Kombinasi antara kaca-kaca besar yang memaksimalkan cahaya alami dan ventilasi yang dirancang dengan baik menambah kenyamanan dan kesakralan suasana di dalam masjid. Semua elemen ini berpadu harmonis, menciptakan suasana yang tidak hanya estetis tetapi juga penuh khidmat.
Keunggulan arsitektur Masjid Al Falah ini mencerminkan filosofi Islam yang mengedepankan keseimbangan antara dunia dan akhirat, antara modernitas dan tradisi. Masjid ini menjadi contoh nyata bagaimana sebuah tempat ibadah dapat menjadi ruang yang ramah, fungsional, sekaligus memancarkan nilai-nilai luhur Islam.
Bagi saya, keunikan ruang tanpa pilar ini juga menjadi pengingat bahwa Islam selalu memiliki cara untuk menyatukan umat dalam keindahan, kesederhanaan, dan kedamaian.
Menjelajahi Masjid Al Falah, saya merasakan kedamaian yang tak ternilai. Seolah-olah masjid ini membawa saya lebih dekat kepada Allah SWT. Juga memberikan ruang untuk merefleksikan diri dalam kesibukan dunia. Setiap sudut masjid terasa memancarkan ketenangan, mulai dari aroma yang khas dalam masjid hingga gemericik air dari tempat wudu yang sejuk dan bersih.
Tak hanya itu, suasana hening yang tercipta di dalam ruang salat, meski berada di tengah hiruk-pikuk kota Surabaya, menjadi pengingat bahwa kedekatan dengan Sang Pencipta dapat diraih di mana pun, bahkan di tengah keramaian sekalipun.
Saat duduk di ruang utama, saya merasa seakan terbebas dari segala beban. Langit-langit yang tinggi membawa pandangan saya ke atas, mengingatkan saya akan keagungan Allah dan luasnya rahmat-Nya. Juga ruang untuk menemukan kembali kedamaian hati, menguatkan iman, dan memperbarui semangat hidup.
Yang membuat saya semakin tersentuh adalah suasana kehangatan dan inklusivitas di masjid ini. Jamaah dari berbagai latar belakang berkumpul tanpa sekat. Seolah-olah melambangkan persatuan umat Islam yang sejati. Tidak ada perbedaan yang terasa. Semua menyatu dalam ibadah, dalam doa, dan dalam harapan untuk menjadi hamba yang lebih baik.
***
Saya punya kenangan panjang dengan Masjid Al Falah yang saat ini sedang direnovasi. Ini karena rumah orangtua saya berada di Jalan Darmokali, lokasinya sekitar 350 meter dari masjid tersebut. Baru pada usia 27 tahun saya pindah rumah, dan rumah orangtua saya tersebut sampai sekarang masih ada.
Pada tahun 90-an, aktivitas di Masjid Al Falah cukup padat. Masjid itu menjadi tujuan jamaah dari berbagai kalangan. Setiap waktu salat, masjid ini selalu penuh dengan jamaah, terutama saat salat Jumat dan salat Tarawih di bulan Ramadan.
Saya masih ingat, suasana Ramadan di sana selalu semarak. Terlebih waktu berbuka, ribuan orang berkerumun untuk mempersiapkan diri menyambut waktu magrib. Setelah salat, panitia masjid membagikan nasi bungkus. Jamaah tampak guyub saat berbuka bersama.
Selain itu, masjid ini kerap menjadi tempat berbagai kajian ilmu. Ada pengajian umum yang mengundang para ustaz terkenal, kegiatan belajar Al-Qur’an untuk anak-anak, hingga diskusi-diskusi keislaman. Saya pernah berlinang air mata saat mendengarkan Muammar ZA, qari terkemuka, melantunkan kalam ilahi di masjid tersebut.
Narasinya bagus bisa dinikmati. Lanjutkan!