Sabdanya, “Ia tidak boleh membiarkannya (tanpa memberikan per-tolongan).” Yakni, ketika menyuruh yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, atau ketika menuntut suatu hak. Tetapi ia harus membelanya, menolongnya, dan menolak gangguan darinya menurut kemampuannya.
“Ia tidak boleh memperhinakannya.” Yakni, ia tidak boleh menghukumi dirinya bahwa ia lebih baik daripada orang lain, tetapi ia menghukumi atas orang lain bahwa dia lebih baik daripadanya, atau tidak menghukumi suatu apa pun. Karena hasil akhir itu rahasia dan hamba tidak tahu amalan apa yang akan menutup kehidupannya. Jika ia melihat seorang muslim yang masih belia, ia menghukumi bahwa ia lebih baik daripadanya, berdasarkan pertimbangan bahwa ia lebih sedikit dosanya daripadanya dalam Islam. Jika ia melihat orang yang lebih tua usianya, maka ia menghukumi bahwa ia lebih baik daripadanya, dengan pertimbangan bahwa ia lebih dahulu berhijrah daripadanya dalam Islam. Jika ia melihat orang kafir, ia tidak memutuskan untuknya dengan neraka, karena bisa jadi bahwa ia akan masuk Islam lalu mati dalam keadaan muslim.
Sabdanya, “Cukuplah bagi seseorang suatu keburukan.” Yakni, sudah cukup baginya suatu keburukan bila ia menghina saudaranya, bahwasanya ini adalah keburukan besar yang sudah memadai bagi pelakunya untuk mendapatkan hukuman dosa ini.
Sabdanya, “Setiap muslim…” (Hadits). Beliau bersabda dalam haji wada’,
إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فيِ شَهْرِكُمْ هذَا فيِ بَلَدِكُمْ هذَا.
“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian, seperti keharaman hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negeri kalian ini.”
Al-Karabisi berargumen dengan hadits ini bahwa menggunjing dan mengusik kehormatan kaum muslimin adalah dosa besar, baik karena diiringkannya dengan darah dan harta, maupun karena diseru-pakan dengan sabdanya, “Seperti keharaman hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negeri kalian ini.” Allah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberi ancaman dengan adzab yang pedih atasnya, dengan firmanNya, “Dan siapa yang bermaksud di dalamnya malakukan kejahatan se-cara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (Al-Hajj: 25).
Imam Ibnu Daqiq berkata:
Sabdanya, “Jangan saling dengki.” Hasad atau dengki ialah ber-harap hilangnya kenikmatan (dari orang lain), dan ini haram. Dalam hadits lain disebutkan,
إِيَّاكُمْ وَاْلحَسَدَ، فَإِنَّ اْلحَسَدَ يَأْكُلُ اْلحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ اْلحَطَبَ أَوِ اْلخَشَبَ.
“Janganlah kamu dengki, karena kedengkian akan memakan kebajikan-kebajikan sebagaimana api melahap kayu bakar atau kayu.” *
Adapun Ghibthah ialah berharap seperti kondisi orang orang yang dia irikan dengan tanpa menginginkan hilangnya kenikmatan tersebut dari orang lain. Kadangkala istilah hasad diletakkan pada tempat Ghibthah karena kemiripan keduanya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Tiada hasad kecuali dalam dua perkara.” Maksudnya, tiada ghibthah.
Sabdanya, “Jangan saling tanajusy.” Najsy pada asalnya ialah tipuan. Darinya dinyatakan untuk orang yang berburu: Najisy, karena ia menipu buruan dan menjebaknya.
Sabdanya, “Jangan saling membenci.” Yakni, jangan saling melakukan hal-hal yang menyebabkan permusuhan. Karena cinta dan benci adalah esensi hati yang tidak ada kemampuan bagi manusia untuk mengusahakannya dan tidak punya kuasa untuk mengendali-kannya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
هذَا قَسْمِي فِيْمَا أَمْلِكُ فَلاَ تُؤَاخِذْنيِ فِيْمَا تَمْلِكُ وَلاَ أَمْلِكُ.
“Ini pembagianku dalam apa yang aku miliki, maka janganlah Engkau menghukumku dalam perkara yang Engkau miliki sedang aku tidak memilikinya.” ** Yakni, cinta dan kebencian.
Tadabur ialah saling memusuhi. Konon, saling memutuskan. Karena masing-masing membelakangi sahabatnya.
Sabdanya, “Jangan sebagian kalian menjual atas jual beli saudaranya.” Artinya, ia mengatakan kepada orang yang membeli suatu barang dalam masa khiyar, “Batalkan jual beli ini. Aku akan menjual kepada-mu yang sama sepertinya, atau lebih baik harganya.” Atau penjual dan pembeli telah menyepakati suatu harga di antara keduanya dan kedua-nya sudah rela dengannya, hanya tinggal akadnya saja, maka ia mem-beri tambahan (tawaran tinggi) kepada penjual atau memberi tawaran barang dengan (harga) yang lebih rendah kepada pembeli. Ini haram, apalagi harga sudah disepakati. Adapun sebelum ridha, maka tidak haram.
“Jadilah hamba Allah yang bersaudara.” Artinya, perlakukan dan pergaulilah sebagaimana saudara, serta mempergauli mereka dengan kasih sayang, lemah lembut, belas kasih, kelembutan, dan tolong menolong dalam kebajikan, disertai kejernihan hati dan nasihat di setiap saat.
Sabdanya, “Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh menzhaliminya, membiarkannya (tanpa memberikan pertolongan) dan memperhinakannya.”