Manipulasi Kesombongan: Dialog Mustadh'afin dan Mustakbirin di Akhirat
Ilustrasi: alpham
UM Surabaya

*) Oleh: Farid Firmansyah, M.Psi,
Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Timur

وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ بَلۡ مَكۡرُ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ إِذۡ تَأۡمُرُونَنَآ أَن نَّكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَنَجۡعَلَ لَهُۥٓ أَندَادٗا ۚ وَأَسَرُّواْ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَ ۚ وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَغۡلَٰلَ فِيٓ
أَعۡنَاقِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ ۖ هَلۡ يُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘(Tidak), sebenarnya tipu daya(mu) pada waktu malam dan siang (yang menghalangi kami) ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.’ Kedua belah pihak menyatakan penyesalan, tatkala mereka melihat azab. Dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas, melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Saba: 33)

Ayat ini menggambarkan dialog dramatis antara dua kelompok manusia di Hari Kiamat: mustadh’afin (orang-orang lemah) dan mustakbirin (orang-orang sombong).

Percakapan tersebut memuat pelajaran mendalam tentang tanggung jawab individu, dinamika kekuasaan, dan pengaruh manipulasi dalam hubungan sosial.

1. Mustadh’afin: Ketergantungan dan Kelemahan Mental

Dalam konteks psikologi sosial, mustadh’afin adalah mereka yang lemah secara mental dan mudah dipengaruhi oleh otoritas. Allah menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan:

“Mereka berkata, ‘Kami dahulu adalah orang-orang yang tertindas di bumi.’ Mereka (para malaikat) berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Maka, orang-orang itu tempatnya di neraka Jahanam. Dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 97)

Secara psikologis, mustadh’afin seringkali:

Terjebak dalam efek konformitas, mengikuti mayoritas meskipun mereka tahu itu salah.
Tidak menggunakan akal kritis untuk menilai kebenaran, hanya bergantung pada kekuatan eksternal.

Merasa aman berada di bawah otoritas, meskipun otoritas tersebut keliru.

2. Mustakbirin: Dominasi dan Manipulasi

Sementara itu, mustakbirin adalah mereka yang merasa superior dan menggunakan kekuasaan untuk mendominasi. Allah berfirman tentang karakter mereka:

“Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia karena sombong, dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)

Mereka menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan dominasi, seperti:

  • Propaganda: Membujuk orang lain untuk mengikuti mereka melalui pesan-pesan manipulatif.
  • Intimidasi: Menakut-nakuti pengikut agar tetap setia.
    Pengabaian Moralitas: Menempatkan kepentingan pribadi di atas kebenaran dan keadilan. 

    3. Dialog Penyesalan di Akhirat

    Ketika azab Allah tampak di depan mata, kedua kelompok ini saling menyalahkan:

    “Maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri, ‘Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah walaupun sedikit saja?’ Mereka menjawab, ‘Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar; kita tidak memiliki tempat untuk melarikan diri.'” (QS. Ibrahim: 21)

    Secara psikologis, ini mencerminkan mekanisme pelepasan tanggung jawab:

    Mustadh’afin melakukan projection (proyeksi), menyalahkan mustakbirin atas keputusan yang mereka ambil.

    Mustakbirin merasionalisasi tindakan mereka, mengatakan bahwa para pengikut memiliki pilihan untuk tidak mengikuti mereka.

    4. Pelajaran dari Ayat-Ayat Al-Qur’an

    Ayat-ayat ini memberikan beberapa pelajaran penting:

    Berpikir Kritis

    Allah mengingatkan manusia untuk menggunakan akal mereka:
    “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ra’d: 4)

    Berpikir kritis adalah kunci untuk menghindari manipulasi dan kesesatan. Jangan mudah terpengaruh oleh mayoritas atau otoritas tanpa menilai kebenarannya.

    Tanggung Jawab Pribadi

    Setiap individu akan dimintai pertanggungjawaban atas amal perbuatannya:
    “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatstsir: 38)

    Hindari Kesombongan

    Kesombongan membawa kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat. Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong:

    “Dan janganlah kamu berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isra: 37)

    Dialog antara mustadh’afin dan mustakbirin dalam QS. Saba: 33 mengingatkan kita bahwa manipulasi dan ketaatan buta kepada pemimpin yang salah membawa kehancuran.

    Di dunia, hubungan ini sering didasarkan pada dominasi dan ketakutan, tetapi di akhirat, berubah menjadi konflik dan penyesalan.

    Pelajaran utama dari ayat ini adalah pentingnya berpikir kritis, menjaga integritas, dan selalu berpegang teguh pada kebenaran Allah dan Rasul-Nya untuk menghindari penyesalan di hari Kiamat. (*)

    Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini