNya dan predikat Muslim sejati.
1. Ingat dan zikir pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala pagi dan sore

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya,”

وَّ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

“dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.”
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 41- 42)

2. Bertasbih kepada Allah setiap saat sampai ajal menjemput

فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَ

“maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (sholat),”

وَا عْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَـقِيْنُ

“dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.”
(QS. Al-Hijr 15: Ayat 98-99)

3. Kitab bulughul Maram HADITS KE-1297

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَقُولُ اَللَّهُ -تَعَالَى-: أَنَا مَعَ عَبْدِي مَا ذَكَرَنِي وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ ) أَخْرَجَهُ ابْنُ مَاجَهْ وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَذَكَرَهُ اَلْبُخَارِيُّ تَعْلِيقًا

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Allah berfirman: Aku selalu bersama hamba-Ku selama ia mengingat-Ku dan kedua bibirnya bergerak menyebut-Ku.” Riwayat Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan mu’allaq menurut Bukhari

4 Kajian Tafsir Ibnu Katsir
tentang pentingnya mengingat Allah SWT Al-A’raf, ayat 205-206
{وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ (205) إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَيُسَبِّحُونَهُ وَلَهُ يَسْجُدُونَ (206) }

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah dan mereka menasbihkan-Nya dan hanya kepada-Nya-lah mereka bersujud

Allah (Subhanahu wa Ta’ala) memerintahkan hamba-hamba-Nya agar banyak melakukan zikir menyebut asma-Nya pada permulaan siang hari dan pada penghujungnya, sebagaimana Dia memerintahkan agar melakukan ibadah kepada-Nya pada kedua waktu tersebut. Hal ini Dia ungkapkan melalui firman-Nya:

{وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ}

dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (Qaf: 39)

Hal ini terjadi sebelum salat lima waktu difardukan pada malam Isra, dan ayat ini termasuk ayat periode Mekah (Makkiyyah). Dalam ayat ini disebutkan al-guduwwu yang artinya permulaan siang hari. Al-asal adalah bentuk jamak dari lafaz asil se-wazan dengan lafaz aiman yang merupakan bentuk jamak dari lafaz yamin.

Adapun mengenai makna firman-Nya:

{تَضَرُّعًا وَخِيفَةً}

dengan merendahkan diri dan rasa takut. (Al-A’raf: 205)

Artinya, sebutlah nama Tuhanmu dalam dirimu dengan penuh rasa harap dan takut, yakni dengan suara yang tidak terlalu keras. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

{وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ}

dan dengan tidak mengeraskan suara. (Al-A’raf: 205)

Untuk itulah maka zikir disunatkan dilakukan bukan dengan ucapan yang keras sekali. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah ditanya, “Apakah Tuhan kami dekat, maka kami akan berbicara dengan suara perlahan? Ataukah jauh, maka kami akan berbicara dengannya dengan suara yang keras?” Maka Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menurunkan firman-Nya:

{وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ}

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. (Al-Baqarah: 186)

Di dalam kitab Sahihain dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a. disebutkan bahwa orang-orang mengeraskan suaranya dalam berdoa ketika mereka sedang melakukan suatu perjalanan. Maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda kepada mereka:

“أَيُّهَا النَّاسُ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لَا تدعون أصمَّ وَلَا غَائِبًا؛ إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ”

Hai manusia, tenangkanlah diri kalian, karena sesungguhnya kalian bukan berdoa kepada Tuhan yang tuli, tidak pula yang gaib. Sesungguhnya Tuhan yang kalian sedang menyeru-Nya Maha Mendengar lagi Mahadekat, Dia lebih dekat kepada seseorang di antara kalian daripada pegangan pelana unta kendaraannya

Barangkali makna yang dimaksud oleh ayat ini seperti pengertian yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلا}

Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu, janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan tengah di antara keduanya itu.(Al-Isra: 110) .

Karena sesungguhnya dahulu orang-orang musyrik apabila mendengar suara Al-Qur’an dibacakan, maka mereka mencacinya, mencaci Tuhan yang menurunkannya, juga mencaci nabi yang menyampaikannya. Maka Allah memerintahkan kepada Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) untuk tidak mengeraskan bacaan Al-Qur’an, agar orang-orang musyrik tidak mencacinya; jangan pula merendahkan bacaannya dari sahabat-sahabatnya karena mereka tidak dapat mendengarnya, tetapi hendaklah mengambil jalan tengah di antara bacaan keras dan bacaan rendah. Hal yang sama telah dikatakan pula olehnya sehubungan dengan makna firman-Nya:

{وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ}

dan dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (Al-A’raf: 205)

Ibnu Jarir menduga tetapi —sebelumnya telah menduga pula Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam— bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini ialah perintah ditujukan kepada orang yang mendengar bacaan Al-Qur’an agar melakukan zikir dengan sifat yang telah disebutkan dalam ayat. Tetapi pendapat ini jauh dari kebenaran serta bertentangan dengan makna insat (mendengar dengan penuh perhatian dan tenang) yang diperintahkan. Kemudian makna yang dimaksud ialah dalam keadaan salat —seperti yang telah disebutkan di atas— atau dalam salat dan khotbah. Dan telah kita maklumi semua bahwa melakukan insat dalam saat seperti itu jauh lebih utama daripada melakukan zikir dengan lisan, baik zikir dengan suara perlahan ataupun suara keras. Pendapat yang dikemukakan oleh keduanya ini tidak layak untuk diikuti, bahkan makna yang dimaksud ayat ini ialah anjuran untuk melakukan banyak zikir bagi hamba-hamba Allah di waktu pagi dan petang hari agar mereka tidak termasuk golongan orang-orang yang lalai. Karena itulah Allah (Subhanahu wa Ta’ala) memuji para malaikat yang selalu bertasbih sepanjang malam dan siang hari tanpa hentinya. Hal ini diungkapkan oleh Allah (Subhanahu wa Ta’ala) melalui firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ

Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah merasa enggan menyembah Allah. (Al-A’raf: 206), hingga akhir ayat.

Sesungguhnya para malaikat disebutkan oleh Allah (Subhanahu wa Ta’ala) dalam ayat ini hanyalah agar mereka dijadikan panutan dalam hal ketaatan dan ibadahnya. Karena itulah maka kita disyariatkan melakukan sujud dalam pembacaan ayat ini, yaitu di saat disebutkan sujud mereka (para malaikat) kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala)

Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:

“أَلَا تُصَفُّونَ كَمَا تُصَفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا، يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأوَل، ويتَراصُّون فِي الصَّفِّ”

Tidakkah kalian bersaf sebagaimana para malaikat bersaf di hadapan Tuhannya? Mereka melengkapkan safnya saf demi saf dan mereka menyusun safnya

Ayat ini merupakan ayat Sajdah di dalam Al-Qur’an, yaitu salah satu di antara ayat-ayat yang disunatkan bagi pembaca dan pendengarnya melakukan sujud tilawah, menurut kesepakatan ijma*.

Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah melalui Abu Darda, dari Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam)., disebutkan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) memasukkan ayat ini ke dalam ayat sujud tilawah Al-Qur’an.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini