*) Oleh: Dr. Ajang Kusmana
Salah satu tanda keberkahan sebuah keluarga adalah ketika Allah menggerakkan hati sang suami untuk mencintai ilmu syariat, menghadiri majelis ilmu, dan membawa serta anak-istri dalam perjalanan spiritual tersebut.
Syariat adalah jalan hidup yang harus diketahui dan dipahami. Layaknya sebuah roadmap kehidupan, ia menentukan arah dan tujuan hidup. Dalam konteks rumah tangga, arah biduk itu ditentukan oleh sang nahkoda, yaitu suami.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini menunjukkan tanggung jawab besar seorang kepala keluarga untuk menjaga keluarganya dari siksa neraka, dan hal itu tidak mungkin tercapai tanpa pemahaman agama yang baik.
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan padanya, Allah akan faqihkan ia dalam masalah agama.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Kefaqihan adalah pemahaman yang Allah berikan kepada seorang hamba. Pemahaman ini tidak hanya berupa wawasan agama, tetapi juga tercermin dalam akhlak yang lurus, hati yang tulus, serta aqidah yang kokoh.
Ketika seorang suami memiliki pemahaman agama yang baik, ia mampu menjadi pembimbing dan teladan bagi keluarganya.
Ia paham tanggung jawab, mengerti apa yang harus menjadi prioritas, dan tahu mana yang harus ditinggalkan. Seorang suami yang faqih akan membangun komunikasi berkualitas dengan pasangan dan anak-anaknya.
Obrolan keluarga menjadi penuh makna, berbobot, dan menginspirasi. Anak-anak tumbuh cerdas dengan iman yang kokoh, sementara sang istri merasa tenang karena jawaban suaminya selalu menenangkan dan membimbing.
Kehadiran suami di majelis ilmu menjadi indikator penting seberapa serius ia dalam memimpin keluarganya menuju kebahagiaan sejati. Jika ia hanya hadir di waktu sisa, itu mencerminkan kurangnya prioritas terhadap visi keluarga.
Sebaliknya, suami yang amanah memahami bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya soal kecukupan materi, tetapi juga persiapan untuk berkumpul bersama keluarga di surga.
Nabi Muhammad saw bersabda:
إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا
Para sahabat bertanya:
وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟
Rasulullah menjawab:
مَجَالِسُ الْعِلْمِ
“Ketika kalian melewati taman-taman surga, singgahlah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa taman-taman surga itu?” Rasulullah menjawab, “Taman-taman surga itu adalah majelis-majelis ilmu.” (HR. Thabrani dalam kitab At-Targhib wat Tarhib)
Allah juga menjanjikan keutamaan bagi mereka yang menempuh jalan ilmu, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Majelis ilmu adalah taman surga di dunia, tempat terbaik bagi mereka yang menempuh jalan ridha Allah.
Duduk di majelis ilmu, mendengarkan nasihat para ulama, dan mengamalkan ilmunya adalah kunci kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang suami yang ingin menjadi nahkoda surga bagi keluarganya harus mulai dengan dirinya sendiri.
Jadikan majelis ilmu sebagai rutinitas keluarga. Suami yang hadir di sana dengan anak dan istrinya adalah nahkoda sejati yang membawa keluarganya menuju kebahagiaan abadi. Dan segalanya bermula dari suami. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News