UM Surabaya

Al-Quran memberitakan bahwa di akhirat kelak manusia merasakan bahwa kehidupan mereka di dunia sehari atau setengah hari.

Allâh SWT berfirman:

قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَسْـَٔلِ ٱلْعَآدِّينَ

“Mereka menjawab: “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.”(QS. Al-Mu‘minun : 113)

Dengan waktu yang amat singkat tersebut, kenikmatan maupun penderitaan yang dialami manusia di dunia sesungguhnya juga sangat kecil dan sedikit.

Al-Quran menyatakan: matâ‘ al-dunyâ qalîl (kesenangan di dunia itu hanya sebentar atau sedikit). Allâh SWT berfirman:

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوٓا۟ أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ ٱلْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ ٱلنَّاسَ كَخَشْيَةِ ٱللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوا۟ رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا ٱلْقِتَالَ لَوْلَآ أَخَّرْتَنَآ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَٰعُ ٱلدُّنْيَا قَلِيلٌ وَٱلْءَاخِرَةُ خَيْرٌ لِّمَنِ ٱتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: “Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”(QS. An-Nisa’:77)

Disebut demikian jika dibandingkan dengan siksa yang bakal diterima di akhirat yang kekal dan sangat berat.

Sebaliknya, penderitaan yang dialami seorang Mukmin akibat mempertahankan keimanannya dan memperjuangkan agama-Nya sesungguhnya juga amat ringan. Sebab, balasan yang didapatkan jauh lebih besar dan kekal abadi.

Dengan paradigma seperti ini, seseorang yang beruntung adalah orang yang benar- benar memanfaatkan waktu (hidupnya) untuk mengerjakan amal saleh.

Jangankan perbuatan terlarang, perbuatan mubah dan tidak mendatangkan manfaat pun sebaiknya ditinggalkan. Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda,:

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat. “(HR. Tirmidzi No. 2317, Ibnu Majah No. 3976)

Kata kuncinya adalah dengan Paradigma itu,akan membuat seseorang menjadi orang yang sabar.Realisasinya, ia akan tetap berhusnudzan kepada Allah SWT, bahwa semua yang diberikan Allah SWT kepadanya adalah yang terbaik untuknya.

Semua itu dilakukan karena berharap besarnya pahala yang diterima,berupa ridha Allah Swt. dan surga-Nya yang dipenuhi berbagai kenikmatan tiada tara. Jadi, masihkah kita berani menyia-nyiakan waktu?

Bergegaslah segera memenuhi panggilan Allâh SWT dan Rasul-Nya untuk berjuang menegakkan agama-Nya.

Semoga bermanfaat. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini