*) Oleh: Farid Firmansyah, M.Psi,
Anggota Majelis Tabligh PWM Jawa Timur
QS. At-Tahrim: 10-11: Dua Perumpamaan Kontras
“Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Lut. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksaan) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).”
“Allah juga membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, yaitu istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga, selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.”
QS. At-Tahrim ayat 10 dan 11 menggambarkan dua perumpamaan yang saling bertolak belakang dalam menyoroti respons manusia terhadap tantangan spiritual.
Ayat ini menyebutkan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang hidup di bawah pengawasan para nabi, namun memilih jalan pembangkangan.
Sebaliknya, Asiyah, istri Fir’aun, mempertahankan imannya meskipun berada di lingkungan penuh tekanan dan godaan kemewahan duniawi.
Pelajaran Psikologi dari Kisah Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth
Kisah istri Nabi Nuh dan Nabi Luth menunjukkan kegagalan individu dalam memanfaatkan peluang positif untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Mereka hidup berdampingan dengan nabi, yang seharusnya menjadi teladan iman dan amal saleh.
Namun, mereka memilih mengabaikan kebenaran. Dalam psikologi, fenomena ini dikenal sebagai kognisi malas (cognitive laziness), yaitu ketika seseorang enggan menggunakan akalnya untuk merenungi kebenaran.
Selain itu, pengaruh sosial negatif di sekitar mereka tampaknya lebih mendominasi keputusan mereka dibandingkan bimbingan spiritual yang diberikan oleh para nabi.
Hal ini menggarisbawahi pentingnya lingkungan dalam membentuk perilaku seseorang. Bahkan, lingkungan yang positif sekalipun tidak menjamin seseorang akan mengambil keputusan yang benar jika individu tersebut tidak memiliki kemauan untuk mencari kebenaran secara aktif.
Resiliensi Psikologis Asiyah di Tengah Tekanan
Sebaliknya, Asiyah, istri Firaun, memberikan contoh luar biasa tentang resiliensi psikologis. Meskipun hidup di tengah ancaman tirani Firaun dan godaan kemewahan istana, ia tetap teguh mempertahankan imannya kepada Allah.
Dalam psikologi, ini mencerminkan konsep internal locus of control, yaitu keyakinan bahwa seseorang memiliki kendali atas pilihannya, terlepas dari tekanan eksternal.
Keberanian Asiyah juga menunjukkan bahwa iman yang kokoh dapat menjadi sumber kekuatan yang luar biasa.
Di tengah intimidasi dan ancaman, ia memilih jalan kebenaran meskipun harus menghadapi risiko besar, termasuk kematian.
Keputusan ini menggarisbawahi bahwa iman dan hubungan dengan Allah lebih penting daripada kenyamanan duniawi atau status sosial.
Dua perumpamaan dalam QS. At-Tahrim: 10-11 ini menekankan bahwa tanggung jawab spiritual adalah tanggung jawab individu.
Keselamatan tidak bergantung pada hubungan sosial, bahkan dengan orang-orang saleh seperti nabi, tetapi pada iman dan amal pribadi.
Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth keliru mengandalkan status mereka sebagai istri nabi, sementara Asiyah menunjukkan bahwa hubungan dengan Allah jauh lebih penting daripada hubungan duniawi.
Relevansi dalam Kehidupan Modern
Kisah ini relevan bagi manusia modern yang sering dihadapkan pada tekanan sosial dan godaan materialisme.
Dalam lingkungan yang positif sekalipun, tanggung jawab untuk menjaga iman adalah milik individu.
Demikian pula, dalam situasi negatif, kekuatan iman dapat membantu seseorang bertahan dari tekanan dan godaan.
QS. At-Tahrim: 10-11 memberikan pelajaran universal bahwa pilihan spiritual adalah kunci keselamatan. Dengan iman yang kokoh dan keberanian untuk memilih jalan yang benar, seseorang dapat mencapai kebahagiaan abadi di sisi Allah. (*)
Referensi:
Al-Qur’an dan Tafsir:
- Departemen Agama Republik Indonesia. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Kementerian Agama RI.
- Al-Maraghi, A. (2001). Tafsir Al-Maraghi. Beirut: Dar Al-Fikr.
Literatur Psikologi Islam:
- Al-Ghazali, Abu Hamid. (2016). Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama).
- Terjemahan oleh TIM Dar Al-Kutub. Jakarta: Al-Maktabah.
Saifulah, A. (2015). Psikologi dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadis:
- Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, Hadits tentang tanggung jawab individu: “Tidaklah seseorang memikul dosa orang lain…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Artikel dan Jurnal Psikologi:
- Yusuf, M. (2017). “Kontekstualisasi Psikologi Spiritual dalam Perspektif Al-Qur’an.” Jurnal Studi Islam dan Psikologi, 5(1), 12-25.
- Ahmad, Z. (2020). “Resilience in Islamic Psychology: Insights from Qur’anic Narratives.” Journal of Islamic Studies, 8(2), 45-67.
Referensi Pendukung:
- Seligman, M. (2006). Learned Optimism: How to Change Your Mind and Your Life. New York: Random House.
- Peterson, C., & Seligman, M. (2004). Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification. Oxford: Oxford University Press.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News