Tahun baru merupakan satu mata rantai dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2024 kita telah melewati banyak proses dinamika di dalam kehidupan kebangsaan. Sebagai bangsa yang besar dengan keberagaman budaya, agama, dan aspirasi, Indonesia telah melalui tantangan politik yang sarat dengan kompetisi, polarisasi, dan harapan akan perubahan menuju arah yang lebih baik.
“Pemilu 2024, yang baru saja selesai dilaksanakan, mencerminkan vitalitas demokrasi Indonesia. Dalam menghadapi dinamika yang terjadi, Muhammadiyah terus berkomitmen untuk menjaga keseimbangan dalam menyikapi dinamika politik bangsa,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (30/12/2024).
Dikatakan, Muhammadiyah menegaskan bahwa politik sejatinya bukan hanya soal kekuasaan, tetapi harus menjadi sarana untuk menegakkan nilai-nilai kebangsaan yang luhur.
Politik harus menjadi alat untuk mempersatukan, bukan memecah belah, untuk memajukan, bukan memundurkan, dan untuk menyejahterakan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir golongan.”
“Muhammadiyah mengapresiasi kemajuan-kemajuan yang diperoleh bangsa Indonesia di berbagai bidang, termasuk dalam kemajuan fisik dan sumberdaya manusia, meskipun semuanya masih perlu terus dikembangkan dalam satu kesatuan antara kemajuan ragawi dan ruhani. Bersamaan dengan itu Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dan masalah yang mesti dihadapi dan dicarikan solusi secara sistemik,” terang Haedar.
“Karenanya dalam ikhtiar memajukan bangsa dan mewujudkan cita-cita nasional penting dipastikan sejumlah permasalahan dan agenda dapat diselesaikan sebagai prasayarat menuju Indonesia yang lebih maju, adil, dan makmur,” imbuh dia.
Beberapa masalah dan agenda nasional yang perlu diselesaikan antara lain, kata Haedar, antaran lain masalah agama dan moral.
“Tanwir Muhammadiyah di Kupang menyampaikan rekomendasi dalam kehidupan beragama yang menekankan pentingnya peran agama sebagai landasan penguatan karakter moral. Khususnya dalam menghadapi fenomena negatif seperti bunuh diri, gangguan kesehatan mental, pinjaman online, judi online, dan pornografi. Pemerintah diharapkan untuk menjadikan agama sebagai basis penguatan nilai dalam keluarga, komunitas, dan pendidikan guna membentuk masyarakat yang lebih baik dan sejahtera,” papah Haedar
Masalah lain, sebut Haedar, ada;ah korupsi dan penegakan hukum. Kata dia, Muhammadiyah Mendukung komitmen tinggi Presiden Prabowo untuk pemberantasan korupsi yang tuntas dan berani.
“Penting disertai political will seluruh pihak di jajaran pemerintahan: yaitu seluruh institusi Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, bersama seluruh bagiannya di dalamnya termasuk Kejaksaan, TNI dan Polri, serta lembaga-lembaga auxiliary, hingga ke Pemda seluruh Indonesia,” tandasnya.
Haedar juga menyngung konsolidasi demokrasi pasca Pemilu 2024. Menurut dia, Muhammadyah mendukung segala usaha konsolidasi demokrasi dengan lebih memperkuat kualitas demokrasi yang substantif untuk mengimbangi proses demokrasi prosedural saat ini.
Demokrasi yang sehat, terang Haedar, mesti didukung kuat oleh seluruh institusi pemerintahan negara seperti eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga-lembaga auxiliary, TNI, Polri, dan lain-lain hingga ke pemerintahan daerah dalam satu kesatuan sistem.”
“Pilkada selesai dan para kepala daerah terpilih siap menjalankan tugasnya. Otonomi Daerah yang sebesarnya memberi kewenangan bagi kepala daerah semestinya dijalankan dengan komitmen nilai dan moral yang tinggi untuk berdiri tegak di atas konstitusi UUD 1945 dan Perundang-undangan yang berlaku tanpa menyalahgunakannya,” papar Haedar.
Kebijakan publik pro-rakyat juga menjadi sorotan. Dikatakan Haedar, Pemerintah baru hasil Pemilu 2024, baik Presiden dan Wakil Presiden maupun Anggota Legislatif DPR-RI dan DPD-RI, baru memperoleh kepercayaan sekaligus tuntutan dan harapan baru untuk menjalankan Pemerintahan Negara.
Hal ini sebagaimana mandat konstitusi, yakni ‘melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”
Karenanya, kata Haedar, setiap kebijakan yang diambil sesuai otoritasnya, baik sendiri-sendiri maupun secara bersama, mesti berpihak sebesar-besarnya bagi kepentingan dan hajat hidup rakyat.
“Hindari kebijakan-kebijakan yang menimbulkan reaksi publik dalam bentuk keberatan dan penolakan. Jika bermasalah di hadapan rakyat atau publik secara umum maka alangkah bijaksana jika melakukan koreksi dan bila perlu mencabut kebijakan tersebut tanpa perlu merasa kalah dan menang atau malu demi kepentingan bangsa sebagai wujud sikap kenegarawanan,” pungkas dia. (wh)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News