*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd,
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang
“Don’t waste time, energy and thoughts on wasted things. Focus on what makes yourself valuable.”
(Jangan buang waktu, tenaga dan pikiran untuk hal yang sia-sia. Berfokuslah pada hal yang menjadikan dirimu bernilai)
Waktu adalah salah satu aset paling berharga dalam kehidupan manusia. Setiap detik yang dimiliki adalah kesempatan untuk mencapai tujuan, mengejar impian, memperluas pengetahuan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:
وَالْعَصْرِۙ
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (Al-‘Ashr :1-3)
Makna ayat di atas menurut Ibnu Abbas, surat ini hanya terdiri dari tiga ayat dan tergolong surat terpendek. Kendati pendek, namun kandungan ayat ini amat mendalam, padat,dan komprehensif.
Dalam surat yang amat pendek itu tergambar manhaj (tatanan) yang lengkap tentang kehidupan umat manusia sebagaimana yang dikehendaki Islam.
Lamanya hidup manusia di dunia telah ditetapkan. Seiring berjalannya waktu, umur yang dimiliki makin pendek.
Maka, menarik sekali apa yang diungkapkan Ar-Razi dalam tafsirnya, mengenai keterkaitan antara waktu dan kerugian.
Ketika rugi dipahami sebagai hilangnya modal, sementara modal manusia adalah umur yang dimilikinya, maka manusia senantiasa mengalami kerugian. Sebab, setiap saat, dari waktu ke waktu, umur yang menjadi modalnya terus berkurang.
Tidak diragukan lagi, jika umur itu digunakan manusia untuk bermaksiat, ia benar-benar mengalami kerugian; bukan hanya tidak mendapatkan kompensasi apa pun dari modalnya yang hilang, bahkan dapat membahayakan dan mencelakan dirinya.
Demikian juga jika umurnya dihabiskan untuk mengerjakan perkara- perkara yang mubah. Ia tetap dikatakan merugi. Sebab, modal yang dimiliki (umur) habis tanpa meninggalkan pengaruh apa pun bagi dirinya.
Bertolak dari pemahaman tersebut, maka orang yang beruntung hanyalah yang bersedia menghabiskan umurnya untuk mengerjakan amal salih.
Sebab, hanya dengan mengerjakan amal saleh manusia mendapatkan ganti dari modalnya yang telah hilang, bahkan jauh lebih besar daripada yang hilang darinya.