*) Oleh: Zainal Arifin, S.Pd,
Anggota Koprs Mubaligh Muhammadiyah Kabupaten. Sampang
Awal tahun 2025 diwarnai berbagai peristiwa yang menggugah hati. Salah satunya adalah kejadian di Yogyakarta, Rabu dini hari, ketika sekelompok pemuda mengeroyok seorang karyawan Rumah Makan Padang hanya karena restoran tersebut kehabisan kuah untuk melayani pelanggan.
Ya Allah, hanya karena masalah sederhana seperti kehabisan kuah, manusia tega mendzalimi saudaranya sendiri.
Kejadian ini mencerminkan betapa sulitnya sebagian dari kita mengelola emosi, terutama amarah. Ketika amarah tidak terkontrol, keburukan yang lebih besar pun sering kali terjadi, merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Lalu, bagaimana Rasulullah SAW membimbing umatnya agar mampu meredakan amarah dan menemukan solusi yang baik? Berikut adalah enam panduan yang beliau ajarkan:
Pertama, berlindung kepada Allah dari godaan setan. Ketika amarah datang, ucapkanlah “A’udzu billahi minasy syaithanir rajiim”. Ini adalah langkah pertama untuk menjauhkan diri dari bisikan setan yang memperkeruh hati.
Kedia, diam dan tahan lisan. Rasulullah saw mengajarkan agar kita tidak menuruti hawa nafsu dengan mengucapkan kata-kata yang bisa memperkeruh keadaan. Diam adalah cara terbaik untuk meredam emosi yang memuncak.
Ketigam mengubah posisi. Jika amarah menyerang saat kita berdiri, maka duduklah. Jika masih belum mereda, berbaringlah. Perubahan posisi fisik sering kali membantu menenangkan gejolak hati.
Keempat, pegang wasiat Rasulullah saw. Ketika seseorang meminta nasihat kepada Rasulullah, beliau bersabda, “Jangan marah!”
Beliau bahkan mengulangi wasiat itu sebanyak tiga kali, menegaskan betapa pentingnya menahan amarah dalam kehidupan sehari-hari.
Kelima, hargai kemuliaan menahan amarah. Rasulullah saw menjelaskan bahwa kemampuan menahan amarah adalah tanda kemuliaan dan kekuatan seseorang.
Orang yang mampu menahan amarah justru akan lebih dihormati oleh teman maupun lawan.
Ingat keutamaan menahan amarah dalam Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman:
“…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain…” (Ali Imran: 134).
Ayat ini menegaskan bahwa menahan amarah adalah salah satu sifat orang bertakwa yang berhak mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.
Menahan amarah bukanlah tanda kelemahan, melainkan kekuatan sejati. Semoga kita senantiasa diberi kemampuan untuk mengelola emosi, sehingga hati tetap kuat dan taat dalam menghadapi berbagai situasi.
Semoga tulisan ini bermanfaat. Aamiin.(*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News