*)Oleh: Muhammad Roissudin
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan telah lama dikenal dengan komitmennya dalam mengembangkan sikap moderasi dan praktek toleransi. Organisasi ini tidak hanya fokus pada peranannya sebagai organisasi Islam, tetapi juga menonjolkan prinsip inklusivitas dan kerjasama antarumat beragama.
Salah satu fenomena yang belakangan menjadi topik pembahasan hangat di berbagai forum akademik adalah istilah Krismuha—akronim dari “Kristen-Muhammadiyah”. Istilah ini merujuk pada hubungan erat antara umat Kristen dan Muhammadiyah, terutama dalam konteks dunia pendidikan.
Praktik Krismuha bukanlah sebuah konsep teologis yang menggabungkan ajaran dua agama, melainkan sebuah fenomena sosial yang menggambarkan kedekatan dan saling pengertian antara kelompok Muslim dan Kristen dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagai contoh, di Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) di Nusa Tenggara Timur, mahasiswa non-Muslim yang mencapai hampir 80% dari jumlah total mahasiswa berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan Tanwir Muhammadiyah yang diselenggarakan pada 4-6 Desember 2024.
Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah, melalui pendekatan inklusifnya, berhasil membangun hubungan harmonis dengan masyarakat Kristen. Mereka tidak hanya terlibat dalam kegiatan keamanan bersama, acara seremonial, maupun menyediakan konsumsi, tetapi juga menyanyikan lagu Mars Muhammadiyah dengan penuh penjiwaan. Ini adalah contoh nyata dari bagaimana Muhammadiyah menciptakan ruang bagi keberagaman untuk berkembang secara positif.
Untuk memahami lebih dalam fenomena Krismuha, kita bisa menggunakan pendekatan fenomenologi yang dijelaskan oleh Peter Connolly dalam bukunya Aneka Studi Pendekatan Agama-Agama. Pendekatan ini berfokus pada pengalaman subjektif individu dalam beragama dan berinteraksi dengan agama lain. Fenomena Krismuha mencerminkan pengalaman bersama antara Muhammadiyah dan komunitas Kristen dalam kehidupan sosial.
Toleransi yang terjalin bukanlah hasil dari pemaksaan atau doktrin teologis, tetapi lebih kepada pengertian yang tumbuh dari pengalaman bersama. Di UMK, mahasiswa non-Muslim yang terlibat aktif dalam kegiatan Tanwir Muhammadiyah membuktikan bahwa hubungan antar umat beragama dibentuk melalui pengalaman sosial bersama, bukan semata ajaran agama atau teks-teks kitab suci. Hal ini menggambarkan betapa pengalaman subjektif dalam berinteraksi dengan kelompok agama lain dapat membentuk pandangan baru yang lebih inklusif dan harmonis.
Krismuha: Ruang Sosial, Bukan Sinkretisme Teologi
Penting untuk menegaskan bahwa Krismuha bukanlah sebuah konsep teologis yang menyarankan adanya sinkretisme antara Islam dan Kristen. Sebaliknya, Krismuha lebih berfokus pada pendekatan sosial yang menciptakan ruang untuk interaksi yang konstruktif antara dua agama yang berbeda.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agung Danarto menegaskan bahwa Krismuha adalah fenomena sosiologis, bukan teologis. Fenomena ini lebih menggambarkan hubungan sosial yang erat antara Muhammadiyah dan komunitas Kristen.
Melalui pendekatan ini, Muhammadiyah menunjukkan bahwa pendidikan adalah alat yang efektif untuk menciptakan lingkungan yang inklusif tanpa harus mengorbankan keyakinan agama masing-masing. Di lembaga pendidikan Muhammadiyah, baik mahasiswa Muslim maupun non-Muslim dapat berkembang bersama tanpa ada perbedaan dalam pelayanan pendidikan. Krismuha lebih merupakan tentang menjalin hubungan sosial yang saling menghargai dan mengakui keberadaan satu sama lain dalam kehidupan sosial, tanpa mencampuradukkan doktrin agama (Hablumminallah).
Muhammadiyah: Payung Besar untuk Semua Golongan
Sebagai organisasi yang mengusung nilai-nilai toleransi, Muhammadiyah telah menjadi payung besar bagi semua golongan, baik bagi umat Islam maupun bagi mereka yang memiliki keyakinan berbeda. Dalam konteks pendidikan, Muhammadiyah terus mengedepankan prinsip inklusivitas yang menjamin akses pendidikan bagi semua kalangan tanpa membedakan latar belakang agama, suku, atau budaya. Krismuha adalah contoh nyata dari bagaimana Muhammadiyah menjalankan misinya sebagai organisasi sosial-keagamaan yang memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang perbedaan agama.
Di tengah tantangan global yang semakin memperuncing perbedaan, Muhammadiyah tetap teguh pada prinsipnya sebagai organisasi yang mengutamakan kemaslahatan bersama. Melalui lembaga pendidikan yang dikelolanya, Muhammadiyah mengajarkan bahwa keberagaman adalah anugerah, bukan sesuatu yang perlu dipertentangkan. Dengan menjadikan toleransi beragama sebagai bagian dari kurikulum sosial dan pendidikan, Muhammadiyah memberikan contoh bagaimana masyarakat yang pluralistik dapat hidup berdampingan dengan saling menghargai dan mendukung.
Peran Muhammadiyah dalam Membangun Toleransi
Prof. Azumardi Azra, seorang cendekiawan Muslim dan pengamat pluralisme dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, menilai bahwa Muhammadiyah memiliki peran penting dalam membangun toleransi antar umat beragama di Indonesia. Azra mencatat bahwa Muhammadiyah sejak awal telah mengedepankan dialog antaragama dan membangun hubungan harmonis dengan berbagai kelompok, termasuk komunitas Kristen.
Azra mengungkapkan bahwa praktek toleransi yang ditunjukkan oleh Muhammadiyah adalah contoh nyata dari model toleransi yang tidak hanya berhenti pada teori, tetapi juga terwujud dalam tindakan sehari-hari. Muhammadiyah mampu menjaga keseimbangan antara mempertahankan identitas agama dan menjalin hubungan sosial yang positif dengan komunitas lain, yang merupakan hal penting dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Krismuha bukanlah sekadar sebuah istilah, melainkan fenomena sosial yang menggambarkan hubungan erat dan saling menghargai antara dua agama besar di Indonesia. Melalui pendekatan inklusif dan pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai toleransi, Muhammadiyah telah menunjukkan kepada dunia bahwa keberagaman agama dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Sebagai organisasi sosial-keagamaan, Muhammadiyah terus memberikan teladan dalam memupuk rasa saling menghormati dan mendukung satu sama lain, tanpa mengorbankan keyakinan masing-masing. (*)
*) Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Pengkajian Islam Konsentrasi Filantropi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Referensi
1. Haq, R. (2023). Praktik Toleransi Muhammadiyah dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan Islam, 18(2), 134-146.
2. Azra, A. (2020). Muhammadiyah dan Pluralisme: Perspektif dan Tantangan Kontemporer. Jurnal Islam Nusantara, 12(1), 47-61.
3. Connolly, P. (2018). Aneka Study Pendekatan Agama-Agama. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News