*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Kita tentu menginginkan hidup yang penuh berkah, baik di dunia maupun di akhirat. Sebab, kebahagiaan hidup di dunia saja hanyalah fana dan sementara.
Berkah bukanlah sekadar cukup dan mencukupi, tetapi lebih dari itu. Barakah adalah bertambahnya ketaatan kita kepada Allah Azza wa Jalla dalam segala keadaan, baik saat kita berlimpah atau saat kekurangan.
Berkah itu, Albarakatu tuziidukum fi tha’ah (Berkah menambah taatmu kepada Allah). Hidup yang berkah bukan hanya ditandai dengan kesehatan, tetapi terkadang sakit justru menjadi berkah, sebagaimana yang dialami Nabi Ayub.
Penyakit yang sangat parah justru menambah ketaatannya kepada Allah Azza wa Jalla. Berkah itu tidak selalu berarti panjang umur. Ada yang berumur pendek, namun ketaatannya luar biasa, seperti Mus’ab ibn Umair.
Tanah yang berkah itu bukan hanya karena kesuburan atau panoramanya yang indah, tetapi seperti tanah Mekkah, yang meski tandus, memiliki keutamaan yang tiada tanding di hadapan Allah Azza wa Jalla.
Makanan yang berkah itu bukanlah yang lezat atau bergizi lengkap, tetapi makanan yang mampu mendorong kita untuk lebih taat kepada-Nya.
Ilmu yang berkah bukanlah yang memiliki banyak riwayat dan catatan kaki, atau yang membawa gelar Guru Besar, tetapi ilmu yang mendorong kita untuk mengamalkan dan menyebarkan kebaikan, serta berjuang di jalan yang diridhai Allah Azza wa Jalla.
Penghasilan yang berkah juga bukanlah sekadar gaji besar dan bertambah, tetapi sejauh mana penghasilan tersebut dapat menjadi jalan rezeki bagi orang lain dan membantu banyak orang.
Apakah kesehatan, harta, ilmu, jabatan, dan penghasilan yang kita miliki selama ini merupakan karunia Allah Azza wa Jalla kepada kita? Atau justru menjadi ujian yang menghalangi kita meraih rahmat-Nya?
Ada lima kriteria kenikmatan yang tak mendatangkan berkah:
Diperoleh di tengah kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla Kenikmatan yang diperoleh dalam keadaan kita melanggar perintah-Nya dan lebih memilih kemaksiatan, hanya akan semakin menjerumuskan kita ke dalam kehinaan dan kebinasaan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَلَمَّا نَسُوْا مَا ذُكِّرُوْا بِهٖ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ اَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍۗ حَتّٰٓى اِذَا فَرِحُوْا بِمَآ اُوْتُوْٓا اَخَذْنٰهُمْ بَغْتَةً فَاِذَا هُمْ مُّبْلِسُوْنَ
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.” (QS Al-Anaam: 44)
Nikmat yang diperoleh dari jalan haram. Harta yang didapat dari jalan yang haram, seperti korupsi atau penipuan, tidak akan memberi manfaat dan tidak akan mendatangkan berkah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Melalaikan urusan akhirat karena terlalu sibuk dengan urusan dunia Ketika kita terlalu sibuk dengan pekerjaan dan melupakan ibadah, maka keberkahan akan hilang. Imam Al-Hasan Rahimahullah mengatakan:
“Janganlah kalian sibuk dengan urusan dunia, karena dunia itu sangatlah menyibukkan. Tidakkah seorang membukakan satu pintu kesibukan untuk dirinya, melainkan akan terbuka baginya sepuluh pintu kesibukan lainnya.” (Hilyatul Aulia: 11/144)
Sifat tamak dan kekhawatiran berlebihan terhadap harta Ketika kita merasa cemas dan khawatir jika harta kita berkurang, atau terus berusaha menumpuk harta tanpa batas, maka kita akan lupa untuk bersyukur dan tidak memperoleh keberkahan. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96)
Menyenangi kesia-siaan dan kemaksiatan Kesibukan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat dan kemaksiatan akan menjauhkan kita dari keberkahan hidup. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ ۖ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat yang demikian itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang dzalim.” (QS. Yunus: 106)
Hidup yang berkah bukan hanya diukur dari apa yang kita miliki, tetapi dari bagaimana kita mensyukuri dan menggunakannya untuk kebaikan.
Dengan selalu menjaga ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla, berusaha menjauhi kemaksiatan, serta selalu berusaha memberi manfaat bagi orang lain, maka keberkahan hidup akan senantiasa menaungi kita. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News