*)oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Al-Qur’an menggambarkan suatu negeri yang dipimpin oleh seorang perempuan. Dia bernama Bilqis. Dia mengalami kegelisahan setelah menerima surat dari seorang raja bernama Sulaiman. Surat itu berisi dua hal, ajakan masuk Islam atau, jika menolak, akan dikirim pasukan. Nabi Sulaiman terkenal kekuatan dan kebesarannya.
Kepemimpinan perempuan itu terbukti membawa rakyatnya berkecukupan dan hidup tenang. Rakyatnya pun patuh dan taat terhadap segala perintahnya, sehingga apa pun yang dikatakannya akan dipatuhi. Akhirnya, keterusikannya diungkapkan kepada para pembesarnya, dan diputuskan memberi hadiah kepada raja itu. Pemberian hadiah ini sebagai ujian apakah ancaman itu benar-benar serius, atau bermotif memeras untuk mengeruk kekayaan saja.
Bilqis dan Surat Mulia
Al-Qur’an menggambarkan sosok pemimpin perempuan yang terusik dengan datangnya surat dari Nabi Sulaiman. Surat itu berisi ajakan untuk masuk ke dalam agama Islam. Kalau tidak, pasukan yang kuat dan tak tertandingi akan menghancurkan kerajaannya. Perempuan cerdas ini menyadari bahwa ketika datang seorang raja ke dalam suatu negeri, umumnya menghancurkan tatanan sosial, mengubah dan menghinakan penduduknya. Bahkan tidak sedikit anggota masyarakatnya diancam dan dibunuh, termasuk kelompok yang berkedudukan tinggi dihinakan.
Setelah melakukan pembicaraan dengan para pembesarnya, maka ratu Bilqis ini memutuskan untuk memberi hadiah kepada sang raja. Hadiah dikirim melalui utusan. Tentu saja hadiah itu sangat besar nilainya. Emas, berlian, permata serta barang-barang sangat berharga lainnya. Pemberian hadiah itu sebagai pembuktian apakah surat ancaman Nabi Sulaiman itu serius atau main-main saja. Paparan ini dinarasikan dengan bagus, sebagaimana firman-Nya :
وَإِنِّي مُرۡسِلَةٌ إِلَيۡهِم بِهَدِيَّةٖ فَنَاظِرَةُۢ بِمَ يَرۡجِعُ ٱلۡمُرۡسَلُونَ
Artinya:
Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah dan (aku akan) menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan-utusan itu. (QS. An-Naml :35)
Disini menunjukkan kecerdasan Bilqis. Dia ingin membuktikan apakah ancaman itu benar-benar serius atau gertak sambal. Kalau menolak hadiah berarti serius, dan hal itu merupakan ancaman sangat serius bagi negerinya. Kalau raja itu menerima hadiah, berarti tujuan membuat surat hanyalah untuk mendapatkan kekayaan semata.
Gertak sambal ini sebagaimana terjadi pada orang perorang atau kelompok masyarakat yang kritis. Namun daya itu ternyata menginginkan kekuasaan atau berharap mendapatkan harta benda. Misalnya kritis terhadap penguasa dengan melontarkan ancaman atau akan menggulingkannya. Atau akan membongkar aibnya serta memenjarakannya jika tidak memberikan proyek atau pekerjaan. Semua itu semata-mata untuk mendapatkan kompensasi yang bersifat duniawi.
Dengan demikian, daya kritis atau ancaman bukan untuk menunjukkan kebenaran atau menegakkan keadilan, tetapi sebatas memenuhi syahwat politik dan duniawi sehingga dirinya menjadi manusia yang terkenal dan kaya raya.
Motif Kebenaran
Karena Nabi Sulaiman murni mengirim surat untuk mengajak masuk Islam, maka hadiah yang dialamatkan kepadanya ditolak. Dia memandang bahwa hadiah itu tak ada artinya. Nabi Sulaiman memiliki kerajaan yang amat megah, dan pasukannya dari bangsa jin. Jin itu bisa berbuat apa saja, termasuk mampu mengambil benda-benda berharga dari dasar laut. Hal inilah yang menjadi keunggulan Nabi Sulaiman yang tidak dimiliki oleh raja-raja yang lain.
Oleh karenanya, sangat pantas apabila Nabi Sulaiman marah ketika datang hadiah, dan langsung menolak pemberian hadiah itu. Menerima hadiah sama saja menganggap dirinya kurang bahkan tak berwibawa. Dikatakan kurang dan tak tahu diri, karena Allah telah menganugerahkan seluruh kebutuhannya. Dikatakan tak berwibawa karena kekayaan yang sangat melimpah ternyata masih menerimah hadiah yang nilainya tak berarti.
Oleh karenanya, ketika datang utusan ratu Bilqis untuk menyampaikan hadiah, Nabi Sulaiman langsung meminta dibawa balik dengan mengagungkan pemberia Allah. Hal ini dinarasikan dengan baik sebagaimana firman-Nya :
فَلَمَّا جَآءَ سُلَيۡمَٰنَ قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٖ فَمَآ ءَاتَىٰنِۦَ ٱللَّهُ خَيۡرٞ مِّمَّآ ءَاتَىٰكُم ۚ بَلۡ أَنتُم بِهَدِيَّتِكُمۡ تَفۡرَحُونَ
Artinya:
Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata, “Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? maka apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu, tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. (QS. An-Naml :36)
Perkataan Nabi Sulaiman merupakan contoh seorang penguasa yang tidak tamak terhadap harta. Hal itu ditunjukkan dengan penolakannya terhadap hadiah yang diberikan oleh utusan Bilqis. Andaikata dia menerima hadiah ini, berarti Nabi Sulaiman tamak dan rakus. Karena Allah telah menganugerahkan kerajaan besar dengan berbagai fasilitas yang tak pernah ada, baik sebelum maupun sesudahnya.
Andaikata, Nabi Sulaiman menerima hadiah itu, maka dugaan ratu Bilqis benar bahwa surat ancaman yang diterimanya hanyalah sebagai alat untuk menumpuk kekayaan. Sehingga dengan memberi hadiah kepada Nabi Sulaiman akan menghilangkan keresahannya.
Dengan menolak hadiah itu, maka Nabi Sulaiman benar-benar terbukti telah lurus niatnya dalam menegakkan tauhid, khususnya terhadap mereka yang menyimpang dari penyembahan kepada selain Allah. Oleh karenanya, surat ajakan kepada Islam bukan sekedar menunjukkan niat tulus Nabi Sulaiman mengajak manusia untuk mengagungkan Allah, tetapi menunjukkan ketiadaan niat duniawi sebagaimana yang dituduhkan ratu Bilqis.
Apa yang ditunjukkan Nabi Sulaiman menunjukkan ketegasan pemimpin yang amanah dalam menggunakan wewenang dan kekuasaannya. Artinya, seorang penguasa ketika memutuskan perkara benar-benar bertujuan untuk menegakkan hukum, bukan untuk tujuan tertentu yang bersifat sensasional dan bernuansa duniawi.
Surabaya, 12 Desember 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News